Lintas Fokus – Di tengah kelangkaan bensin non-subsidi yang menghantam SPBU swasta sejak pertengahan Agustus, sejumlah laporan menyebut Shell Indonesia merumahkan sebagian pekerja di jaringan SPBU-nya. Manajemen mengakui adanya “penyesuaian operasional” akibat stok bensin yang tidak lengkap di banyak lokasi. Beberapa media arus utama melaporkan penyesuaian jam kerja, pengurangan hari kerja, hingga perumahan karyawan secara sementara, sembari layanan non-bahan bakar tetap berjalan. Fakta-fakta ini memantik pertanyaan besar: sejauh apa dampaknya bagi pekerja, konsumen, dan arah bisnis ritel Shell di Indonesia.
Apa yang Terjadi di Lapangan
Sejak awal September, antrian dan penutupan nozzle di SPBU swasta kian sering terlihat, terutama di jaringan Shell dan BP-AKR. Bloomberg mencatat beberapa SPBU Shell dan BP di Indonesia kehabisan produk bensin akibat pembatasan impor, sementara Reuters menegaskan pemerintah merespons dengan mengundang para distributor swasta untuk membahas pasokan. Kondisi ini memperlihatkan gangguan pasokan yang bukan semata karena lonjakan permintaan, melainkan factor pasokan dan kebijakan impor yang mengetat.
Di level operasional, Shell Indonesia menyatakan produk bensin seperti Shell Super, V-Power, dan V-Power Nitro+ tidak tersedia di sejumlah titik. Agar operasional tetap berjalan dan pelanggan tetap terlayani, perusahaan melakukan penyesuaian jam operasional serta komposisi tim di lapangan. Penjelasan resmi ini ditegaskan kembali oleh Presiden Direktur & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, yang mengatakan perusahaan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan untuk memulihkan pasokan.
Langkah Resmi Shell Indonesia
Di tengah ramainya kabar PHK, pemberitaan menyebut manajemen Shell Indonesia melakukan penyesuaian yang mencakup pengurangan jam kerja, pengurangan hari kerja, hingga merumahkan sementara sebagian pekerja di titik-titik yang terdampak paling berat. Formulasi kebijakan ini, yang lazim dipakai perusahaan saat pasokan inti terganggu, bertujuan menahan biaya tanpa menutup layanan yang masih bisa berjalan seperti minimarket Shell Select, pengisian daya Shell Recharge, bengkel, dan penjualan pelumas. Penekanan “sementara” penting dicatat karena statusnya terkait langsung dengan pemulihan suplai bensin.
Pemerintah juga bergerak. Menteri Investasi yang merangkap Plt. Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, meminta operator swasta berkolaborasi dengan Pertamina agar pasokan lebih terjaga. Ia menyebut alokasi kuota impor untuk badan usaha swasta tahun ini lebih tinggi sekitar 10 persen dibanding 2024, sebuah sinyal bahwa ruang kebijakan sebenarnya tersedia untuk memperbaiki kelangkaan di pompa. Arahan kolaborasi ini diproyeksi menjadi jembatan sementara sembari impor dan distribusi tersinkronisasi.
Dampak ke Konsumen dan SPBU Swasta
Bagi konsumen, dampak paling terasa adalah terbatasnya pilihan RON menengah hingga tinggi di SPBU-SPBU non-pertamina. Banyak pengendara berpindah ke SPBU lain atau menurunkan pilihan oktan, yang berpotensi memengaruhi performa kendaraan dan biaya harian. Di sisi hulu ritel, SPBU swasta yang selama ini menjadi alternatif kompetitif harus menekan biaya operasional ketika bensin intinya kosong. Penyesuaian tenaga kerja di lapangan oleh Shell Indonesia adalah konsekuensi langsung dari kekosongan produk inti, bukan karena perubahan strategi permanen di sisi layanan pelanggan.
Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan hingga kini belum menerima laporan resmi terkait PHK massal di jaringan SPBU swasta. Ini penting untuk membedakan rumor dengan proses hukum ketenagakerjaan yang semestinya. Jika ada pekerja yang terdampak dan merasa dirugikan, saluran pelaporan tetap terbuka. Dengan demikian, istilah “merumahkan” sementara perlu dibedakan dari pemutusan hubungan kerja permanen.
Ke Mana Arah Bisnis Ritel Shell
Konteks besar yang tidak boleh dilewatkan adalah restrukturisasi bisnis ritel Shell di Indonesia. Pada 23 Mei 2025, Shell sepakat melepas kepemilikan bisnis SPBU ke joint venture Citadel Pacific Limited dan Sefas Group. Transaksi ini meliputi sekitar 200 SPBU dan fasilitas penyimpanan BBM di Gresik, dengan rencana penyelesaian pada tahun berikutnya. Merek Shell akan tetap hadir melalui skema lisensi, sementara bisnis pelumas tetap menjadi pilar utama Shell di Indonesia. Dalam masa transisi, gangguan pasokan makin menantang, namun arah strategisnya jelas: mempertahankan merek di ritel melalui lisensi dan memperkuat portofolio pelumas.
Bila koordinasi pemerintah, Pertamina, dan operator swasta berjalan efektif, perbaikan pasokan seharusnya meredakan tekanan operasional. Kombinasi penambahan kuota impor, opsi agregasi impor melalui Pertamina, dan pembukaan jalur pasokan baru bisa memulihkan ketersediaan bensin RON tinggi di SPBU non-pertamina. Pada gilirannya, Shell Indonesia diharapkan menarik kembali pekerja yang semula dirumahkan sementara untuk menormalkan jam operasional dan layanan.
Wajib Tahu:
Shell tetap menggarap bisnis pelumas di Indonesia dengan kapasitas pabrik pencampur hingga sekitar 300 juta liter per tahun, sementara fasilitas grease masih dalam pengembangan. Fakta ini menjelaskan mengapa layanan non-bahan bakar di jaringan SPBU tetap dibuka saat bensin langka.
Ringkasan Terkini
Penyesuaian operasional di jaringan SPBU Shell Indonesia dilakukan karena stok bensin yang tidak lengkap, termasuk penyesuaian jam operasi dan penugasan tim. Beberapa laporan menyebut perumahan sementara sebagian pekerja.
Pemerintah meminta operator swasta berkolaborasi dengan Pertamina dan menyatakan kuota impor 2025 untuk swasta naik sekitar 10 persen ketimbang 2024.
Kemnaker menyebut belum menerima laporan resmi PHK massal terkait isu ini.
Arah bisnis ritel Shell: penjualan jaringan SPBU ke JV Citadel Pacific dan Sefas Group, merek Shell tetap hadir lewat lisensi, bisnis pelumas tetap prioritas.
Sumber: Detikfinance