25.4 C
Jakarta
Tuesday, November 4, 2025
HomeTokohKepergian yang Menggetarkan Dunia Bisnis: Legacy Besar di Balik Nama Harjo Sutanto

Kepergian yang Menggetarkan Dunia Bisnis: Legacy Besar di Balik Nama Harjo Sutanto

Date:

Related stories

Pakubuwono XIII Meninggal Dunia: Kronologi, Prosesi Adat, dan Warisan Sang Raja

Lintas Fokus - Kabar duka datang dari Keraton Kasunanan...

Yurike Sanger Berpulang: Jejak Cinta Bung Karno, Kontroversi, dan Warisan yang Tersisa

Lintas Fokus - Kabar duka menyelimuti jagat sejarah Indonesia....

Terungkap Kisah Paling Pilu di Balik Sosok Suryadharma Ali yang Telah Berpulang

Lintas Fokus - Hening menyelimuti lorong-lorong rumah sakit. Sebuah...

Kwik Kian Gie Berpulang: Warisan, Fakta, dan Jejak 90 Tahun

Lintas Fokus - Tak ada yang meragukan kedalaman ilmu...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Kabar duka menyelimuti dunia usaha Indonesia. Harjo Sutanto meninggal dunia pada usia 102 tahun, Rabu, 10 September 2025. Informasi yang dihimpun dari berbagai media menyebut almarhum disemayamkan di Rumah Duka Adi Jasa, Surabaya, dan rencananya dimakamkan pada 18 September 2025 di Pasuruan. Sejumlah karangan bunga duka cita dari tokoh dan perusahaan papan atas berdatangan, menandakan besarnya pengaruh sang pendiri Wings Group yang puluhan tahun membentuk wajah industri barang konsumsi cepat saji di negeri ini.

Bagi banyak orang, nama Harjo Sutanto identik dengan kerja keras yang membuahkan konglomerasi. Bersama mendiang Johannes Ferdinand Katuari, ia memulai dari sabun batangan yang dijajakan dari pintu ke pintu di Surabaya pasca-kemerdekaan, sebelum bertransformasi menjadi raksasa FMCG dengan jaringan distribusi yang menjangkau pelosok. Pada usianya yang ke-10 dekade, ia masih dikenal sebagai miliarder tertua Indonesia dan kerap tercatat dalam pemeringkatan orang terkaya. Kepergian Harjo Sutanto bukan sekadar kabar duka, tetapi juga momen refleksi tentang ketekunan, disiplin, dan konsistensi yang menjadi bahan bakar pertumbuhan Wings Group.

Kronologi Kepergian dan Respons Korporasi

Kabar wafatnya Harjo Sutanto dikonfirmasi sejumlah media arus utama pada Jumat, 12 September 2025, mengulang informasi keluarga bahwa almarhum berpulang pada 10 September 2025. Laporan menyebut prosesi penghormatan dilakukan di Adi Jasa, sementara pemakaman dijadwalkan 18 September. Manajemen dan relasi bisnis menyampaikan belasungkawa sekaligus apresiasi atas teladan kepemimpinan beliau. Di saat yang sama, publik mengingat kembali kiprah Wings Group yang lahir di Surabaya pada 1948 dan berkembang agresif melalui ekspansi lini produk kebutuhan rumah tangga serta makanan. Rangkaian pemberitaan juga menyoroti kolaborasi historis dengan mitra Jepang yang memperkuat pijakan perusahaan di kategori perawatan pribadi.

Di tengah duka, perusahaan biasanya menempuh dua jalur komunikasi: menjaga kesinambungan operasional dan memastikan penghormatan layak bagi pendirinya. Pada grup sebesar Wings, pilar tata kelola dan suksesi telah lama dibangun, sehingga transisi diproyeksikan berlangsung tertib. Tekanan utama justru datang dari ekspektasi publik agar nilai-nilai yang diwariskan Harjo Sutanto tetap hidup dalam budaya kerja, inovasi produk, dan komitmen kualitas. Dalam banyak konglomerasi, fase pascakepergian pendiri sering menjadi momentum mempertegas arah jangka panjang, baik di manufaktur, distribusi, maupun kemitraan strategis yang menopang ekspansi. Narasi ini selaras dengan jejak Wings Group yang konsisten menambah portofolio dan menajamkan distribusi selama puluhan tahun.

Jejak Bisnis Harjo Sutanto dari Sabun ke Raksasa FMCG

Perjalanan Harjo Sutanto dimulai sederhana. Pada 1948, ia dan Johannes F. Katuari mendirikan pabrik sabun rumahan di Surabaya, dikenal sebagai Fa. Thong Fat. Produk pertama mereka adalah Wings Soap, diproduksi oleh enam karyawan di Jl. Kalisosok Kidul, dan dipasarkan secara langsung ke konsumen. Dari sinilah cikal bakal Wings Group tumbuh, menembus pasar lebih luas lewat deterjen krim yang efisien dan inovasi formula yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Dokumentasi resmi perusahaan menegaskan fondasi historis ini, lengkap dengan garis waktu yang menunjukkan bagaimana pabrik kecil bertransformasi menjadi jaringan manufaktur terintegrasi.

Tonggak penting lain adalah kolaborasi dengan Lion Corporation Jepang. Entitas patungan PT Lion Wings tercatat berdiri pada awal 1980-an, yang kemudian melahirkan berbagai brand perawatan pribadi dan rumah tangga. Kolaborasi ini bukan hanya transfer teknologi, tetapi juga standarisasi proses dan kualitas yang membuka peluang ekspor. Di sisi makanan, Wings Food memperkenalkan Mie Sedaap pada 2002 dan berkembang menjadi salah satu merek mi instan terpopuler di Indonesia. Jejaring ini menjadikan Harjo Sutanto bukan sekadar pendiri, melainkan arsitek ekosistem FMCG yang bertumpu pada inovasi produk, efisiensi produksi, dan distribusi yang agresif.

Dengan portofolio yang meliputi sabun, sampo, detergen, produk kebersihan rumah tangga, hingga mi instan, Wings Group menanamkan penetrasi mendalam ke pasar domestik. Banyak brand menjadi bagian dari keseharian keluarga Indonesia. Di level pengakuan, Harjo Sutanto dan keluarga berulang kali masuk daftar orang terkaya, menunjukkan nilai ekonomi dari jaringan manufaktur dan distribusi yang ia bangun. Fakta-fakta ini terkonfirmasi dari profil Forbes yang sejak lama menuliskan perjalanan bisnisnya bersama keluarga Katuari.

Wajib Tahu:

Dalam rilis-rilis media, nama lengkap yang kerap dipakai adalah Joseph Harjo Sutanto atau Tan Siek Miauw. Usia yang tercantum saat wafat adalah 102 tahun, dengan jadwal pemakaman 18 September 2025 di Pasuruan.

Dampak untuk Wings Group, Karyawan, dan Ekosistem

Kepergian Harjo Sutanto membawa implikasi yang lebih luas dari sekadar perubahan simbolik. Untuk perusahaan, ini adalah ujian konsistensi budaya kerja yang selama ini menekankan kualitas, ketersediaan barang, dan efisiensi distribusi. Berbekal kemitraan jangka panjang seperti Lion Wings serta kapabilitas manufaktur di banyak kota, kesinambungan operasional dapat dipertahankan melalui rantai pasok yang relatif matang. Dalam konteks pasar, duka ini kerap direspons dengan narasi penghormatan sekaligus penegasan komitmen perusahaan terhadap pelanggan, pemasok, dan jutaan pengecer yang bergantung pada kelancaran suplai. Di ranah publik, perhatian biasanya tertuju pada bagaimana brand-brand utama dipertahankan relevansinya, bagaimana disiplin harga dijaga, dan bagaimana investasi jangka panjang terus diarahkan pada efisiensi energi, otomasi, serta pilar keberlanjutan.

Secara historis, kelompok usaha seperti Wings Group mampu menjaga ritme ekspansi karena fondasi proses sudah distandarkan. Jejak kolaborasi dengan mitra Jepang mencerminkan fokus pada standar internasional, termasuk sertifikasi mutu dan program edukasi konsumen, misalnya edukasi kesehatan gigi yang rutin dilakukan lewat kanal PT Lion Wings. Inisiatif seperti ini memperlihatkan bagaimana nilai yang dirintis Harjo Sutanto diterjemahkan ke tingkat komunitas. Dengan demikian, absennya sosok pendiri tidak serta-merta mengganggu arah strategis, selama penggantinya tetap berpegang pada formula yang sama: kualitas, distribusi, dan adaptasi cepat terhadap preferensi konsumen.

Warisan Nilai dan Filantropi Harjo Sutanto

Warisan terbesar Harjo Sutanto bukan hanya deretan pabrik atau merek. Warisannya adalah etos. Cerita tentang menjajakan sabun dari pintu ke pintu di Surabaya pada akhir 1940-an membentuk pandangan integritas kerja yang memengaruhi ribuan karyawan hingga generasi penerus. Di level reputasi, Harjo Sutanto kerap dijadikan rujukan pengusaha tekun yang menjaga kesahajaan meski mengendalikan jaringan bisnis raksasa. Deretan pengakuan kekayaan keluarga dari Forbes mempertegas posisi ekonomi beliau, tetapi yang lebih penting adalah kesinambungan nilai kerja keras, disiplin mutu, fokus pada harga terjangkau, dan keberanian berkolaborasi lintas negara. Dengan pondasi itu, kelanjutan misi perusahaan tidak sekadar mungkin, tetapi logis untuk berlanjut.

Sebagai penutup, kepergian Harjo Sutanto memanggil kita untuk menimbang ulang esensi kewirausahaan Indonesia. Ia membuktikan bahwa industri lokal mampu tumbuh dari garasi kecil menjadi raksasa nasional, bahkan regional, ketika orientasi pelanggan, inovasi produk, dan disiplin eksekusi berjalan seiring. Kini, tugas generasi penerus adalah memastikan nilai-nilai itu tetap hidup, dari jalur produksi hingga rak-rak warung dan supermarket, agar warisan Harjo Sutanto bukan hanya dikenang, tetapi terus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.

Sumber: Bisnis.com

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img