29.2 C
Jakarta
Thursday, October 16, 2025
HomePoliticsKritik Meledak: Gestur Kontroversial yang Menjerat Pejabat, Publik Tuntut Etika

Kritik Meledak: Gestur Kontroversial yang Menjerat Pejabat, Publik Tuntut Etika

Date:

Related stories

spot_imgspot_img

Lintas Fokus Sebuah potongan video dari aksi damai di halaman Kantor DPRD Kabupaten Gorontalo Utara memantik sorotan nasional. Dalam rekaman, seorang perempuan yang diperkenalkan sebagai Ketua Komisi III tampak memperlihatkan mimik wajah yang oleh sebagian warganet dibaca sebagai gestur mengejek massa orasi. Unggahan dan pemberitaan lokal hingga media arus utama membenarkan bahwa peristiwa ini terjadi pada awal pekan, di depan gedung dewan, lalu menyebar cepat di media sosial dan aplikasi pesan. Di saat linimasa memanas, nama Denindra Chaerunisa langsung menempati ruang percakapan warganet. Sejumlah media daerah seperti GoPos menuliskan bahwa gestur itu diperdebatkan karena dianggap tidak mencerminkan etika pejabat saat menerima aspirasi publik, sementara frame serupa juga muncul pada laporan nasional dengan menonjolkan angle “diduga mengejek” dan “mimik mencibir”.

Beberapa kanal menampilkan ulang cuplikan yang sama dari sudut berbeda, memperkuat impresi publik sekaligus mendorong verifikasi. Dalam perkembangan berikutnya, pemberitaan menyebut waktu dan lokasi kejadian yang konsisten: halaman kantor DPRD Gorontalo Utara saat massa menyuarakan tuntutan. Di fase ini, percakapan mulai melebar ke isu etik: hak menyampaikan pendapat yang dijamin konstitusi harus dilayani dengan empatik, bukan dengan ekspresi yang berpotensi menyinggung.

Wajib Tahu:

Dalam sejumlah laporan, terdapat variasi penulisan nama: Denindra Chaerunisa dan Dheninda Chaerunnisa. Media lokal dan nasional menyebut jabatan yang sama, yaitu Ketua Komisi III DPRD Gorontalo Utara dari Fraksi NasDem. Perbedaan ejaan diklarifikasi sebagai variasi penulisan di pemberitaan, bukan perbedaan individu.

Respons Resmi dan Klarifikasi Denindra Chaerunisa

Di tengah derasnya kecaman, Denindra Chaerunisa memberikan klarifikasi. Ia menegaskan tidak berniat mengejek demonstran dan menyebut ekspresi wajah yang viral itu sebagai respons spontan kepada staf internal, bukan diarahkan kepada massa aksi. Beberapa media mencatat bahwa Denindra Chaerunisa juga menyampaikan permohonan maaf apabila video tersebut menimbulkan salah paham, sekaligus berkomitmen menjaga komunikasi yang lebih baik saat menerima aspirasi. Di publikasi lain, pernyataan serupa ditekankan kembali: tidak ada niat melecehkan dan video yang beredar telah keluar dari konteks sebenarnya.

Media nasional menempatkan klarifikasi tersebut bersebelahan dengan kritik publik, memperlihatkan dua sisi narasi yang berjalan bersamaan. Dalam keterangan yang dihimpun, Denindra Chaerunisa menekankan bahwa komunikasi langsung dengan peserta aksi adalah prioritas dan bahwa insiden ini menjadi pelajaran penting dalam membangun hubungan yang sehat antara warga dan wakil rakyat. Beberapa kanal juga menerbitkan potongan visual klarifikasi di akun resmi mereka, menambah dokumentasi tentang versi Denindra Chaerunisa atas kejadian itu.

Etika Pejabat Publik di Depan Massa: Pelajaran yang Mahal

Insiden ini membuka diskusi lebih luas tentang standar perilaku pejabat saat menerima aspirasi. Seorang ketua komisi di daerah memiliki dua mandat sekaligus: mengawasi jalannya program layanan publik dan menjaga marwah lembaga. Ketika ekspresi yang tertangkap kamera memunculkan tafsir negatif, konsekuensinya bukan lagi perdebatan personal, tetapi kredibilitas institusi. Hal ini terlihat dari derasnya komentar warganet yang menuntut disiplin komunikasi, prosedur penerimaan aspirasi yang lebih tertib, dan standar dokumentasi yang akuntabel.

Konteks Gorontalo Utara juga penting: demonstrasi di daerah kerap berkaitan dengan isu layanan dasar, tata ruang, hingga program lintas OPD yang pengawasannya berada dalam jangkauan komisi-komisi DPRD. Karena itu, setiap interaksi pejabat dengan publik menjadi etalase. Bagi Denindra Chaerunisa, sorotan ini berarti dua hal. Pertama, kebutuhan memperkuat protokol kehumasan internal, misalnya dengan penanggung jawab lapangan yang memastikan komunikasi nonverbal tetap netral. Kedua, konsistensi menghadirkan forum dialog yang membuat warga merasa dihormati, bahkan saat pandangan berbeda. Pembelajaran ini bukan sekadar damage control, tetapi investasi kredibilitas.

Media yang memotret insiden secara cukup lengkap memperlihatkan bahwa klarifikasi telah disampaikan, namun publik tetap menagih langkah korektif. Transparansi alur pertemuan, notulensi terbuka, dan rencana tindak lanjut menjadi tiga capaian yang paling realistis. Dalam jangka pendek, publik berharap rapat evaluasi di internal DPRD Gorontalo Utara menghasilkan pedoman layanan aspirasi yang lebih tegas, terutama pada pengelolaan area depan kantor dewan, penempatan petugas, serta tata cara menerima perwakilan massa agar tidak terjadi salah tafsir serupa.

Dampak Politik, Reputasi, dan Agenda Perbaikan

Kasus Denindra Chaerunisa memunculkan efek reputasi berantai. Bagi partai pengusung, isu ini menguji kemampuan melakukan pembinaan kader dalam hal komunikasi publik. Bagi lembaga dewan, insiden ini mengukur apakah SOP penerimaan aspirasi sudah adaptif dengan era gawai dan streaming, di mana mimik buruk sedetik bisa menjadi krisis sehari penuh. Bagi masyarakat, momen ini menguatkan kesadaran bahwa dokumentasi aksi adalah mekanisme kontrol sosial yang efektif.

Apa yang realistis dilakukan ke depan? Pertama, mengadakan dialog lanjutan dengan perwakilan demonstran yang hadir pada hari kejadian. Forum itu menjadi ruang menyamakan persepsi, serta memastikan pesan resmi yang sama antara dewan, sekretariat, dan peserta aksi. Kedua, pelatihan singkat komunikasi krisis untuk unsur pimpinan dan staf. Materinya bisa sesederhana kontrol bahasa tubuh, teknik merespons interupsi, hingga pengelolaan titik kamera. Ketiga, publikasi ringkas pascakejadian agar tidak membuka ruang spekulasi. Langkah praktis yang jarang disadari adalah penunjukan petugas humas yang berdiri di sisi kamera warga, bukan di belakang pejabat, sehingga potongan gambar yang terekam meminimalkan salah tafsir.

Perlu digarisbawahi, sebagian media memuat kembali profil singkat yang menempatkan Denindra Chaerunisa sebagai Ketua Komisi III DPRD Gorontalo Utara dari Fraksi NasDem. Profil ini relevan karena menyangkut akuntabilitas jabatan dan jalur koordinasi isu-isu yang masuk ke Komisi III, mulai dari infrastruktur, pelayanan umum, sampai pengawasan program yang bersinggungan langsung dengan kebutuhan warga. Di sisi lain, beberapa laporan nasional menuliskan penulisan nama yang berbeda, yakni Dheninda Chaerunnisa, namun kontennya merujuk pada orang dan jabatan yang sama. Pada akhirnya, verifikasi lintas-sumber menjadi penting agar publik tidak terseret ke dalam kebingungan yang tak perlu.

Dalam kacamata lebih luas, momentum ini bisa menjadi titik balik. Jika direspons dengan rendah hati dan sistematis, Denindra Chaerunisa berpeluang mengubah krisis menjadi modal kepercayaan. Publik Indonesia pada umumnya menghargai pejabat yang berani meminta maaf, menjelaskan duduk perkara apa adanya, dan memperbaiki sistem agar kejadian serupa tidak terulang. Narasi itulah yang akan diingat lebih lama daripada satu detik mimik yang keliru.

Sumber: Tirto.id

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img