Kemajuanrakyat.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana untuk memanggil paksa bos Sinarmas korupsi investasi fiktif PT Taspen.
Juru bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan Indra Widjaja sudah dua kali mangkir dari panggilan KPK karena alasan kondisi kesehatan.
“Ya itu akan menjadi kewenangan penyidik untuk pemanggilannya, karena dua kali itu ada permasalahan kesehatan,” ucap Tessa di Gedung Merah Putih KPK.
Diketahui KPK telah mengirim dua surat panggilan kepada Indra Widjaja pada 12 Februari dan 15 April 2025.
Akan tetapi, kata Tessa, Bos Sinarmas itu tidak hadir di dua pemanggilan tersebut saat KPK ingin memeriksa Indra Widjaja yang diduga terlibat pada kasus korupsi investasi fiktif PT Taspen.
Tessa juga memastikan instansinya akan segera memanggil Indra Widjaja. Akan tetapi, Tessa masih belum menjelaskan detail waktu pemanggilan tersebut.
“Apakah nanti penyidik akan melakukan pemanggilan kembali? Jadi tunggu saja. Tunggu waktunya yang pasti akan kami beritahu,” kata dia.
Selain itu juga, Tessa tidak membeberkan lebih rinci mengenai rencana lembaganya untuk memanggil paksa terhadap Indra Widjaja.
KPK, kata dia lagi, masih mempertimbangkan untuk memanggil Bos Sinarmas itu secara paksa.

Baca juga; Bali Mati Lampu Hingga 12 Jam
Bos Sinarmas Korupsi, Negara Alami Kerugian
Atas dugaan kasus korupsi tersebut, KPK telah menahan Direktur Utama (Dirut) nonaktif PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih (ANSK) dan eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM) Ekiawan Heri Primaryanto (EHP). Keduanya merupakan tersangka dalam kasus ini.
Dugaan rasuah atas kasus ini terjadi ketika Taspen menempatkan investasi Rp1 triliun pada reksa dana RD I-Next G2 yang dikelolah oleh Insight Investment Management.
Namun keputusan tersebut malah membuat negara harus mendapatkan kerugian hingga mencapai Rp200 miliar.
Uang Rp1 triliun tersebut disebar ke sejumlah investasi yang dikelola Insight Investment Management sebanyak Rp78 miliar dikelola oleh perusahaan itu.
Lalu ada sebanyak Rp2,2 miliar diurus oleh PT VSI. Kemudian, Rp102 juta dikelola oleh PT PS, dan Rp44 juta masuk ke PT SM.
Pengelolaan uang itu diduga bagian dari pelanggaran hukum untuk menguntungkan diri sendiri atau korporasi.