Lintas Fokus – Seiring gema transisi energi menghantam pasar komoditas, saham‑saham batu bara tetap menyajikan satu suguhan manis: dividen gemuk. Sorotan paling terang jatuh ke ADRO, yang tahun lalu nyaris memecahkan rekor rasio payout. Apakah performa itu bisa terulang pada 2026? Dan di mana posisi ITMG serta PTBA dalam perlombaan bagi‑bagi laba? Mari kita telusuri jawaban lengkapnya—tanpa jargon ribet, tetapi tetap berbumbu data mutakhir yang dibutuhkan sebelum Anda mengetuk tombol buy atau hold.
ADRO di Titik Persimpangan: Bisa kah Payout 80 % Bertahan?
Laporan kuartal I 2025 menempatkan kas ADRO di kisaran USD 2,1 miliar dengan debt‑to‑equity ratio 0,18, menjadikannya salah satu tambang paling likuid di bursa. Pada tahun buku 2024, manajemen berani mengucurkan dividen total USD 0,666 per saham—payout 89%. Analis konsensus menghitung laba bersih 2025 sekitar USD 1,6 miliar jika harga Newcastle mampu bertahan di rata‑rata USD 135 per ton.
Kunci optimisme terletak pada dua proyek non‑batu bara: smelter aluminium Kaltara dan portofolio Adaro Green Energy. Meski keduanya baru menyumbang 7% pendapatan, laba kotor segmen tersebut sudah menopang volatilitas batu bara. Jika kebijakan bagi laba tetap 80%, investor berpotensi menikmati dividen 2026 sebesar USD 0,41–0,44 per saham; pada harga Rp3.800, yield‑nya berada di kisaran 10%.
Risikonya? Harga batu bara di bawah USD 100 per ton akan memeras margin serta memaksa ADRO menahan sebagian kas untuk menjaga belanja modal. Namun, posisi kas yang tebal memberi bantalan lebih nyaman dibanding kompetitor.
ITMG & PTBA: Dua Gaya Berbeda Mengejar Dividen Tinggi
Indo Tambangraya Megah (ITMG) memiliki tradisi membayar dua dividen setahun dengan rasio 70%–80%. Yield tahun 2025 diperkirakan masih di rentang 9% meski laba bersih susut akibat stok regional yang meninggi. Tantangan terbesarnya datang dari rencana farm fotovoltaik bernilai USD 200 juta—capex yang bisa memangkas ruang bagi pembagian laba 2026.
Di sisi lain, PT Bukit Asam (PTBA) mengandalkan pasar domestik dan regulasi DMO. Proyek hilirisasi DME baru menyala 2027, artinya dividen 2026 murni bergantung harga jual batu bara lokal. Simulasi dengan payout tradisional 75% memproyeksikan dividen Rp 900–1.100 per saham, setara yield 9%–11%. Juicy, tetapi sensitivitasnya besar ketika harga jual pemerintah kembali ditekan.
Emiten | PER 25F | Est. Yield 26F | Payout | Katalis | Risiko |
---|---|---|---|---|---|
ADRO | 6,4× | ±10% | 80%–85% | Diversifikasi aluminium & energi hijau | Harga Newcastle < USD 100 |
ITMG | 5,8× | 8%–9% | 70%–80% | Biaya produksi rendah | Capex solar tekan kas |
PTBA | 7,1× | 9%–11% | ≥75% | Potensi DMO revisi | ASP domestik fluktuatif |
Skenario Harga Batu Bara 2025–2026 dan Dampaknya pada Dividen
Skenario Moderat (USD 120/ton) – Laba ADRO tetap di atas USD 1,5 miliar; ITMG bertahan, PTBA sedikit tertekan.
Skenario Bear (USD 75/ton) – ITMG masih mampu menjaga yield 5% berkat kalori tinggi, ADRO menahan payout ke 60%, PTBA paling rentan karena marginnya tipis.
Skenario Bull (USD 140/ton) – Tiga emiten mencetak rekor kas; ADRO berpotensi naikkan payout melebihi 85%, ITMG melampaui yield 10%, PTBA bisa membagikan dividen spesial.
Wajib Tahu:
Jadwal ex‑dividen interim ADRO biasanya jatuh minggu ketiga Juni; siapa pun yang berburu strategi dividend capture wajib mengamankan posisi minimal T‑2 sebelum tanggal tersebut.
Kesimpulan. Untuk investor yang mengejar kombinasi yield tinggi dan fondasi kas kuat, ADRO masih pantas jadi primadona dividen 2026. ITMG cocok bagi mereka yang menghargai konsistensi plus biaya produksi rendah, sementara PTBA menarik bagi pencari yield jumbo yang siap berdamai dengan fluktuasi harga domestik.
Bagaimanapun, jangan lupa prinsip diversifikasi. Menyebar dana di ketiga emiten—dengan porsi lebih besar pada ADRO—dapat meredam risiko harga komoditas yang terus menari‑nari di lantai global.
Sumber: Dividend