Lintas Fokus – Hujan tipis membasahi Jalan Basuki Rahmat ketika, pukul 10.20 WIB, teriakan pengunjung memecah musik latar Tunjungan Plaza 4. Beberapa saksi melihat seorang pria berdiri di koridor lantai 5, tangan menimang pagar kaca, tatapan kosong ke atrium. Selang tiga menit ia memanjat pembatas setinggi dada, melempar ransel ke belakang, lalu menjatuhkan diri. Tubuhnya menghantam lantai marmer atrium di depan gerai kosmetik Korea—dentuman berat yang membuat troli belanja bergetar. Petugas keamanan mal menutup area dengan partisi portabel, memindahkan pengunjung, dan menghubungi Command Center 112 Surabaya. Ambulans RSU dr Soetomo tiba delapan menit kemudian, tetapi dokter jaga menyatakan korban meninggal di tempat.
Peristiwa mengerikan ini terekam kamera CCTV internal dan—meski video tak dipublikasikan—polisi memastikan tidak ada dorongan pihak ketiga. Nama korban teridentifikasi lewat sidik jari sebagai A. (34), warga Sinjai Utara, Sulawesi Selatan. Polisi menemukan tiket bus dan nota hotel kapsul di Embong Malang yang menunjukkan ia baru tiba di Surabaya dua hari sebelumnya.
Investigasi Polisi di Tunjungan Plaza Menguak Motif
Unit Inafis Polrestabes Surabaya bersama Polsek Tegalsari mensterilkan koridor lantai 5 Tunjungan Plaza selama dua jam. Hasil olah TKP menemukan retakan mikro pada pinggir pagar kaca—bukan karena kualitas kaca, melainkan benturan sepatu korban saat memanjat. Di dalam ransel hanya ada pakaian ganti, charger, slip transfer Rp 150 ribu, dan ponsel berisi riwayat utang daring yang menumpuk. Dari pesan WhatsApp: “Maaf, aku tak sanggup bayar cicilan.”
Autopsi di RS Bhayangkara mencatat cidera fatal: fraktur basis tengkorak, ruptur aorta, dan patah tulang femur. Tes toksikologi negatif alkohol dan narkotika. Kapolsek kompol Johanes menyatakan, “Indikasi kuat bunuh diri bermotif ekonomi; tidak ada luka pertahanan.”
Pihak keluarga di Sinjai dihubungi via Pemda setempat dan menerima kabar duka dengan shock. Komunitas perantau Sulsel di Surabaya menggalang donasi Rp 12 juta untuk pemulangan jenazah.
Imbas Keamanan Tunjungan Plaza bagi Dunia Ritel
Manajemen Tunjungan Plaza—yang mengelola enam gedung di kompleks tersebut—merilis pernyataan belasungkawa, sekaligus memaparkan bahwa pagar kaca lantai 5 telah mematuhi SNI 03-1727-2020 (daya tahan 1,2 kN/m). Meski demikian, mereka menutup sebagian atrium selama 36 jam demi audit struktural oleh Sucofindo. APPBI Jawa Timur segera mengedarkan surat edaran: semua mal anggota diwajibkan meningkatkan patroli floor walker, memasang kamera pandang lebar di koridor sunyi, dan menambah rambu hotline kesehatan mental.
Pengamat arsitektur ITS Dr Aditya Prima menilai desain atrium bertingkat dengan pagar kaca transparan memang menawan, tetapi “memberi akses visual sekaligus peluang aksi fatal”. Ia menyarankan pemasangan invisible net setinggi satu meter di bawah pagar—solusi estetis yang sudah diterapkan di Jewel Changi, Singapura, pasca‐kasus serupa 2021.
Dampak ekonomi segera terasa: NielsenIQ melaporkan footfall Tunjungan Plaza turun 9 % pada akhir pekan pasca-insiden, terutama segmen keluarga. Namun reputasi mal diprediksi pulih jika rencana pemasangan jaring keselamatan, training gatekeeper karyawan, dan kampanye #SafeMallTP yang diluncurkan di Instagram terlaksana dalam satu bulan.
Trauma pelanggan kerap bertahan lebih lama daripada bekas retak lantai.
Pelajaran Publik dari Tragedi Tunjungan Plaza
Psikolog klinis dr Rika Savitri, Sp.KJ, membeberkan data: kunjungan pasien depresi di Surabaya naik 27 % pasca-pandemi. Tekanan ekonomi, isolasi sosial, dan FOMO media digital menjadi “koktail putus asa” yang—tanpa penyangga—mudah berujung tindakan fatal di ruang publik seperti Tunjungan Plaza.
Dinas Kesehatan Surabaya merespons dengan rencana Mental Health Booth di tiga pusat belanja besar. Program pilot berlangsung Agustus 2025, bekerja sama Fakultas Psikologi UNAIR. Booth menyediakan skrining singkat, konseling awal, dan hotline 24 jam.
Kehilangan satu nyawa menyisakan pertanyaan: siapa yang bertanggung jawab mengawasi sinyal bahaya? Menurut dr Rika, karyawan mal perlu pelatihan melihat tanda depresi: berkeliaran tanpa tujuan, menatap pagar kaca lama, atau memegang railing sambil menunduk. APPBI sepakat memasukkan modul Suicide First Aid dalam SOP keamanannya.
Sementara itu, warganet Surabaya menggagas #JagaSesama—tagar yang mengajak pengunjung saling menyapa dan melaporkan perilaku mencurigakan ke petugas. Meski terdengar sederhana, intervensi personal terbukti menurunkan angka percobaan bunuh diri di Jembatan Ampera Palembang hingga 18 % sejak 2023.
Kesimpulan
Insiden Tunjungan Plaza bukan sekadar berita duka; ia cermin kerentanan sosial di tengah gemerlap ritel modern. Investigasi polisi mengarah pada motif ekonomi, sementara pengelola dan asosiasi mal berlomba memperkuat infrastruktur fisik dan psikologis. Pada akhirnya, mencegah tragedi serupa tak hanya soal kaca lebih tinggi, tetapi juga mata dan hati lebih peka—baik oleh petugas keamanan, pengunjung, maupun masyarakat digital. Jika perubahan itu terwujud, mal legendaris Surabaya ini akan kembali menjadi simbol kebanggaan kota, bukan kenangan luka.
Sumber: IDN