Lintas Fokus – Gulir kasus Cesium di Indonesia tahun ini membuat publik waspada. Agustus–Oktober 2025, otoritas Amerika Serikat melalui FDA mendeteksi Cesium-137 pada pengiriman udang beku dari PT Bahari Makmur Sejati (BMS). FDA menerbitkan import alert untuk mencegah produk masuk ke pasar, menjelaskan temuan laboratorium berkisar 68 Bq/kg, di bawah Derived Intervention Level 1.200 Bq/kg, namun tetap berisiko jika paparan berulang jangka panjang. Penelusuran bersama Bea Cukai AS mengarah pada kontainer di beberapa pelabuhan dan memicu rangkaian recall oleh sejumlah distributor ritel besar di AS. Investigasi FDA masih berjalan dan laman resminya terus diperbarui per 7 Oktober 2025.
Dampaknya di dalam negeri langsung terasa. Satgas pemerintah menyisir Kawasan Industri Modern Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Hasilnya, 22 fasilitas di kawasan itu ditemukan memiliki jejak Cesium-137. Satu fasilitas, yaitu BMS, disebut telah melewati dekontaminasi mandiri dan dinyatakan aman oleh otoritas. Pemerintah menegaskan langkah korektif menyeluruh, termasuk pembatasan impor scrap besi dan penunjukan fasilitas isolasi sementara di PT PMT untuk menampung material terkontaminasi sebelum pemulihan permanen.
Tak berhenti di udang, akhir September hingga pertengahan Oktober, Cesium juga terdeteksi pada sampel cengkeh dari PT Natural Java Spice. FDA memblokir seluruh kiriman rempah dari perusahaan tersebut. Di dalam negeri, Satgas mengungkap hanya satu kontainer cengkeh yang berstatus suspek dan dijadwalkan kembali ke Indonesia untuk investigasi; tim juga menelusuri kebun dan fasilitas terkait di Lampung, Surabaya, dan Jawa Tengah. Temuan jejak Cesium-137 di salah satu kebun cengkeh di Lampung memantik pengamanan lokasi dan pengujian lanjutan.
Di sisi kesehatan publik, pemerintah menjelaskan ada sembilan orang yang terdeteksi positif terpapar lewat pemeriksaan Whole Body Counting dan kini dalam pemantauan medis, tanpa gejala berat. Angka ini muncul dari skrining ribuan pekerja dan warga sekitar kawasan industri.
Bagaimana Kontaminasi Bisa Terjadi
Cesium-137 merupakan radionuklida hasil reaksi nuklir yang lazim dipakai di sektor industri. Indonesia tidak memproduksi Cesium sendiri; sumbernya umumnya berupa sealed source yang diimpor untuk keperluan industri dan medis dengan pengawasan ketat. Pada 2020, BAPETEN menegaskan temuan Cesium-137 di Serpong bukan berasal dari reaktor nuklir. Penjelasan ini relevan untuk memahami pola 2025: dugaan kuat kontaminasi datang dari material yang masuk lintas-batas dan beredar di ekosistem industrial, antara lain lewat scrap metal.
Rangkaian investigasi 2025 memperlihatkan pola yang konsisten dengan skenario di atas. Setelah indikasi Cesium di pabrik udang Cikande, BAPETEN memperluas pemantauan dan menemukan dosis paparan tinggi pada lokasi rongsokan logam. Area tersebut langsung dipasangi garis polisi, dilakukan penjagaan, serta pemetaan perluasan kontaminasi hingga radius dua kilometer dari lokasi awal. Pendalaman ini memberi gambaran bagaimana partikel radioaktif dari Cesium-137 bisa berpindah lewat debu, roda kendaraan, atau alas kaki sehingga muncul hotspot kecil yang terlokalisasi.
Khusus untuk cengkeh, FDA menyatakan sampel Cesium pada kiriman ke AS belum masuk ke pasar dan levelnya masih jauh di bawah ambang intervensi, namun tetap direspons ketat demi pencegahan paparan jangka panjang. Di Indonesia, Satgas membatasi penjualan produk yang terindikasi sembari menelusuri rantai pasok dari kebun sampai fasilitas pengolahan. Pendekatan ini menjaga ketahanan ekspor, sekaligus melindungi konsumen domestik dengan prinsip kehati-hatian.
Langkah Pemerintah dan Status Terkini
Pemerintah membentuk Satgas Penanganan Radiasi Radionuklida Cs-137 yang dipimpin Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq. Tindakan prioritas meliputi dekontaminasi bertahap di Modern Cikande, pengamanan material di interim storage PT PMT, serta moratorium rekomendasi impor scrap besi dan baja. Target penyelesaian dekontaminasi kawasan dipatok hingga akhir 2025, dengan penegakan hukum terhadap sumber cemaran yang teridentifikasi.
Per 8 Oktober, Reuters melaporkan 22 fasilitas di Cikande tercemar; BMS sudah dinyatakan aman oleh otoritas. Pemerintah juga memperketat tata kelola scrap dan memusatkan barang terkontaminasi di fasilitas isolasi. Laporan Kementerian Lingkungan Hidup menegaskan pengangkutan material tercemar dilakukan dengan standar perlindungan radiasi, termasuk pelapisan timbal dan pengawalan terpadu.
Update lapangan menunjukkan progres pembersihan yang cepat. Otoritas menyatakan sebagian besar fasilitas telah melewati proses verifikasi dan pembersihan, dengan pencabutan plang waspada pada titik yang dinyatakan bersih. Di sisi lain, material terkontaminasi dari titik luar kawasan industri diangkut ke PT PMT untuk mencegah paparan baru. Data terbaru menyebut ratusan ton material tercemar berhasil diangkat dan diisolasi.
Untuk cengkeh, pemerintah menegaskan hanya satu kontainer yang berstatus suspek dan sedang ditangani. Pemeriksaan kebun dan fasilitas dilakukan bersama BAPETEN dan BRIN. Di Lampung sendiri, jejak Cesium yang ditemukan dipagari dan diawasi, dengan prioritas memastikan tidak ada penyebaran ke komoditas lain. Semua langkah ini dirancang agar pasar ekspor tetap terlindungi tanpa mengorbankan keselamatan konsumen di dalam negeri.
Wajib Tahu:
Batas intervensi FDA untuk Cesium-137 pada pangan adalah 1.200 Bq/kg. Temuan FDA pada sampel udang 68 Bq/kg, tidak memicu bahaya akut, tetapi tetap ditangani ketat untuk menekan risiko paparan berulang.
Pelajaran dari Kasus 2020 di Batan Indah
Kisah Cesium di Indonesia bukan kali ini saja. Awal 2020, BAPETEN menemukan Cesium-137 di lahan kosong Perum Batan Indah, Serpong, dekat fasilitas penelitian. Tim gabungan saat itu menuntaskan dekontaminasi besar-besaran: tanah dan vegetasi dikupas, warga di-screening, dan pada 22 Oktober 2020 status clearance diumumkan. Sebanyak 906 drum tanah, APD, dan potongan vegetasi ditata menyeluruh di fasilitas pengelolaan limbah. Kasus ini menunjukkan bahwa dengan koordinasi yang rapi, hotspot Cesium bisa dipetakan dan disterilkan hingga kembali aman.
Pelajaran kunci dari 2020 dan 2025 sama: transparansi data, pengawasan rantai pasok, serta penguatan tata kelola bahan radioaktif mutlak dilakukan. Di level industri, audit keselamatan dan jejak material mesti menjadi budaya. Di level konsumen, literasi risiko perlu ditingkatkan agar tidak terjebak kepanikan, namun juga tidak abai pada protokol kesehatan lingkungan.
Sumber: Tempo.co