Lintas Fokus – Keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) menambah babak baru perkara kredit jumbo PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Nama Iwan Kurniawan Lukminto—Direktur Utama Sritex sejak 2023—ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan 20 hari di Rutan Salemba Cabang Kejari Jakarta Selatan. Penetapan ini disampaikan Direktur Penyidikan Jampidsus, Nurcahyo Jungkung Madyo, usai gelar perkara. Jaksa menyebut sangkaan mengacu UU Tipikor Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dengan masuknya nama ini, total pihak yang dijerat berjumlah 12 orang, termasuk unsur manajemen korporasi dan sejumlah pejabat perbankan daerah.
Dari keterangan resmi yang sudah dipublikasikan, kluster pembiayaan yang disorot adalah fasilitas kredit dari Bank BJB, Bank DKI, dan Bank Jateng kepada Sritex dan entitasnya. Di tahap penyidikan, aparat menduga terjadi penyimpangan prosedur—mulai dari analisis kelayakan, mitigasi agunan, sampai penggunaan dana—yang kemudian diestimasi memicu kerugian negara sekitar Rp1,08 triliun. Pada sisi lain, Iwan Kurniawan Lukminto menegaskan akan menghormati proses hukum dan menyiapkan pembelaan; pembuktian menjadi panggung bagi aparat dan kuasa hukum untuk menguji argumen masing-masing di pengadilan.
Penetapan Tersangka: Inti Perkara & Pasal yang Dipakai
Kejagung menguraikan konstruksi awal: pemberian kredit multi-bank ke Sritex yang diduga tak memenuhi prinsip kehati-hatian (prudential) dan beririsan dengan keputusan internal korporasi di periode tertentu. Iwan Kurniawan Lukminto diseret karena dinilai memiliki fungsi pengendalian dan/atau turut serta dalam keputusan strategis yang berdampak pada aliran dana. Di tataran pasal, aparat menyiapkan dua jalur: Pasal 2 (memperkaya diri/orang lain/korporasi yang merugikan keuangan negara) atau Pasal 3 (penyalahgunaan kewenangan), keduanya dengan ancaman pidana berat serta perampasan aset berdasarkan Pasal 18 UU Tipikor.
Bagi publik, rumusan pasal ini penting dipahami: Pasal 2 menitikberatkan adanya kerugian negara plus keuntungan bagi pelaku/korporasi, sedangkan Pasal 3 fokus pada penyalahgunaan kewenangan pejabat/kepengurusan. Dengan demikian, ruang pembelaan Iwan Kurniawan Lukminto akan berputar pada dua poros: apakah unsur “melawan hukum/penyalahgunaan wewenang” terpenuhi, serta bagaimana benang merah antara keputusannya dengan timbulnya kerugian.
Profil Bisnis & Jejak Manajerial
Sritex berdiri dari tangan H.M. Lukminto dan berkembang menjadi salah satu raksasa tekstil di Asia Tenggara. Setelah era pendiri, pucuk kepemimpinan diisi generasi kedua. Iwan Setiawan Lukminto—kakak kandung—pernah memimpin sebagai Direktur Utama (2005–2022) sebelum beralih ke kursi Komisaris Utama, sementara Iwan Kurniawan Lukminto menempati jabatan Direktur Utama sejak Maret 2023 setelah bertahun-tahun berada di jajaran direksi. Latar pendidikan Iwan Kurniawan Lukminto tercatat di bidang bisnis (AS), dan ia dikenal mendorong efisiensi manufaktur serta diversifikasi pasar ekspor.
Di luar struktur internal, jejaring Sritex membentang ke pemasok benang, garmen, hingga pelanggan institusi luar negeri. Karena itulah, penetapan tersangka terhadap Iwan Kurniawan Lukminto menimbulkan resonansi bisnis—mulai dari pengelolaan arus kas, kepercayaan pemasok, sampai komunikasi dengan perbankan. Meski demikian, status tersangka bukan vonis bersalah; operasi korporasi lazimnya tetap berjalan dengan pengawasan compliance ketat, contingency plan likuiditas, dan reposisi fungsi manajerial bila diperlukan.
Kronologi Kasus Sritex: Dari Persetujuan Kredit hingga 12 Tersangka
Garis besar perkara yang dirangkum dari paparan resmi dan pemberitaan arus utama sebagai berikut. Pada 2025 awal, penyidik Jampidsus meningkatkan penyelidikan dugaan penyimpangan fasilitas kredit ke tahap penyidikan. Mei 2025, penangkapan dan penetapan tersangka dilakukan kepada beberapa pihak—termasuk Iwan Setiawan Lukminto. Pemeriksaan saksi bergulir, merentang dari pejabat kredit bank, auditor internal, hingga jajaran manajemen Sritex lintas periode. Di sepanjang proses, jaksa menyisir dokumen analisis kredit, perjanjian kredit, addendum, jaminan, serta bukti pencairan.
Setelah serangkaian gelar perkara, 13 Agustus 2025 Kejagung mengumumkan Iwan Kurniawan Lukminto sebagai tersangka ke-12 dan menahannya selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan. Tahap berikutnya lazim mencakup pendalaman aliran dana, pemeriksaan ahli manajemen risiko perbankan, dan penghitungan kerugian negara final oleh auditor negara. Bila berkas dinyatakan lengkap (P-21), perkara dilimpahkan ke penuntutan dan disidangkan. Di titik ini, ruang publik akan melihat secara utuh dokumen dakwaan serta alat bukti yang mengikat peran masing-masing pihak.
Langkah Hukum terhadap Iwan Kurniawan Lukminto
Berdasarkan praktik penanganan perkara sejenis, ada tiga skenario yang biasanya ditempuh penyidik dan penuntut. Pertama, penelusuran aset untuk memetakan potensi pemulihan kerugian negara—mulai dari freezing rekening hingga penyitaan aset terkait, sebelum dihadapkan pada mekanisme perampasan berdasarkan putusan. Kedua, pendalaman kesesuaian agunan: apakah nilai jaminan mengimbangi eksposur kredit atau justru menyisakan gap besar. Ketiga, uji tanggung jawab korporasi: apakah keputusan kredit memang merupakan kebijakan bisnis murni atau melampaui batas wajar sehingga memenuhi unsur pidana.
Pada sisi pembelaan, tim hukum Iwan Kurniawan Lukminto kemungkinan mengedepankan argumen business judgment rule, menyoroti dinamika pasar tekstil pasca-pandemi, lonjakan biaya energi, dan siklus ekspor yang fluktuatif. Namun, di ranah tipikor, dewan hakim akan menilai keterkaitan langsung antara keputusan bisnis, kewenangan, dan kerugian—sehingga pembuktian faktual menjadi penentu akhir. Apa pun hasilnya, publik berhak mendapat proses yang transparan dan berbasis dokumen, bukan asumsi.
Wajib Tahu:
Iwan Kurniawan Lukminto: Direktur Utama Sritex (sejak 2023), tersangka ke-12; ditahan 20 hari.
Kluster bank yang disorot: Bank BJB, Bank DKI, Bank Jateng.
Estimasi kerugian ±Rp1,08 triliun; pasal UU Tipikor Pasal 2/3 jo Pasal 18 dan Pasal 55 KUHP.
Iwan Setiawan Lukminto lebih dulu jadi tersangka pada Mei 2025.
Kesimpulan
Kasus Sritex memperlihatkan bagaimana simpul kredit korporasi—governance—akuntabilitas saling bertaut. Penetapan Iwan Kurniawan Lukminto sebagai tersangka membuat sorotan publik mengarah ke ruang rapat direksi dan meja komite kredit bank. Di sinilah pengadilan akan menjawab: apakah keputusan yang diambil adalah kebijakan bisnis yang keliru, atau penyalahgunaan kewenangan yang memenuhi unsur pidana. Hingga putusan jatuh, yang paling sehat adalah berpegang pada dokumen resmi dan mengikuti alur hukum—sebab kepastianlah yang dibutuhkan karyawan, pemasok, investor, dan masyarakat luas.
Sumber: VOI