Lintas Fokus – Pasar modal Indonesia kembali memanas. Kali ini perhatian investor ritel dan institusi tertuju ke Superbank, bank digital yang resmi masuk tahap book building untuk penawaran umum perdana sahamnya. Di laman resmi e-IPO, PT Super Bank Indonesia Tbk tercatat dengan kode saham SUPA, sektor Financials, dan status sudah berada di kolom Book Building.
Superbank bukan nama asing di dunia keuangan digital. Bank ini merupakan transformasi dari Bank Fama Internasional yang diakuisisi Emtek Group, lalu berpartner dengan Grab dan Singtel, dan belakangan diperkuat masuknya KakaoBank sebagai bagian konsorsium. Rebranding menjadi Superbank pada 2023 menandai pergeseran penuh ke model bank digital yang mengandalkan ekosistem teknologi dan aplikasi super seperti Grab dan OVO.
Masuknya Superbank ke tahap book building menegaskan bahwa rencana IPO yang sebelumnya hanya beredar melalui bocoran prospektus dan rumor pasar kini sudah naik kelas menjadi aksi resmi. Di e-IPO tertulis jelas periode penawaran awal 25 November sampai 1 Desember 2025, dengan rentang harga indikatif Rp525 sampai Rp695 per saham dan total saham yang ditawarkan sekitar 44.066.123 lot atau 4,4 miliar saham, setara 13 persen dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO.
Bagi investor, kombinasi brand yang kuat, dukungan pemegang saham kelas dunia, dan status sebagai bank digital berbasis ekosistem membuat Superbank langsung disejajarkan sebagai salah satu calon “saham primadona” akhir tahun. Namun, di balik euforia itu, penting untuk membedah angka dan fakta secara lebih dalam, bukan sekadar ikut ramai mendaftar di masa penawaran awal.
Fondasi Bisnis dan Kinerja Terbaru Bank Digital Ini
Secara model bisnis, bank digital ini mengincar segmen yang selama ini sering disebut underbanked dan unbanked, termasuk UMKM. Strategi Superbank adalah menempel di platform keseharian pengguna, seperti aplikasi Grab dan dompet digital OVO, lalu menawarkan tabungan, kredit, dan produk simpanan lain yang diakses langsung dari ponsel.
Portofolio produk tabungannya terdiri dari Tabungan Utama sebagai rekening inti, Saku by Superbank sebagai tabungan fleksibel, Celengan sebagai tabungan otomatis, serta deposito berjangka dengan imbal hasil kompetitif. Pendekatan ini didesain agar pengguna yang baru pertama kali berhubungan dengan bank dapat naik kelas secara bertahap, mulai dari menabung kecil hingga mengelola deposito.
Dari sisi pemegang saham, porsi asing di Super Bank Indonesia cukup dominan. Emtek memegang porsi terbesar, disusul entitas Grab, Singtel Alpha Investments, dan KakaoBank yang menguasai sekitar 10 persen. Laporan terbaru menyebut sekitar setengah kepemilikan bank ini digenggam institusi asing dari Singapura hingga Korea Selatan, sementara sisanya dikuasai grup lokal dan publik.
Bagaimana kinerja keuangannya? Menjelang Superbank masuk book building, kinerja kuartal III 2025 yang dipublikasikan menunjukkan lonjakan signifikan. Laba sebelum pajak tercatat sekitar Rp80,9 miliar, berbalik dari rugi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan bunga bersih tumbuh lebih dari 170 persen secara tahunan, sementara penyaluran kredit melonjak sekitar 80 persen dibanding tahun lalu.
Pertumbuhan ini tidak lepas dari strategi penyaluran kredit konsumsi dan UMKM berbasis data, memanfaatkan jejak transaksi di ekosistem Grab dan OVO. Dengan basis nasabah yang diklaim telah menembus jutaan pengguna dan jaringan kanal digital yang meluas, Superbank berusaha memposisikan diri sebagai bank digital “multi-ekosistem” yang tidak hanya hidup di satu aplikasi, melainkan hadir di berbagai platform harian masyarakat.
Wajib Tahu:
Superbank tercatat sebagai salah satu bank digital di Indonesia yang didukung empat raksasa regional sekaligus: Emtek dari Indonesia, Grab dan Singtel dari Singapura, serta KakaoBank dari Korea Selatan, kombinasi pemegang saham yang jarang dimiliki bank lain di Tanah Air.
Detail Book Building, Harga Saham, dan Rencana Dana IPO Superbank
Tahap book building menjadi pintu masuk utama bagi calon investor untuk menilai valuasi awal Superbank. Di e-IPO, periode book building dicatat berlangsung 25 November sampai 1 Desember 2025 dengan rentang harga Rp525 sampai Rp695 per saham. Dengan jumlah maksimal 4,4 miliar saham atau 13 persen modal, Superbank berpotensi menghimpun dana hingga sekitar Rp3,06 triliun di kisaran harga teratas.
Setelah masa penawaran awal berakhir, jadwal penting berikutnya yang perlu dicatat investor adalah tanggal efektif dari OJK yang diproyeksikan pada 8 Desember 2025, masa penawaran umum pada 10 sampai 15 Desember 2025, penjatahan pada 15 Desember, dan rencana pencatatan perdana saham SUPA di Bursa Efek Indonesia pada 17 Desember 2025.
Dana hasil IPO Superbank akan diarahkan terutama untuk mendukung ekspansi bisnis inti. Dalam ringkasan prospektus dan berbagai publikasi, manajemen menyatakan sekitar 70 persen dana IPO akan digunakan sebagai modal kerja, terutama untuk penyaluran kredit. Sisanya sekitar 30 persen digunakan untuk belanja modal, termasuk penguatan infrastruktur teknologi informasi, pengembangan sistem dan produk digital, serta investasi di keamanan siber dan data analytics.
Dari sisi struktur penjamin emisi, nama yang terlibat juga tidak sembarangan. Sejumlah laporan internasional menyebut Mandiri Sekuritas, CLSA Sekuritas Indonesia, Trimegah Sekuritas Indonesia, dan Sucor Sekuritas masuk dalam jajaran underwriter penawaran saham Superbank. Keterlibatan nama-nama besar di bisnis broker dan investment banking ini diharapkan mampu menjaga kelancaran distribusi saham dan stabilitas harga di pasar sekunder awal.
Bagi investor ritel, rentang harga Rp525 sampai Rp695 per saham menempatkan Superbank di area yang masih bisa dijangkau, meskipun untuk tiket investasi yang lebih besar tetap dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Tantangannya adalah menilai apakah valuasi tersebut sepadan dengan potensi pertumbuhan laba dan ekspansi pinjaman di tengah kompetisi bank digital yang juga agresif.
Risiko, Peluang, dan Cara Menyikapi IPO Bank Digital Baru
Di tengah euforia pemberitaan, penting untuk menempatkan IPO Superbank secara seimbang. Peluangnya jelas besar. Bank ini didukung pemegang saham yang kuat, memiliki akses ke salah satu ekosistem digital terbesar di kawasan, dan sudah membuktikan diri mulai berbalik untung. Kinerja kuartal III yang positif, pertumbuhan kredit yang tinggi, dan basis nasabah yang terus melebar memberi narasi bahwa model bisnisnya mulai menemukan skala yang tepat.
Namun, setiap peluang selalu berdampingan dengan risiko. Pertama, persaingan bank digital di Indonesia semakin ketat. Selain Superbank, sudah ada beberapa pemain bank digital lain yang juga agresif memperebutkan nasabah ritel dan UMKM dengan promosi bunga tinggi, cashback, serta integrasi di ekosistem e-commerce. Margin bunga bersih yang sekarang tumbuh bisa tertekan jika persaingan promo tidak dikelola dengan disiplin.
Kedua, ketergantungan pada ekosistem mitra seperti Grab dan OVO membawa keuntungan jaringan, tetapi juga risiko konsentrasi. Perubahan kebijakan di level aplikasi, regulasi fintech, atau dinamika bisnis pemegang saham besar bisa berdampak pada strategi akuisisi dan retensi pengguna Superbank.
Ketiga, dari sisi valuasi, investor perlu membandingkan price to book value dan potensi pertumbuhan laba Superbank dengan bank digital lain serta bank konvensional yang sudah lebih mapan. Meski prospektus dan analisis pihak ketiga menyebut potensi dana yang dihimpun dan struktur pemanfaatannya, keputusan membeli di book building atau menunggu di pasar sekunder tetap sebaiknya berangkat dari perhitungan pribadi, bukan sekadar fear of missing out.
Cara menyikapi IPO ini dapat berbeda untuk setiap profil investor. Trader jangka pendek mungkin tertarik pada potensi momentum di hari-hari awal listing, apalagi jika animo book building tinggi. Investor jangka menengah bisa melihat Superbank sebagai cara mengambil eksposur pada tren bank digital dan penetrasi kredit berbasis data di Indonesia. Sementara itu, investor konservatif mungkin memilih menunggu satu atau dua laporan keuangan pasca-IPO untuk melihat konsistensi pertumbuhan dan kualitas aset.
Yang jelas, masuknya Superbank ke tahap book building menandai babak baru persaingan bank digital di BEI. Jika berhasil mengelola dana IPO dengan disiplin, menjaga kualitas kredit, dan terus memanfaatkan kekuatan ekosistem, Superbank berpeluang menjadi salah satu emiten keuangan yang diperhitungkan dalam jangka panjang. Bagi investor ritel, inilah saatnya membaca prospektus dengan teliti, mencermati angka, dan menentukan apakah saham SUPA layak masuk ke dalam keranjang portofolio pribadi.
Sumber: e-IPO
