Site icon Lintas Fokus

Ultimatum Keras Komdigi: Ancaman Sanksi dan Putus Akses Cloudflare

Komdigi mengultimatum Cloudflare dengan ancam sanksi administratif hingga pemutusan akses.

Komdigi mengultimatum Cloudflare dengan ancam sanksi administratif hingga pemutusan akses.

Lintas Fokus Dalam beberapa hari terakhir, ruang digital Indonesia diguncang isu serius: Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) secara terbuka mengancam akan menjatuhkan sanksi administratif hingga pemutusan akses terhadap layanan Cloudflare di Indonesia. Ancaman ini bukan sekadar wacana politik, tetapi disampaikan dalam bentuk surat resmi dan pernyataan publik dari jajaran pimpinan Komdigi.

Pemicu ketegangan datang dari temuan Komdigi bahwa layanan Cloudflare banyak dipakai sebagai infrastruktur di balik situs judi online. Dari analisis terhadap 10.000 sampel situs judi yang ditangani pada periode 1 sampai 2 November 2025, lebih dari 76 persen di antaranya menggunakan Cloudflare, termasuk untuk menyamarkan alamat IP dan mempercepat perpindahan domain agar lolos dari pemblokiran pemerintah. Temuan ini disampaikan melalui berbagai kanal resmi dan dikonfirmasi sejumlah media nasional.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menegaskan bahwa Cloudflare tidak bisa bersikap netral sepenuhnya ketika layanannya dimanfaatkan secara masif untuk aktivitas ilegal. Ia berkali-kali menekankan bahwa penyedia infrastruktur seperti Cloudflare seharusnya melakukan sortir dan moderasi, bukan menerima semua permintaan layanan tanpa mempertimbangkan dampak pada ruang digital Indonesia.

Dalam konteks itu, Komdigi melayangkan teguran dan notifikasi kepada 25 platform global yang dinilai belum memenuhi kewajiban pendaftaran sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) lingkup privat di Indonesia. Cloudflare termasuk di dalam daftar tersebut, bersama layanan lain seperti ChatGPT, OpenAI, Dropbox, hingga beberapa platform edukasi dan gaya hidup. Komdigi secara tegas memberikan tenggat 14 hari kerja untuk melakukan pendaftaran PSE sebelum sanksi lebih keras diberlakukan.

Komdigi menegaskan bahwa jika dalam jangka waktu tersebut Cloudflare tetap tidak patuh, sanksi administratif berjenjang akan diterapkan dan pada puncaknya bisa berujung penghentian akses layanan Cloudflare di Indonesia. Pernyataan serupa juga muncul dalam laporan media internasional yang mengutip pejabat Komdigi dan menekankan bahwa kepatuhan terhadap regulasi lokal bukan lagi pilihan, melainkan syarat mutlak untuk beroperasi di Indonesia.


Dasar Hukum Sanksi Komdigi dan Ancaman Pemutusan Akses

Agar tidak salah membaca situasi, penting memahami mengapa Komdigi begitu keras menekan Cloudflare dan PSE lain. Sejak era Kominfo, kewajiban pendaftaran PSE lingkup privat sudah diatur melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020. Aturan ini tetap dirujuk di masa Komdigi, walaupun nomenklatur kementerian berubah mengikuti kebijakan pemerintahan Prabowo Gibran yang ingin menegaskan fokus pada transformasi digital.

Di dalam regulasi tersebut, pemerintah memiliki ruang untuk menjatuhkan sanksi administratif berjenjang, mulai dari:

Sejumlah pemberitaan menuliskan bahwa Komdigi akan memulai dari teguran resmi, lalu meningkat ke penghentian sementara akses sampai platform bersangkutan mematuhi aturan. Format ini terlihat dalam penjelasan Alexander Sabar yang menyebut proses teguran 1, 2, dan 3 sebelum tindakan suspend atau pemutusan akses dilakukan terhadap layanan yang tetap membandel.

Komdigi berkali-kali mengingatkan bahwa pendaftaran PSE bukan sekadar kewajiban administratif. Dalam pernyataan yang dikutip berbagai media, Alexander Sabar menyebut pendaftaran PSE sebagai instrumen kedaulatan digital Indonesia dan perlindungan masyarakat di ruang digital yang sehat dan bertanggung jawab. Dengan kata lain, menurut Komdigi, negara harus tahu siapa yang mengoperasikan layanan digital besar di wilayah yurisdiksinya, termasuk penyedia infrastruktur seperti Cloudflare.

Konteks ini makin sensitif karena Komdigi saat ini tengah mendapat mandat kuat untuk memperketat pengawasan ruang digital, terutama setelah berbagai kasus judi online dan kebocoran data menjadi sorotan publik. Struktur kementerian pun direformasi sehingga ada Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital yang secara khusus menindak isu seperti judi online, disinformasi, dan pelanggaran regulasi PSE. Alexander Sabar, yang memiliki latar belakang kepolisian dan kini menjabat Dirjen Pengawasan Ruang Digital, menjadi wajah utama kebijakan pengetatan tersebut.

Wajib Tahu:

Komdigi menyebut dari 10.000 sampel situs judi online yang dianalisis pada awal November 2025, lebih dari 76 persen bersembunyi di balik infrastruktur Cloudflare, mulai dari penyamaran IP hingga trik perpindahan domain cepat untuk menghindari pemblokiran.


Jika Cloudflare Diputus, Siapa yang Paling Terpukul?

Ancaman Komdigi bukan hanya soal tarik menarik antara regulator dan perusahaan teknologi global. Di balik itu, ada kekhawatiran jauh lebih besar: dampak nyata bagi jutaan pengguna internet dan ribuan situs di Indonesia jika akses Cloudflare benar-benar diputus.

Cloudflare bukan sekadar dipakai situs judi online. Layanan ini sudah lama menjadi tulang punggung berbagai website di Indonesia, mulai dari portal berita, e-commerce, kampus, hingga lembaga pemerintah. Analisis pihak ketiga seperti BuiltWith dan sejumlah laporan media menyebut banyak situs lokal menggantungkan performa dan keamanan mereka pada layanan CDN, DNS, dan proteksi DDoS milik Cloudflare.

Beberapa hari sebelum ultimatum Komdigi mengemuka, publik Indonesia sempat merasakan betapa krusialnya peran Cloudflare ketika terjadi gangguan teknis global yang membuat sejumlah layanan, termasuk X dan situs BMKG, dilaporkan sempat sulit diakses. Insiden itu semakin membuka mata bahwa gangguan di level infrastruktur bisa melumpuhkan layanan digital dalam skala luas, bahkan yang tidak terkait judi online sekalipun.

Analisis berbagai media dan pengamat menyebut, jika pemutusan akses Cloudflare dilakukan secara total, potensi dampak di Indonesia antara lain:

  1. Gangguan ke situs pemerintah dan layanan publik yang memanfaatkan Cloudflare untuk distribusi konten dan proteksi keamanan.

  2. Lambatnya akses ke situs e-commerce, media, dan startup lokal, terutama yang mengandalkan caching dan optimasi jaringan Cloudflare untuk melayani pengguna dari berbagai daerah.

  3. Risiko kehilangan kepercayaan pengguna dan mitra global, jika langkah pemutusan dilakukan mendadak tanpa transisi teknis yang memadai.

Dalam beberapa wawancara, Alexander Sabar bahkan menyarankan agar pengelola situs di Indonesia mulai menyiapkan skenario alternatif, termasuk mempertimbangkan penyedia infrastruktur selain Cloudflare jika perusahaan tersebut tetap tidak mau mematuhi regulasi Komdigi. Pesan itu secara tidak langsung menegaskan bahwa ancaman sanksi administratif hingga pemutusan akses tidak boleh dianggap basa-basi.

Di sisi lain, Komdigi juga menegaskan bahwa langkah tegas terhadap Cloudflare bukan berarti negara menutup diri dari teknologi global. Yang diminta adalah kepatuhan pada aturan main lokal dan kesediaan penyedia untuk ikut menjaga ruang digital Indonesia dari praktik ilegal seperti judi online.


Arah Kebijakan Komdigi dan Saran bagi Pengguna

Sejak resmi berganti nama dari Kominfo menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), kementerian ini membawa pesan politik yang jelas: transformasi digital akan menjadi tema utama pemerintahan, termasuk dari sisi regulasi dan keamanan ruang siber. Menkomdigi Meutya Hafid berkali-kali menekankan bahwa tugas Komdigi bukan hanya memperluas konektivitas, tetapi juga memastikan ruang digital lebih bersih dari judi online dan pelanggaran aturan.

Dalam kasus Cloudflare, Komdigi memilih pendekatan yang menggabungkan ajakan kerja sama dan ancaman tegas. Di satu sisi, kementerian memanggil Cloudflare untuk dialog, meminta klarifikasi, dan mendorong pendaftaran PSE sebagai bentuk komitmen. Di sisi lain, Komdigi secara terbuka mengingatkan bahwa sanksi administratif hingga pemutusan akses adalah opsi yang sah secara hukum bila imbauan tidak diindahkan.

Beberapa media internasional mencatat bahwa Komdigi memposisikan kasus ini sebagai bagian dari agenda lebih besar, yaitu menegakkan kedaulatan digital dan menekan ekonomi judi online yang merugikan masyarakat. Cloudflare sendiri, menurut laporan The Jakarta Post dan Tech in Asia, sejauh ini baru merespons dengan pernyataan umum mengenai komitmen terhadap kepatuhan regulasi di negara tempat mereka beroperasi, tanpa mengumumkan langkah konkret yang spesifik untuk Indonesia.

Bagi pemilik situs, perusahaan, maupun pengembang di Indonesia, situasi ini seharusnya menjadi alarm dini. Beberapa langkah yang mulai banyak disarankan pengamat antara lain:

Pada akhirnya, langkah Komdigi terhadap Cloudflare akan menjadi ujian besar bagi konsistensi kebijakan digital Indonesia. Jika Komdigi berhasil memaksa raksasa infrastruktur global seperti Cloudflare untuk tunduk pada aturan lokal tanpa menimbulkan kekacauan besar di ekosistem digital, posisi Indonesia sebagai pasar yang dihormati dan diperhitungkan di mata perusahaan teknologi dunia justru bisa menguat. Namun jika transisi tidak tertata, risiko gejolak kepercayaan dan gangguan layanan bisa menjadi bumerang.

Yang jelas, sinyalnya sudah sangat terang: Komdigi tidak segan memakai seluruh instrumen yang dimilikinya, mulai dari sanksi administratif sampai pemutusan akses, untuk menegakkan aturan PSE dan membersihkan ruang digital dari praktik yang dianggap merugikan publik.

Sumber: The Jakarta Post

Exit mobile version