27.3 C
Jakarta
Tuesday, October 7, 2025
HomeEkonomiPurbaya vs Para Pejabat: Berani Beda atau Justru Buat Gaduh?

Purbaya vs Para Pejabat: Berani Beda atau Justru Buat Gaduh?

Date:

Related stories

spot_imgspot_img

Lintas Fokus Begitu dilantik menjadi Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani, Purbaya langsung menyedot perhatian. Bukan hanya karena latar belakangnya sebagai ekonom dan eks Ketua Dewan Komisioner LPS, tetapi karena gaya berbicaranya yang blak-blakan dan beberapa pernyataan yang kerap berseberangan dengan menteri atau pejabat lain. Di satu sisi, publik melihat Purbaya sebagai figur “pro-pertumbuhan” yang bicara apa adanya. Di sisi lain, nada berlawanan itu memicu kegaduhan, bahkan gesekan politik, pada minggu-minggu awal masa jabatannya. Reuters menulis bahwa pasar sempat gelisah setelah pergantian menteri dan pernyataan ambisi pertumbuhan 6–8 persen, sementara rupiah serta IHSG ikut berfluktuasi.

Seiring sorotan meningkat, Purbaya meminta maaf atas beberapa ucapannya yang dinilai kurang tepat dan berjanji menata komunikasi. Ia mengakui pergeseran peran dari LPS ke Kementerian Keuangan menuntut kehati-hatian ekstra, termasuk menghindari gaya komunikasi “koboi” yang dulu sering melekat. Tempo, Indonesia Business Post, dan berbagai media ekonomi mencatat pergeseran itu: dari spontan ke lebih terukur, dari “freestyle talking” ke naskah yang dipersiapkan staf.

Jejak Kontradiksi: Dari Pajak Hingga Subsidi

Ada beberapa momen ketika Purbaya terlihat tidak sejalan dengan pejabat atau institusi lain:

  1. Perdebatan subsidi energi dan kompensasi
    Dalam rapat Komisi XI DPR pada akhir September, terjadi adu argumen panas soal klaim tunggakan subsidi dan kompensasi terhadap perusahaan energi negara. Purbaya menolak tudingan “pemerintah belum bayar”, menyebut tagihan yang dimaksud telah dijadwalkan dan terdokumentasi. Kontestasi narasi ini mengundang sorotan karena menempatkan Menkeu berseberangan dengan narasi korporasi dan sebagian legislator.

  2. Nada berbeda soal kebijakan fiskal-moneter
    Sebelum menjabat Menkeu, Purbaya dikenal vokal soal likuiditas dan biaya dana. Kolom analitis menyorot kritiknya terhadap pendekatan kehati-hatian yang dianggap terlalu “menahan uang” di sistem, sebuah posisi yang secara implisit bisa berbeda dengan pendekatan target inflasi Bank Indonesia. Setelah menjadi Menkeu, ia memilih merapatkan koordinasi—bahkan bertemu Gubernur BI dan membahas sinergi kebijakan, suku bunga valas bank Himbara, hingga revisi UU sektor keuangan.

  3. Kontras di isu amnesti pajak
    Di awal masa jabatan, Purbaya menolak ide amnesti pajak berulang. Baginya, optimalisasi regulasi yang ada lebih penting ketimbang membuka bab amnesti baru. Sikap ini menimbulkan diskusi hangat karena bertolak belakang dengan sebagian pihak yang mendorong relaksasi untuk menarik dana.

  4. Nada tegas terhadap program lintas kementerian
    Dalam menanggapi percepatan penyerapan anggaran program sosial tertentu, Purbaya menyampaikan opsi pemotongan bila realisasi lemah hingga batas waktu yang ditetapkan—sebuah respon yang sekaligus menegaskan disiplin fiskal dan menyiratkan perbedaan tempo dengan kementerian atau pejabat koordinator terkait.

Kumpulan momen ini membuat nama Purbaya identik dengan “berbeda suara”. Respons publik beragam: ada yang memuji ketegasan, ada pula yang menilai cara penyampaiannya memantik resistensi.

Respon Publik dan Institusi: Dari Kritik hingga Penataan Ulang Komunikasi

Pakar komunikasi UGM mengingatkan, pejabat publik perlu mengubah gaya komunikasi agar tidak memantik kegaduhan. Kasus Purbaya menjadi contoh mutakhir: kalimat yang terkesan meremehkan aspirasi sebagian kelompok memunculkan badai kritik, meski kemudian disusul klarifikasi dan permintaan maaf. Beberapa media merangkum “daftar kontroversi” awal, sementara artikel opini menilai kegaduhan itu bersumber dari celah koordinasi lintas lembaga dan cara menyampaikan pesan. Purbaya sendiri mengaku “akan lebih hati-hati” dan tidak lagi berbicara bebas seperti saat memimpin LPS.

Di sisi teknokratis, pertemuan Purbaya dan pimpinan Bank Indonesia menunjukkan perbaikan koordinasi. Poin yang dibahas meliputi sinkronisasi fiskal-moneter, dinamika suku bunga, pelemahan rupiah, hingga regulasi sektor keuangan. Sinyal ini penting untuk meredakan kekhawatiran pasar bahwa perbedaan pandangan akan menjauhkan kebijakan dari satu garis.

Wajib Tahu:

Beberapa pernyataan awal Purbaya menuai kontroversi dan berujung permintaan maaf. Ia berjanji menghindari “freestyle talking” dan menata komunikasi kebijakan, sembari menjaga koordinasi erat dengan BI dan DPR.

Apakah Gaya “Berani Beda” Itu Baik?

Jawabannya perlu dibedah dari tiga sisi: governance, pasar, dan publik.

  1. Governance
    Dari perspektif tata kelola, pejabat yang berani beda—seperti Purbaya—bisa berfungsi sebagai “stress test” kebijakan. Ia memaksa argumen diuji dengan data, mendorong disiplin anggaran, dan menahan euforia program yang serapannya lemah. Ketika Purbaya menegaskan kesiapan memotong anggaran yang tak terserap, itu sinyal kontrol fiskal. Positifnya, kebijakan jadi lebih terukur; risikonya, bila komunikasi tidak rapi, akan terbaca sebagai “saling bantah” di ruang publik.

  2. Pasar
    Pasar menyukai kepastian arah dan gaya komunikasi yang konsisten. Pada pekan pertama, reaksi negatif bursa dan rupiah mencerminkan sensitivitas terhadap transisi dan pernyataan ambisius. Namun koordinasi yang cepat dengan BI serta konsistensi pesan “pro-pertumbuhan tapi disiplin” berpotensi menenangkan sentimen. Artinya, gaya Purbaya baik bila didampingi manajemen ekspektasi yang presisi.

  3. Publik
    Di ruang publik, Purbaya harus menyeimbangkan ketegasan teknis dengan empati. Ucapan yang memantik kemarahan akan menggerus modal sosial kebijakan. Setelah minta maaf dan merapikan tutur, ia perlu membuktikan bahwa “beda suara” bukan sekadar sensasi, melainkan alat untuk menurunkan inflasi pangan, memastikan subsidi tepat sasaran, dan menjaga daya beli. Di sini, ukuran akhirnya adalah hasil kebijakan, bukan headline.

Nilai akhirnya: Gaya Purbaya bisa menjadi vitamin jika dipasang dalam rangka koordinasi yang jelas, komunikasi yang presisi, dan landasan data yang transparan. Jika tidak, ia berubah menjadi racun yang menambah noise dan menekan kepercayaan.

Rekomendasi Agar Berbeda Suara Tetap Produktif

  • Single source of truth. Setiap pernyataan Purbaya sebaiknya diikat pada satu dashboard data fiskal-subsidi yang terbuka ke publik, sehingga perbedaan klaim mudah diverifikasi.

  • Kontrak komunikasi dengan regulator. Gariskan protokol dengan BI, Bappenas, dan K/L teknis: pesan utama, waktu rilis, dan batasan komentar, agar beda pandangan tidak menimbulkan sinyal ganda.

  • Benchmark pasar. Saat menyampaikan target pertumbuhan atau rencana stimulus, sertakan skenario dan trigger yang bisa diaudit. Ini membuat pasar melihat Purbaya bukan sedang berjanji, melainkan berkomitmen pada prasyarat yang diukur.

  • Kolaborasi dengan DPR. Alih-alih adu klaim, jadikan rapat kerja sebagai arena berbagi data realisasi pembayaran subsidi. Dengan begitu, perbedaan narasi mereda menjadi perbedaan angka yang bisa disamakan metodenya.

Pada akhirnya, kepemimpinan fiskal menuntut keberanian dan ketenangan sekaligus. Purbaya sudah menunjukkan keberanian. Pekerjaan rumahnya adalah memastikan ketenangan kebijakan, sehingga publik menikmati hasilnya tanpa terseret ke polarisasi kata-kata.

Sumber: Tempo.co

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img