Lintas Fokus – Di tengah hiruk pikuk politik nasional dan dinamika media sosial yang tak pernah sepi, kabar bahwa Atalia Praratya menggugat cerai Ridwan Kamil di Pengadilan Agama Bandung menjadi salah satu peristiwa yang paling menyita perhatian publik pada penghujung 2025. Bukan sekadar gosip, gugatan ini telah dikonfirmasi langsung oleh Panitera PA Bandung, Dede Supriadi, yang menyebut perkara mereka sudah resmi terdaftar dan akan mulai disidangkan pekan ini.
Selama puluhan tahun, pasangan Atalia Praratya dan Ridwan Kamil dipersepsikan sebagai figur rumah tangga harmonis: religius, aktif di kegiatan sosial, dan dekat dengan masyarakat. Karena itu, kabar gugatan cerai ini terasa seperti kontras tajam dibanding citra ideal yang selama ini melekat pada keduanya. Tidak sedikit warga yang mengaku “terpukul” dan kaget ketika linimasa media sosial dipenuhi tangkapan layar berita gugatan cerai dan foto-foto lama kebersamaan keduanya.
Di sisi lain, proses hukum yang sedang berjalan menuntut publik untuk tetap tenang dan mengedepankan sikap hati-hati dalam menyikapi berbagai spekulasi. Pengadilan memilih untuk tidak mengungkap materi gugatan secara rinci, sehingga ruang interpretasi yang beredar di media sosial sebenarnya lebih banyak diisi asumsi daripada fakta hukum.
Kronologi Gugatan Cerai di Pengadilan Agama Bandung
Kronologi perkara ini bermula ketika Atalia Praratya, yang kini berstatus anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, resmi mendaftarkan gugatan cerai terhadap Ridwan Kamil di Pengadilan Agama Bandung pada pertengahan Desember 2025. PA Bandung membenarkan bahwa berkas perkara telah diterima dan proses administrasi sudah selesai, sehingga sidang perdana dijadwalkan berlangsung dalam pekan yang sama.
Panitera PA Bandung, Dede Supriadi, menegaskan bahwa perkara ini akan ditangani sesuai prosedur yang berlaku untuk perceraian tokoh publik. Ia hanya mengungkap garis besar bahwa perkara tersebut telah masuk, terdaftar, dan siap memasuki tahap persidangan awal. Detail seperti nomor perkara dan isi materi gugatan tidak dibuka ke publik dengan alasan etika dan aturan perundang-undangan.
Sejumlah media nasional menyebut bahwa sidang perdana perceraian ini direncanakan berlangsung pada Rabu, 17 Desember 2025, merujuk pada penjelasan lanjutan pihak pengadilan dan pantauan jadwal sidang. Namun, lagi-lagi, pengadilan tidak mengurai detail terkait isi gugatan, sehingga ruang diskusi publik seharusnya lebih difokuskan pada aspek prosedural, bukan menebak-nebak motif pribadi Atalia Praratya maupun Ridwan Kamil.
Dalam konteks hukum keluarga di Indonesia, sidang cerai umumnya dimulai dengan upaya mediasi. Majelis hakim akan mengupayakan perdamaian atau setidaknya klarifikasi menyeluruh dari kedua belah pihak. Baru jika upaya damai gagal, proses berlanjut ke pembuktian, pemeriksaan saksi, hingga kemungkinan putusan cerai. Publik perlu memahami bahwa tahapan ini panjang dan kompleks, sehingga apa yang muncul di headline berita hanyalah bagian sangat kecil dari keseluruhan proses yang sedang berjalan.
Profil dan Perjalanan Karier Atalia Praratya di Panggung Publik
Untuk memahami besarnya efek kabar ini, kita perlu kembali melihat posisi Atalia Praratya di mata publik. Ia bukan sekadar “istri mantan gubernur”, melainkan figur politik dan sosial yang memiliki basis dukungan sendiri. Saat ini, Atalia tercatat sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar sekaligus tokoh perempuan Jawa Barat yang aktif mengusung berbagai agenda sosial, mulai dari isu pendidikan, perlindungan anak, hingga kesehatan keluarga.
Selama menjadi Ibu Gubernur Jawa Barat, Atalia Praratya dikenal luas dengan citra ramah, mudah diakses, dan dekat dengan komunitas akar rumput. Banyak program berbasis komunitas yang ia gaungkan, seperti gerakan literasi keluarga dan kampanye keselamatan anak, yang membuatnya bukan sekadar “pendamping pejabat”, tetapi figur independen dengan portofolio kerja nyata.
Tak berhenti di situ, profil Atalia Praratya juga kerap diangkat media nasional sebagai contoh perempuan yang mampu mengelola peran ganda: ibu, aktivis sosial, dan politisi. Di banyak kesempatan, ia tampil dalam forum diskusi, talk show, maupun kegiatan kampanye sosial yang memperkuat posisinya sebagai salah satu tokoh perempuan berpengaruh di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.
Di atas semua itu, pernikahan Atalia Praratya dan Ridwan Kamil selama kurang lebih 29 tahun sering dijadikan narasi inspiratif tentang pasangan yang tumbuh bersama dari masa muda hingga berada di puncak karier politik. Fakta bahwa gugatan cerai justru datang setelah perjalanan panjang tersebut membuat banyak orang merasa peristiwa ini menyimpan dimensi psikologis dan sosial yang jauh lebih kompleks daripada sekadar “rumah tangga artis yang retak”.
Wajib Tahu:
Istilah “gray divorce” atau perceraian di usia matang kembali mengemuka seiring kasus Atalia Praratya. Sejumlah kajian internasional menunjukkan tren perceraian pada pasangan di atas usia 50 tahun meningkat, salah satunya karena tekanan psikologis jangka panjang dan perubahan prioritas hidup, bukan semata isu orang ketiga.
Respon Publik, Isu Lisa Mariana, dan Posisi Politik Ridwan Kamil
Kisah perceraian tokoh publik di era media sosial selalu bergulir lebih cepat dari kanal resmi. Begitu kabar gugatan cerai Atalia Praratya merebak, kolom komentar di akun Instagram @ataliapr dan @ridwankamil langsung dibanjiri ribuan respon. Banyak warganet memberikan dukungan moral, mendoakan keduanya kuat menjalani proses hukum dan tekanan publik.
Tidak sedikit pula komentar yang menyeret kembali deretan isu yang sebelumnya menimpa Ridwan Kamil, termasuk tuduhan perselingkuhan dengan seorang perempuan bernama Lisa Mariana dan sengketa pengakuan anak. Namun, perlu dicatat tegas bahwa tuduhan tersebut telah melalui proses hukum dan klarifikasi, termasuk tes DNA yang menyatakan anak yang diakui Lisa bukan anak biologis Ridwan Kamil.
Isu lain adalah dugaan masalah pengadaan iklan di Bank BJB yang juga menyeret nama Ridwan Kamil. Sejumlah media memotret rangkaian kasus ini sebagai “beban isu” yang ikut menekan citra politik dan psikologis keluarga. Namun sampai saat ini, otoritas penegak hukum masih memproses dan menelusuri bukti, sehingga publik seharusnya tetap menunggu kejelasan resmi dan tidak menarik kesimpulan instan.
Dalam lanskap politik nasional, perceraian Atalia Praratya dan Ridwan Kamil tentu tidak berdiri sendiri. Atalia adalah anggota DPR RI yang masih aktif, sementara Ridwan Kamil merupakan figur potensial di berbagai bursa politik, mulai dari pilkada hingga wacana pilpres. Keputusan menggugat cerai di tengah momentum seperti ini dinilai banyak pengamat sebagai peristiwa yang dapat mengubah peta persepsi publik terhadap keduanya, meski belum tentu mengubah dukungan politik secara langsung.
Bagi pemilih dan warga Jawa Barat pada khususnya, kasus ini menjadi pengingat bahwa kehidupan personal tokoh politik bisa sangat kompleks. Di satu sisi, publik berhak menilai integritas dan moral seorang pejabat. Di sisi lain, ada batas etis yang perlu dijaga agar tidak menjadikan ruang privat sebagai arena perundungan massal, apalagi jika menyentuh anak dan keluarga yang tidak terlibat langsung dalam proses politik maupun hukum.
Apa Makna Gugatan Cerai Atalia Praratya bagi Warga Jawa Barat
Di luar sensasi dan kehebohan judul berita, kasus Atalia Praratya menggugat cerai Ridwan Kamil menyimpan sejumlah pelajaran penting bagi publik. Pertama, ia menunjukkan bahwa label “couple goals” di media sosial tidak pernah menjadi jaminan bahwa sebuah rumah tangga bebas dari konflik. Narasi bahagia yang dibangun ke publik adalah potret yang sangat terbatas dibanding dinamika nyata di balik layar.
Kedua, langkah hukum yang diambil Atalia Praratya menegaskan bahwa perempuan, termasuk yang sudah berada di usia dewasa dan memiliki posisi publik, memiliki hak penuh untuk menentukan arah hidupnya sendiri. Dalam banyak kasus publik figur 2025, tren gugatan cerai justru lebih banyak datang dari pihak istri yang memilih keluar dari relasi yang mereka anggap tidak lagi sehat, baik secara emosional maupun psikologis.
Ketiga, bagi masyarakat yang kerap menjadikan tokoh publik sebagai panutan, penting untuk memisahkan antara penghargaan terhadap karya dan rekam jejak profesional dengan rasa ingin tahu berlebihan terhadap kehidupan pribadi. Proses cerai Atalia Praratya dan Ridwan Kamil seharusnya menumbuhkan empati, bukan hanya memicu perdebatan emosional tanpa data di kolom komentar.
Pada akhirnya, apa pun hasil akhir dari proses persidangan ini nanti, yang paling penting adalah bagaimana kedua pihak dapat menyelesaikan masalah secara bermartabat, melindungi anak-anak dan keluarga besar, serta tetap mempertahankan kontribusi positif mereka di ruang publik. Bagi warga Indonesia, kasus ini sekaligus menjadi cermin bahwa perceraian figur publik bukan sekadar bahan konsumsi berita, melainkan pintu masuk untuk membicarakan kesehatan mental, relasi setara, dan keberanian mengambil keputusan sulit di usia berapa pun.
Sumber: Republika Online
