Site icon Lintas Fokus

Bukan Jalan Pintas: KPK Tegaskan Pengembalian Uang Tetap Bukan “Delete” untuk Pidana

Bupati Pati Sudewo yang mengembalikan uang hasil korupsi

Bupati Pati Sudewo yang mengembalikan uang hasil korupsi, namun KPK menegaskan tindak pidana tidak terhapus

Lintas Fokus Sorotan publik mengeras setelah Bupati Pati Sudewo disebut mengembalikan uang hasil korupsi yang dikaitkan dengan perkara suap proyek rel di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA). KPK langsung meluruskan: mengembalikan dana tidak menghapus pidana. Pernyataan tegas itu disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu merespons kabar pengembalian fee yang muncul dalam perkara DJKA.

Penjelasan KPK sejalan dengan Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor, yang menegaskan pengembalian kerugian negara tidak menghapus dipidananya pelaku—ketentuan yang sudah lama menjadi rujukan hakim dan jaksa dalam kasus-kasus hasil korupsi.

Kronologi Singkat: Dari Persidangan DJKA ke Respons KPK

Kasus DJKA sendiri sudah bergulir sejak 2023, menjerat sejumlah pejabat dan kontraktor. Dalam dinamika persidangan, nama Sudewo ikut disebut terkait aliran commitment fee saat ia masih di DPR. KPK menyatakan dana yang pernah diterima sudah dikembalikan, tetapi menegaskan proses pidana tetap jalan karena pengembalian hanya faktor meringankan, bukan menggugurkan.

Kepada media, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dan Asep Guntur Rahayu menambahkan, tim masih mendalami peran Sudewo dan memetakan aliran uang pada proyek jalur kereta tersebut. Artinya, semua informasi terkait dugaan hasil korupsi—siapa memberi, siapa menerima, lewat siapa—tetap diuji melalui alat bukti dan pemeriksaan lanjutan.

Hasil Korupsi Bukan Cukup Dikembalikan: Apa Dampak Hukum & Politiknya?

Di Indonesia, doktrin Pasal 4 sangat jelas: pemulihan kerugian negara itu wajib, namun pertanggungjawaban pidana tetap berdiri sendiri. Di banyak putusan tipikor, pengembalian uang lazimnya hanya memperingan tuntutan atau vonis—misalnya jadi pertimbangan hakim melihat itikad baik—bukan memadamkan pidana. Karena itu, jika alat bukti membenarkan terjadinya hasil korupsi, penuntutan tetap akan ditempuh.

Dampak politiknya di Pati terasa langsung. Nama Bupati Pati Sudewo yang terseret isu proyek nasional membuat publik menuntut transparansi dan sikap kooperatif penuh. Di mata pemilih, standar good governance—mulai dari pengadaan, pengawasan, hingga mitigasi konflik kepentingan—akan diuji lagi. Jika kelak pengadilan memastikan ada hasil korupsi, selain pidana perorangan, agenda pencegahan di level daerah perlu diperkuat: audit belanja, vendor screening, dan pelaporan gratifikasi yang ketat.

Jejak Uang, Rel DJKA, dan Peta Pembuktian

Dalam pemberitaan nasional, KPK menyebut Sudewo diduga menerima aliran commitment fee proyek jalur kereta, dan bahkan pernah ada penyitaan uang terkait penanganan perkara DJKA. Di sisi lain, KPK juga menegaskan pengembalian uang oleh yang bersangkutan. Tahap berikutnya adalah merangkai konstruksi: menautkan waktu penerimaan, peristiwa proyek, posisi kewenangan, dan saluran transaksi. Di sinilah kata kunci hasil korupsi diuji secara hukum—bukan sekadar opini.

Pada saat yang sama, publik perlu memahami mengapa hasil korupsi tak “hapus” hanya dengan mengembalikan. Logikanya sederhana: jika pengembalian membuat pidana hilang, maka skema “ambil dulu, balikin kalau ketahuan” akan menjadi budaya. Karena itu, KPK berkali-kali mengingatkan bahwa asset recovery dan pidana adalah dua lintasan berbeda yang harus ditempuh bersamaan.

Apa yang Perlu Dikawal Publik ke Depan?

Pertama, keterbukaan proses. KPK sudah menyatakan pendalaman peran terus berjalan; publik berhak mendapat informasi resmi—bukan spekulasi—soal pemanggilan saksi, audit transaksi, dan hasil penelusuran. Kedua, konsistensi penuntutan. Ketika alat bukti cukup, hasil korupsi harus dipulihkan sekaligus dipidana—ini syarat keadilan dan efek jera. Ketiga, pembenahan sistem. Perkara DJKA menunjukkan titik rawan pada proyek infrastruktur: fee ilegal, brokerage paket, hingga kickback. Tanpa perbaikan tata kelola, hasil korupsi akan selalu menemukan celah.

Wajib Tahu:

Kesimpulan
Intinya terang: hasil korupsi tidak “lunas” hanya karena uangnya kembali. Dalam kasus Bupati Pati Sudewo, KPK sudah memastikan jalur pidana tetap ditempuh apabila bukti terpenuhi. Bagi warga, momentum ini penting untuk mengawal proses dengan kepala dingin namun tegas—menuntut transparansi, menolak kompromi, dan memastikan proyek strategis seperti rel DJKA memberi manfaat maksimal, bukan menjadi ladang hasil korupsi yang merugikan publik.

Sumber: Detik

Exit mobile version