33.4 C
Jakarta
Tuesday, August 26, 2025
HomeBeritaGugatan Raksasa yang Mengguncang: Angka 119 Triliun, Bukti, dan Ujian Reputasi

Gugatan Raksasa yang Mengguncang: Angka 119 Triliun, Bukti, dan Ujian Reputasi

Date:

Related stories

“Suara Jalanan Menggema”: Dukung Palestina di Brisbane Menyulut Gaung Global

Lintas Fokus - Brisbane kembali memadati ruang publik: spanduk,...

Honor X7d Review: Kuat, Irit, dan (Akhirnya) Masuk Akal untuk Pemakaian Harian

Lintas Fokus - Tanpa gimik berlebihan, Honor X7d datang...

28 Agustus 2025: Gelombang Besar dengan Taruhan Kebijakan

Lintas Fokus - Satu tanggal mengerucut di linimasa: 28...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Angka itu mencolok, bahkan untuk standar perkara bisnis di Indonesia: Rp119 triliun. Itulah nilai gugatan yang dibawa PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Hary Tanoesoedibjo dan sejumlah pihak terkait, termasuk PT MNC Asia Holding Tbk. Dalam berkas yang terdaftar di PN Jakpus (informasi perkara tahun 2025), CMNP menuduh telah terjadi perbuatan melawan hukum berakar dari transaksi Negotiable Certificate of Deposit (NCD) Unibank pada 1999—surat berharga yang, menurut penggugat, tidak dapat dicairkan saat jatuh tempo.

Gugatan ini cepat menjadi topik nasional. Nama Hary Tanoesoedibjo—yang lekat dengan MNC Group—kembali disorot, bukan karena ekspansi bisnis, melainkan sengketa yang mencampur aduk sejarah krisis perbankan, hukum pasar modal, dan hubungan broker–penerbit–pemegang surat berharga. Pihak penggugat menilai kerugian membengkak karena bunga, reputasi, dan efek domino bisnis; pihak tergugat menegaskan siap meladeni pembuktian dan menyebut peran perantaralah yang dimainkan entitas MNC pada saat transaksi terjadi.

Inti Gugatan & Angka Fantastis

CMNP mengeklaim kerugian materiil sekitar Rp103 triliun dan immateriil sekitar Rp16 triliun sehingga total Rp119 triliun. Dalil kunci penggugat: tukar-menukar surat berharga pada 12 Mei 1999NCD Unibank senilai US$28 juta (diserahkan bertahap: US$10 juta pada 27 Mei 1999 dan US$18 juta pada 28 Mei 1999) ditukar dengan MTN Rp163,5 miliar dan obligasi Rp189 miliar milik CMNP. Mei 2002 saat jatuh tempo, NCD disebut gagal cair, sementara Oktober 2001 Unibank lebih dulu berstatus BBKU (Bank Beku Kegiatan Usaha). Dari sini, kerugian dianggap bergulir hingga terbentuk angka raksasa yang kini diklaim di pengadilan.

Selain nominal, CMNP menyampaikan dua langkah agresif: permohonan sita jaminan atas aset tergugat dan laporan pidana ke Polda Metro Jaya terkait dugaan pelanggaran surat berharga dan TPPU. Di sidang perdata, mediasi disebut gagal, sehingga proses bukti—surat, saksi, ahli—menjadi panggung berikutnya.

Hary Tanoesoedibjo Menjawab: Posisi, Bantahan, dan Strategi

Kubu Hary Tanoesoedibjo menyampaikan garis pertahanan yang konsisten: transaksi 1999 adalah hubungan CMNP–Unibank, sementara PT Bhakti Investama (kini MNC Asia Holding)—yang ditarik sebagai tergugat—hanya bertindak sebagai broker/perantara. Artinya, menurut mereka, setelah tanggal transaksi, kewenangan maupun tanggung jawab beralih sepenuhnya pada penerbit (Unibank) dan pemegang (CMNP). Argumen ini berusaha memutus kausalitas antara Hary Tanoesoedibjo/MNC dan kerugian yang diklaim CMNP.

Tim hukum juga mengingatkan konteks krisis perbankan akhir 90-an—fakta bahwa penutupan Unibank tahun 2001 menjadi penyebab fundamental mengapa NCD bermasalah di 2002, bukan karena peran broker. Dalam beberapa pernyataan, pihak tergugat menyatakan menghormati proses hukum sekaligus siap memaparkan dokumen yang menunjukkan peran dan business record pada periode tersebut.

Kronologi Ringkas: Dari NCD ke Meja Hijau

  • 12 Mei 1999 – Kesepakatan tukar-menukar: NCD Unibank US$28 juta vs MTN + obligasi milik CMNP (total Rp353 miliar). Penyerahan fisik NCD dilakukan 27–28 Mei 1999.

  • Oktober 2001Unibank berstatus BBKU.

  • Mei 2002 – NCD disebut tidak dapat dicairkan. Sengketa meredup selama bertahun-tahun.

  • Awal 2025 – CMNP mendaftarkan gugatan perdata terhadap Hary Tanoesoedibjo cs di PN Jakarta Pusat.

  • Pertengahan 2025Mediasi gagal; giliran agenda pembuktian. CMNP juga melapor pidana; di jalur perdata mereka meminta sita jaminan aset.

  • Agustus 2025 – Sidang-sidang awal bergulir; kubu Hary Tanoesoedibjo menyampaikan bantahan dan menekankan posisi broker MNC pada transaksi 1999.

Dalam lintasan ini, posisi Hary Tanoesoedibjo terus dibicarakan publik—setidaknya lima kali namanya muncul di dokumen dan pemberitaan—karena ia ditempatkan sebagai Tergugat I dan pemimpin grup yang disebut penggugat memiliki keterkaitan dengan rangkaian aksi korporasi saat itu.

Dampak Bisnis, Risiko Hukum, dan Skenario Putusan

Mengapa perkara ini menyita perhatian? Pertama, nominal Rp119 triliun bukan angka sembarangan; ia membawa konsekuensi reputasi pada Hary Tanoesoedibjo dan MNC Group, sekaligus menimbulkan headline risk bagi ekosistem mitra—perbankan, pemasok, hingga investor. Kedua, sengketa ini memaksa pengadilan membedah tata kelola transaksi surat berharga di era akhir 90-an: apakah NCD yang dipertukarkan taat regulasi, bagaimana peran broker diatur, dan apa batas tanggung jawab masing-masing pihak.

Di jalur pembuktian, publik menanti tiga hal:

  1. Keabsahan hukum NCD menurut aturan Bank Indonesia saat itu dan dokumen pendukung (perjanjian, endorsemen, delivery fisik).

  2. Rantai kepemilikan & pengalihan—siapa melakukan apa, kapan, dan dengan dasar apa.

  3. Kausalitas kerugian—bagaimana nilai US$28 juta menjadi Rp119 triliun; apakah perhitungan bunga, penalty, dan reputasi memenuhi standar pembuktian perdata.

Bila dalil CMNP lebih meyakinkan, pengadilan dapat mempertimbangkan ganti rugi sebagian atau seluruhnya serta sita jaminan. Bila narasi Hary Tanoesoedibjo terbukti—bahwa broker tak menanggung risiko pasca-transaksi—gugatan bisa ditolak. Di luar itu, laporan pidana dapat berjalan paralel, namun putusan perdata tetap berdiri pada uji bukti perdata.

Wajib Tahu:

  • Hary Tanoesoedibjo dan PT MNC Asia Holding Tbk digugat Rp119 triliun oleh PT CMNP di PN Jakarta Pusat.

  • Akar perkara: NCD Unibank 1999 yang disebut gagal cair di 2002 setelah Unibank berstatus BBKU (2001).

  • Mediasi gagal; CMNP minta sita jaminan dan juga melapor pidana.

  • Pihak Hary Tanoesoedibjo menegaskan posisi broker/perantara pada transaksi tersebut.

Kesimpulan
Kasus ini menempatkan Hary Tanoesoedibjo pada sorotan paling tajam sepanjang tahun. Di satu sisi, CMNP berupaya membukukan preseden besar: menagih pertanggungjawaban atas transaksi lawas bernilai jumbo. Di sisi lain, kubu Hary Tanoesoedibjo ingin mengunci perbedaan antara penerbit/pemilik dan perantara agar kausalitas kerugian tidak dibebankan kepada pihak yang tidak memegang kendali setelah transaksi. Ujungnya akan ditentukan hal paling sederhana sekaligus paling sulit: dokumen, saksi, dan logika hukum. Sampai vonis jatuh, yang layak diikuti publik hanyalah agenda resmi pengadilan—bukan spekulasi.

Sumber: BeritaSatu

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img