29 C
Jakarta
Monday, June 30, 2025
HomeBeritaGelombang Kasus Baru KPK Ungkap Celah Sistemik

Gelombang Kasus Baru KPK Ungkap Celah Sistemik

Date:

Related stories

Bank Syariah Muhammadiyah Lahir: Gebrakan Dahsyat Finansial Halal 2025

Lintas Fokus - Ketukan palu dari Dewan Komisioner Otoritas...

Rating “Jatuh Bebas”: Drama Balasan Netizen RI di Hutan Amazon

Lintas Fokus - Hujan bintang satu melanda hutan Amazon—bukan...

Keuntungan “Langsung Terasa” dari Skema Subsidi Tepat LPG 2025

Lintas Fokus - Pertengahan tahun ini pemerintah memastikan transformasi...

Tarif Listrik 2025 Tetap: Kado Tenang atau Alarm Hemat Energi?

Lintas Fokus - Begitu sirene semester II 2025 berbunyi,...

“Thunder at the Cathedral!” MotoGP Belanda 2025 Nyala Sebelum Lampu Start

Lintas Fokus - Assen kembali membuktikan julukannya sebagai Katedral...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Enam bulan pertama 2025 menegaskan bahwa KPK masih menjadi poros pemberantasan korupsi, meski riak politik dan keterbatasan kewenangan terus menekan. Setelah operasi senyap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) tahun lalu, lembaga antirasuah kembali memanggil 22 saksi dalam rentang 16–19 Juni dan menahan 10 tersangka baru. Hampir bersamaan, publik dikejutkan penyidikan dugaan gratifikasi Rp 17 miliar di lingkungan MPR—kasus yang disambut dukungan terbuka pimpinan lembaga tinggi negara.

Data Tempo menunjukkan sedikitnya 14 surat perintah penyidikan (sprindik) terbit sejak Januari; tiga di antaranya menyasar dana hibah daerah, satu menjerat penyelenggara pemilu tingkat provinsi. Fenomena ini memicu tanya: apakah lonjakan sprindik merupakan respons atas kritik publik soal performa pasca-revisi UU 2019, atau sinyal kebangkitan kelembagaan?

Di balik angka, setiap sprindik berarti asa jutaan warga—bahwa uang publik akhirnya menemukan keadilan.

Revisi UU KPK dan Tarik Ulur Politik

Isu paling panas justru berada di Senayan. Ketua Komisi III DPR, Bambang “Pacul” Wuryanto, kembali membuka peluang revisi UU KPK dengan dalih “banyak komplain tentang kewenangan Dewas”. Polemik ini memanggungkan dua kutub: kubu reformasi yang ingin mengembalikan independensi penuh, dan kubu pragmatis yang menilai pencegahan cukup lewat penguatan sistem pemerintahan.

Di ruang publik, eks penyidik senior Novel Baswedan menuding upaya revisi adalah proyek lama untuk “menumpulkan taring” KPK. Sementara pakar tata negara UI, Prof. Zainal Arifin Mochtar, menekankan logika checks and balances: “Bila Dewas dianggap menghambat, solusinya bukan memangkas wewenang lembaga, melainkan memperkuat mekanisme etik.”

Ironisnya, survei Indikator Politik rilis Mei 2025 menunjukkan kepercayaan publik terhadap KPK masih bertengger di 72 %, jauh di atas lembaga penegak hukum lain. Artinya, dorongan revisi UU berpotensi memantik resistensi, terutama di kalangan pemilih muda digital-native yang menilai transparansi sebagai harga mati.

OTT KPK: Tren Menurun atau Strategi Berubah?

Statistik resmi mencatat hanya tiga operasi tangkap tangan (OTT) selama semester pertama 2025, turun dibanding rerata enam tahunan periode 2016-2019. Kritikus membaca ini sebagai kemunduran; Jubir KPK Tessa Mahardika menampiknya: “OTT kini berbasis intelijen digital; ketika bukti kuat, penetapan tersangka bisa langsung tanpa drama penangkapan.” Klaim itu tecermin pada kasus OTT dana hibah Sumsel: penyidik memasang plang sitaan di sembilan aset senilai Rp 42 miliar, padahal penangkapan terjadi setahun silam.

Di sisi lain, indeks plea bargaining meningkat—13 tersangka memilih bekerja sama mengembalikan kerugian negara guna mendapat keringanan vonis. Praktik yang dulu hanya lazim di peradilan tipikor AS tersebut dianggap terobosan: “Restoratif, cepat, dan menghemat APBN,” kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Oce Madril. Namun ia mengingatkan risiko moral hazard jika tidak diiringi denda berlapis dan publikasi transparan.

Masa Depan KPK di Era Digital Antikorupsi

Ke depan, relevansi KPK bakal ditentukan oleh tiga inovasi. Pertama, big-data forensics—pilot project bersama BSSN untuk menambang transaksi mencurigakan 3,8 juta rekening pejabat. Kedua, portal Whistleblower 2.0 dengan enkripsi end-to-end yang dijadwalkan rilis Agustus 2025. Ketiga, kemitraan dengan OJK untuk menutup celah pencucian uang lewat kripto. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyebut sinergi ini “tonggak emas” karena nilai transaksi aset digital ilegal melonjak 240 % dalam dua tahun.

Tetapi transformasi digital sia-sia tanpa perlindungan sumber daya manusia. Sejak revisi UU, 308 pegawai beralih status, sebagian mengeluh stagnasi karier. Pemerhati antikorupsi Emerson Yuntho menuntut Kepres baru yang memastikan jalur pengembangan kompetensi setara ASN Kemenkeu – sebagai prasyarat mempertahankan talenta investigasi siber.

Bila ketiga inovasi terimplementasi, KPK berpotensi menggandakan rasio pemulihan aset dari 67 % menjadi 80 % pada 2026. Target itu sejalan Rencana Aksi Nasional Pencegahan Korupsi jilid IV—dokumen lintas-kementerian yang menempatkan digitalisasi pengawasan belanja publik sebagai prioritas nomor satu.


Kesimpulan
Tahun 2025 mendesak KPK berjalan di tali tipis: memperbanyak gebrakan hukum tanpa terseret arus revisi politik. Gelombang kasus baru, tarik-menarik substansi UU, hingga strategi OTT senyap menunjukkan dinamika tinggi. Namun harapan tetap terpelihara—selama lembaga ini mau beradaptasi digital, menjaga integritas pegawai, dan membuka diri pada akuntabilitas publik. Mampukah KPK menjawab tantangan? Catatan semester satu menyiratkan optimisme yang terukur: taring belum tumpul, meski tekanan kian keras.

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here