28.6 C
Jakarta
Saturday, July 26, 2025
HomeUncategorizedPrancis Akui Palestina: GelombangBaru Pengakuan Global

Prancis Akui Palestina: GelombangBaru Pengakuan Global

Date:

Related stories

Logo 80 Tahun Indonesia: Filosofi, Kritik, dan Dampaknya

Lintas Fokus - Ketika layar LED Istana Bogor menyorot...

Kontroversi Ferry Irwandi soal Filsafat Tidak Implikatif

Lintas Fokus - Gelombang debat berderu di linimasa X...

Shunsaku Tamiya Wafat: Kiprah Raja Mini 4WD & Kit Plastik

Lintas Fokus - Ketika sirene pagi 18 Juli 2025 bergaung...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Tiga kata—Prancis Akui Palestina—meluncur dari mulut Presiden Emmanuel Macron pada 25 Juli 2025 dan langsung mengguncang percaturan Timur Tengah. Paris menjadi anggota G7 pertama yang siap meresmikan pengakuan kedaulatan Palestina di Sidang Umum PBB September nanti. Seketika, gelombang dukungan dan kecaman datang beruntun: Israel bereaksi keras, Amerika Serikat menilai langkah itu “kontraproduktif”, sementara dunia Arab menyambut hangat. Di tengah hiruk‑pikuk, Presiden AS Donald Trump melontarkan komentar sinis bahwa keputusan Macron “tak akan mengubah apa‑apa”.


Dampak Ekonomi dan Politik Global Setelah Pengumuman Prancis Akui Palestina

Pengakuan formal Prancis memiliki bobot strategis. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan jangkar diplomasi Uni Eropa, Paris memberi dorongan besar bagi upaya Palestina meraih status negara penuh—status yang selama ini tertahan veto AS. Analis Washington Post memprediksi legitimasi baru ini bakal memperkuat posisi tawar Palestina di forum multilateral seperti Bank Dunia dan Mahkamah Pidana Internasional.

Bagi Israel, pengakuan Prancis dipandang “menghadiahi teror” dan berisiko memperkeruh negosiasi keamanan. Tel Aviv bahkan menunda kunjungan Menteri Luar Negeri Prancis hingga batas waktu yang belum ditentukan. Di Eropa, Brussels kini dihadapkan pada dua arus: kubu pendukung—Irlandia, Norwegia, Spanyol, Slovenia—yang sudah lebih dulu mengakui Palestina, versus kubu hati‑hati Berlin dan London yang khawatir mencederai hubungan trans‑Atlantik. Bursa Eropa pun sempat berfluktuasi ringan; saham industri pertahanan Prancis naik 1,4% karena spekulasi kontrak keamanan baru di Timur Tengah.

Bagaimana dengan ekonomi Palestina? Bank Dunia menilai pengakuan de jure saja tidak cukup; diperlukan paket rekonstruksi USD 15 miliar untuk infrastruktur Gaza–Tepi Barat. Paris mengisyaratkan kesediaan memimpin konsorsium donor—syaratnya, Otoritas Palestina harus mereformasi tata kelola, sementara Hamas wajib mundur dari bidang keamanan.


Daftar Negara yang Mengesahkan Palestina Usai Langkah Prancis Akui Palestina

Sejak deklarasi Palestina pada 1988, lebih dari 140 negara telah memberikan pengakuan. Gelombang terbaru datang dari Eropa. Berikut peta singkat pasca‑pengumuman Prancis Akui Palestina:

KawasanNegara Kunci & Tahun Pengakuan
EropaIrlandia (2023), Norwegia (2024), Spanyol (2024), Slovenia (2025), Prancis (2025)
AsiaIndonesia (1988), India (1988), Tiongkok (1988), Jepang (2024)
AfrikaMesir (1988), Afrika Selatan (1995), Nigeria (2014)
Amerika LatinBrasil (2010), Argentina (2010), Chili (2011)

Pengamat menilai sorotan kini tertuju pada London dan Berlin. PM Inggris Keir Starmer mendapat tekanan fraksi Partai Buruh agar “mengikuti jejak Prancis”. Juru bicara pemerintah Jerman menyatakan belum ada rencana jangka pendek, namun tidak menutup kemungkinan jika perdamaian dua negara mendapat peta jalan jelas. Negara‑negara Teluk—Arab Saudi, UEA, dan Qatar—pun menyebut keputusan Paris sebagai “katalis diplomasi damai”.


Respons Trump dan Washington Terhadap Keputusan Prancis Akui Palestina Terbaru

Di Washington, Gedung Putih menyebut langkah Paris “prematur” dan “bisa merusak proses mediasi AS”. Senator Marco Rubio bahkan menuduh tindakan itu “slap in the face” untuk korban serangan 7 Oktober. Namun Donald Trump mengambil jalur berbeda. Di Glasgow, ia mengatakan: “It doesn’t matter; it won’t change anything” sambil menyebut Macron “teman baik” meski “pernyataannya tidak berbobot”. Komentar tersebut memicu cuitan balasan dari kubu Demokrat yang menuding Trump “mengecilkan harapan rakyat Palestina”.

Sikap Trump sejalan dengan pesan kampanye 2024‑nya: mendukung Israel tanpa kompromi. Ia menilai pengakuan unilateral justru memperkuat Hamas dan menghambat dialog keamanan. Di sisi lain, kubu Presiden Joe Biden—meski menolak langkah Prancis—menjaga nada diplomatis agar tidak meretakkan hubungan NATO. Beberapa pejabat State Department mengakui secara off‑the‑record bahwa “batu loncatan Paris” bisa saja membuka jalan paket rekonsiliasi ekonomi jika kondisi keamanan membaik.


Tantangan Implementasi Setelah Prancis Akui Palestina di Forum PBB Resmi

Pengakuan formal hanyalah pintu pertama. Tantangan berikutnya adalah implementasi di lapangan: blokade Gaza, permukiman di Tepi Barat, status Yerusalem, dan keamanan Israel. Paris menyiapkan “September Initiative”—peta jalan berisi:

  1. Demiliterisasi Hamas di Gaza dan transfer administrasi ke Otoritas Palestina.

  2. Moratorium permukiman Israel selama negosiasi 24 bulan.

  3. Dana rekonstruksi USD 15 miliar, dikoordinasi Bank Dunia dan didukung negara donor G20.

  4. Koridor Keamanan Yordan Valley, di bawah mandat PBB, untuk meyakinkan Tel Aviv.

Israel menolak syarat kedua, menyebutnya “ancaman terhadap warga sipil Yahudi”. Tanpa komitmen keamanan, analis menilai paket Paris sulit terealisasi. Namun Menteri Luar Negeri Prancis mengklaim sudah mendapatkan “lampu kuning” dari Berlin dan Bruxelles, sembari melobi Riyadh untuk membuka dompet rekonstruksi.

Wajib Tahu:

  • Prancis Akui Palestina diumumkan 25 Juli 2025; ratifikasi di UNGA September.

  • Lebih dari 140 negara kini mengakui Palestina—Prancis jadi anggota G7 pertama.

  • Trump menyebut langkah Macron “tak mengubah apa‑apa” sambil tetap mendukung Israel.


Keputusan Prancis Akui Palestina memecah kebuntuan Barat dan memaksa aktor global meninjau ulang strategi Timur Tengah. Entah disambut atau ditentang, langkah Paris menegaskan sebuah realitas: suara untuk kedaulatan Palestina tidak lagi eksklusif milik Selatan Global. Bola kini berada di tangan London, Berlin, dan—yang terpenting—Washington. Jika negara‑negara kunci menolak bergerak, pengakuan Prancis mungkin hanya berakhir simbolis; namun jika mereka mengikuti, maka peta diplomasi bakal bergeser permanen. Satu hal pasti, diskusi mengenai tanah suci ini tak akan lagi sama setelah Prancis berani mengetuk pintu sejarah.

Sumber: Reuters

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here