Lintas Fokus – Ketika perusahaan teknologi lokal mengumumkan pendanaan segar, pasar selalu bertanya hal yang sama: seberapa besar dilusi, berapa harga tebus, dan apa dampaknya ke valuasi. Itulah yang kini mengitari INET. Emiten infrastruktur jaringan dan interkoneksi data ini resmi menyiapkan Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu I. Skemanya tidak kecil, dan manajemen sudah menyiapkan “jaring pengaman” agar dana masuk sesuai target. Bagi investor ritel, keputusan ikut atau tidak ikut HMETD akan mempengaruhi hasil portofolio beberapa bulan ke depan. Analisa berikut merangkum pokok aksi, menghitung skenario harga teoritis, serta menimbang pro dan kontra INET dari sisi fundamental dan teknikal.
Ringkasan Aksi dan Angka Kunci INET
Keterbukaan informasi menyebut INET berencana menerbitkan sampai dengan 12,8 miliar saham baru melalui PMHMETD I. Nilai target maksimal sekitar Rp3,2 triliun dengan harga pelaksanaan Rp250 per saham dan rasio 3:4. Artinya setiap pemegang INET sebanyak 3 saham lama berhak memperoleh 4 HMETD. Manajemen juga mengungkap dukungan standby buyer dari pihak pengendali sehingga HMETD yang tidak dieksekusi publik berpeluang diserap. Rencana ini telah dipaparkan ke bursa dan OJK melalui keterbukaan informasi serta disetujui melalui RUPSLB.
Di saat kabar aksi korporasi bergulir, data pasar menunjukkan volatilitas INET masih tinggi. Rentang 52 minggu berada di Rp54 sampai Rp344, dengan penutupan terakhir di kisaran Rp228–Rp236 per saham dan kapitalisasi sekitar triliunan rupiah. Secara kinerja 12 bulan terakhir, pendapatan tercatat sekitar Rp60,28 miliar dengan laba bersih Rp8,09 miliar, EPS Rp0,87, dan PER yang tinggi karena basis laba yang masih ramping untuk sektor yang bertumbuh cepat.
Valuasi: Hitung TERP, Dilusi, dan Skenario Sensitivitas
Sebelum memutuskan, investor perlu memahami harga teoritis ex-rights price (TERP). Dengan rasio 3:4 dan harga tebus Rp250, rumus sederhananya:
TERP = (3 × Harga Cum + 4 × 250) ÷ 7.
Jika diasumsikan harga cum INET di Rp228, TERP sekitar Rp240,6. Jika harga cum Rp236, TERP mendekati Rp244,0. Kesimpulannya, ketika harga pasar berada di bawah harga tebus, TERP mendorong ekspektasi ke zona 240–245. Namun realisasi tetap bergantung pada sentimen pasar dan tingkat serapan HMETD. Dalam rasio 3:4, dilusi penuh bisa mencapai ±57,1 persen jika pemegang lama tidak menebus. Itulah sebabnya keputusan ikut atau tidak ikut akan berdampak besar pada porsi kepemilikan.
Dari sudut struktur modal, dana rights issue berpotensi memperkuat ekuitas dan modal kerja, membiayai ekspansi node interkoneksi, serta menambah kapasitas layanan korporat. Dengan standby buyer, risiko gagal serap menurun, tetapi INET tetap harus menunjukkan penyerapan belanja modal yang disiplin agar “lemak” kas benar-benar berubah menjadi pendapatan berulang.
Secara valuasi relatif, PER trailing INET yang tinggi menggambarkan dua hal: pasar membayar pertumbuhan masa depan, tetapi sekaligus menyimpan risiko eksekusi. Setelah aksi, PER berpotensi turun apabila laba meningkat seiring kapasitas jaringan baru masuk buku. Jika pertumbuhan meleset, pasar bisa menuntut diskon lebih dalam. Di sini, disiplin pada kontrak jangka menengah dengan klien ISP dan enterprise akan menjadi penentu.
Wajib Tahu:
Rights issue INET menargetkan maksimal Rp3,2 triliun di Rp250 per saham dengan rasio 3:4, disokong standby buyer dari pengendali. Dalam skenario tidak menebus, dilusi kepemilikan bisa lebih dari 50 persen.
Fundamental: Di Mana Kekuatan dan PR INET?
Model bisnis INET bertumpu pada layanan interkoneksi pusat data, IP transit, colocation, hingga solusi jaringan enterprise seperti SD-WAN dan multi-service port. Perusahaan menargetkan pasar B2B, terutama ISP, perusahaan digital, dan institusi yang membutuhkan konektivitas antarkota dan antardata center. Jaringan titik hadir di sejumlah kota strategis sehingga biaya bertumbuh akan banyak di capex perluasan jaringan dan perangkat core.
Kekuatan INET saat ini:
Aset jaringan yang bisa diskalakan. Kapasitas tambahan biasanya menurunkan biaya per Mbps dan menaikkan margin ketika utilisasi lewat titik impas.
Tailwind permintaan data. Laju adopsi cloud, video, dan AI mendorong kebutuhan konektivitas antar data center. Proyek bersama asosiasi internet untuk menambah node IIX memperluas ekosistem.
Neraca bersih. Posisi kas yang nyaman dan utang yang minim memberi ruang manuver, sehingga dana hasil aksi dapat langsung mengarah ke ekspansi komersial.
Pekerjaan rumah INET:
a) Mengonversi capex ke recurring revenue dengan cepat. Proyek jaringan yang terlambat commissioning akan menekan ROIC.
b) Menjaga churn klien B2B. Pasar ISP kompetitif; kontrak jangka menengah dengan SLA ketat adalah kunci.
c) Transparansi pipeline. Investor perlu visibilitas nilai kontrak, utilisasi backbone, dan proyeksi payback per proyek agar ekspektasi pasca-rights issue lebih terjaga.
Strategi Trading dan Investasi: Ikut HMETD atau Tunggu?
Untuk trader, volatilitas menjelang cum date dan ex date INET lazimnya meningkat. Skenario jangka pendek: harga bergerak mendekati zona TERP 240–245 jika sentimen positif. Jika minat tebus rendah atau pasar labil, harga bisa menguji kembali support di area 220-an. Gunakan rencana yang jelas: titik masuk bertahap, batas risiko ketat, dan jangan lupa memperhatikan kalender aksi agar tidak salah tanggal.
Untuk investor menengah-panjang, keputusan ikut INET bergantung pada tiga filter:
Kelayakan harga tebus Rp250 dibanding nilai wajar internalmu. Jika proyeksi pendapatan pasca-ekspansi masuk akal, menebus bisa menjaga porsi dan menurunkan biaya rata-rata. Jika tidak yakin pada eksekusi, lebih aman menunggu setelah ex date ketika noise mereda.
Keyakinan pada eksekusi ekspansi. Dana jumbo perlu rencana roll-out yang rinci: penambahan node, kapasitas port, komersialisasi, dan target utilisasi. Cermati update perusahaan dan laporan kuartalan berikutnya.
Perbandingan sektor. Bandingkan INET dengan pemain jaringan dan data center lain di bursa dari sisi margin, pertumbuhan, dan price-to-sales. PER tinggi bukan masalah bila revenue dan gross margin menanjak konsisten.
Sebagai pendekatan praktis, investor yang ingin mengurangi risiko bisa melakukan partial exercise: tebus sebagian HMETD untuk mempertahankan hak, sisanya dibiarkan kadaluarsa atau dijual jika pasar menyediakan harga HMETD yang menarik. Jika kamu tidak menebus sama sekali, pahami bahwa porsi kepemilikan INET akan terdilusi signifikan.
Ringkasan
Aksi: INET rights issue hingga 12,8 miliar saham, harga Rp250, rasio 3:4, ada standby buyer.
Valuasi: TERP indikatif 240–245 dengan asumsi harga cum 228–236. Dilusi besar jika tidak menebus.
Fundamental: tailwind permintaan data, neraca relatif ringan, tetapi eksekusi capex dan transparansi pipeline jadi kunci.
Strategi: trader fokus pada level TERP dan tanggal aksi; investor menilai kelayakan harga tebus dan roadmap ekspansi INET.
Sumber: IDX