Site icon Lintas Fokus

Bom Hiroshima 80 Tahun: Pelajaran Pedih bagi Dunia

Suasana Taman Perdamaian Hiroshima untuk mengenang 80 tahun Bom Hiroshima

Suasana Taman Perdamaian Hiroshima untuk mengenang 80 tahun Bom Hiroshima

Lintas Fokus Delapan puluh tahun lalu, ledakan setara 15 kiloton di atas kota pelabuhan Hiroshima mengubah sejarah manusia untuk selamanya. Pagi ini, 6 Agustus 2025, denting bel perdamaian menggema di Taman Memorial dengan upacara hening tepat pukul 08.15—waktu ketika Bom Hiroshima dijatuhkan. Di bawah langit musim panas, para penyintas (hibakusha) yang tersisa, pelajar, pemimpin agama, dan 120 delegasi negara berkumpul mematri janji: tidak ada tempat bagi senjata nuklir di bumi.


Delapan Dekade Dampak Bom Hiroshima pada Kemanusiaan

Luka fisik dan psikologis Bom Hiroshima belum sembuh sepenuhnya. Data Kota Hiroshima menambahkan 4.940 nama korban baru—meninggal akibat efek radiasi jangka panjang—sehingga total kematian tercatat mendekati 350 ribu jiwa. Penelitian WHO menunjukkan insiden leukemia dan kanker tiroid di Prefektur Hiroshima tetap 1,8 kali lebih tinggi dibanding rerata Jepang. Bagi hibakusha generasi pertama, beban penyakit kronik disertai stigma sosial—mereka sering kesulitan menikah atau mendapat pekerjaan pada 1950-an karena dianggap “membawa radiasi”.

Di tengah statistik kelam, harapan tumbuh. Nihon Hidankyo, organisasi penyintas yang kini digerakkan cucu-cucu hibakusha, melobi parlemen agar Jepang meratifikasi Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons (TPNW). Program “Peace Classroom 80” yang baru diluncurkan Prefektur Hiroshima mengajak siswa SMA memakai kacamata VR 8K untuk menyaksikan simulasi pascabom; survei awal menunjukkan meningkatnya kesadaran sejarah di kalangan remaja hingga 91%.


Upacara Global Peringatan Bom Hiroshima ke-80 di Jepang

Skala upacara tahun ini mencerminkan urgensi pesan perdamaian. Sekitar 7.000 kursi terisi di lapangan utama, dan 2.200 kursi cadangan disiapkan di Phoenix Hall International Conference Center. Walikota Kazumi Matsui menyoroti konflik Ukraina dan Timur Tengah sebagai bukti “dunia mulai melupakan tragedi nuklir”. Perdana Menteri Shigeru Ishiba— meski Jepang masih di bawah payung nuklir AS—menegaskan komitmen perlucutan. Paus Leo lewat pesan video meminta “keadilan menggantikan rasa aman palsu bernama deterensi”.

Setelah pidato, lonceng perdamaian dibunyikan; 1.000 merpati kertas hasil lipatan pelajar internasional diterbangkan ke sungai Motoyasu. Menjelang senja, lentera kertas bermotif bunga seruni—melambangkan ketahanan—dilarung, masing-masing memuat doa berbahasa Jepang, Inggris, Arab, hingga Indonesia: “Hapus bom atom dari kamus perang.”


Bom Hiroshima dalam Perspektif Teknologi Nuklir Modern

Perdebatan kini beralih ke hulu ledak “daya rendah” yang dianggap lebih “dapat dipakai”. Laporan SIPRI terbaru mencatat kenaikan 86 hulu ledak siap luncur sepanjang 2024-2025, mayoritas milik Rusia dan Tiongkok. Hibakusha memandang tren itu sebagai alarm bahwa pelajaran Bom Hiroshima kian pudar.

Risiko kemanusiaan tetap masif: simulasi NASA 2023 memperlihatkan suhu permukaan kota dapat mencapai 4.000°C dalam 0,2 detik pascaledakan 15 kiloton—cukup untuk melelehkan kaca hingga radius 600 meter. Teknologi presisi tinggi tidak mengurangi radiasi gamma dan beta yang merusak DNA selama puluhan tahun. Debat deterrence di parlemen Jepang pun pecah; kubu muda Partai Demokratik menyerukan penandatanganan TPNW, sementara sayap konservatif khawatir akan celah pertahanan.

Generasi Z Jepang mengolah trauma leluhur dalam format pop: lagu indie “August Sky” memuncaki tangga Oricon, dan mural augmented-reality di Shibuya menaut ke arsip testimoni digital. Memori kolektif masuk gadget—sebuah cara baru menjaga kesadaran, namun sekaligus berisiko dangkal jika algoritma lebih suka konten lucu daripada sejarah kelam.

Wajib Tahu:

Menurut survei Mainichi Shimbun 2025, hanya 62% remaja Jepang bisa menyebut tanggal Bom Hiroshima dengan benar. Angka itu naik menjadi 84% setelah mengikuti program VR “Peace Classroom 80”.


Langkah Konkret Pasca Bom Hiroshima Demi Dunia Tanpa Nuklir

Peringatan ke-80 bukan akhir ritual, melainkan pemicu aksi. Pemerintah Kota Hiroshima meluncurkan aplikasi “Peace80” berisi tantangan harian—dari menandatangani petisi TPNW hingga menyumbang beasiswa hibakusha muda . Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyoroti fakta ironis: investasi global perlucutan nuklir hanya 2% dari total belanja militer. Ia mengajak negara-negara nuklir menandatangani TPNW sebelum 2030.

Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, memperkuat kampanye #SayNoToNukesID dengan webinar lintas agama dan kolaborasi konten kreator kuliner: setiap resep tradisional mengandung kisah damai Hiroshima. Sementara itu, Physicians for Social Responsibility (PSR) menggelar rangkaian “Road to Trinity-Hiroshima-Nagasaki” di 30 kota dunia, menekankan bahwa ancaman nuklir bersifat global, bukan masalah regional.

Jarum jam berputar, generasi berganti, namun bayang-bayang jamur api tetap mengintai. Peringatan hari ini mengingatkan: teknologi manusia mampu memusnahkan—atau menyelamatkan—dalam kedipan. Pilihannya ada pada kita: membiarkan narasi Bom Hiroshima memudar, atau menjadikannya kompas moral di tengah dunia yang mudah terjebak ilusi kekuasaan nuklir.

Sumber: The Guardian

Exit mobile version