Site icon Lintas Fokus

Infeksi Cacing Menelan Nyawa Raya: Sinyal Bahaya yang Tak Boleh Kita Abaikan

Ilustrasi digital yang menunjukkan tangan seorang anak sedang dicuci dengan sabun, melambangkan pencegahan infeksi cacing melalui kebersihan.

Langkah pencegahan sederhana seperti cuci tangan teratur dapat membantu melindungi anak-anak dari infeksi cacing yang dapat mengancam kesehatan.

Lintas Fokus Tragedi Raya, balita asal Kecamatan Kabandungan, Sukabumi, memaksa kita menatap langsung wajah paling kejam dari infeksi cacing. Pada 13 Juli 2025 malam, ia masuk IGD RSUD R Syamsudin SH dalam kondisi tidak sadar; beberapa saat kemudian, cacing keluar dari hidung—momen yang mengarahkan dokter pada kecurigaan askariasis berat. Setelah menjalani perawatan intensif, Raya mengembuskan napas terakhir pada 22 Juli 2025 pukul 14.24 WIB. Keterangan dokter IGD dr. Irfanugraha (dr. Irfan) merinci alur medis dan menjelaskan bagaimana migrasi cacing bisa menembus saluran napas hingga memicu penurunan kesadaran.

Kisahnya makin menggetarkan ketika relawan yang mendampingi keluarga melaporkan ratusan cacing gelang keluar dari berbagai lubang tubuh; panjang sebagian mencapai ±15 cm dan total bobot yang berhasil dikeluarkan melewati 1 kilogram. Beberapa jam sebelum meninggal, cacing masih terus keluar. Pemberitaan arus utama kemudian menegaskan kembali detail tersebut—ini bukan fiksi atau kabar berantai tanpa dasar, melainkan rekam peristiwa medis yang terdokumentasi.

Data lanjutan memperlihatkan betapa ekstremnya kasus ini: hasil pencitraan dan temuan klinis mengisyaratkan keberadaan cacing/ telur hingga area otak—sejalan dengan keterangan dokter tentang pola migrasi larva melalui aliran darah-paru ke saluran napas atas. Dalam kondisi pasien yang sangat lemah, parasit dapat bermigrasi lebih “leluasa”, sehingga tampak keluar dari mulut dan hidung.

Kronologi Duka Raya di Sukabumi

Raya—balita ±3 tahun yang sejak lama dipantau posyandu karena berat badan di bawah garis merah (BGM)—dibawa keluarga dan relawan ke RSUD R Syamsudin SH pada 13 Juli 2025 sekitar pukul 20.00 WIB, dalam keadaan tidak sadar sejak sehari sebelumnya. Stabilisasi syok dilakukan di IGD, lalu ia dipindahkan ke PICU. Kecurigaan infeksi cacing menguat ketika cacing tampak keluar dari hidung; diagnosis kerja mengarah ke askariasis (Ascaris lumbricoides). Upaya terapi dilakukan, tetapi kondisi klinis yang sudah sangat terlambat membuat respons pengobatan terbatas. Raya wafat 22 Juli 2025.

Di luar catatan medis, relawan memaparkan detail pahit yang menggambarkan beban parasit masif: cacing 15 cm ditarik dari hidung dalam keadaan hidup; ratusan ekor keluar dari anus dan kemaluan; total >1 kg cacing dikeluarkan selama masa perawatan namun tetap “tak habis-habis”. Pernyataan ini terekam dalam video pendampingan dan dikonfirmasi oleh beberapa laporan media.

Bagaimana Infeksi cacing Menghabisi Tubuh Anak

Secara biologis, infeksi cacing jenis askariasis terjadi saat telur Ascaris yang mencemari tanah, air, makanan, atau tangan tertelan. Telur menetas di usus, larva menembus dinding usus, lalu “tur” ke hati–paru lewat aliran darah. Di fase paru, larva dapat naik ke saluran napas, kemudian ditelan kembali ke usus dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Pada beban tinggi, dampaknya bukan sekadar perut kembung; ia merusak penyerapan gizi, memicu anemia, sumbatan usus, bahkan gangguan napas bila larva bermigrasi ke saluran pernapasan. Temuan dokter RSUD Sukabumi—cacing terlihat di hidung, dugaan keterlibatan paru, dan penurunan kesadaran—selaras dengan siklus hidup Ascaris yang diakui WHO/CDC.

WHO menegaskan penularan soil-transmitted helminths (STH) berawal dari telur cacing dalam tinja yang mencemari tanah di wilayah dengan sanitasi buruk. Anak kecil paling rentan karena kebiasaan tangan–mulut, bermain di tanah tanpa alas kaki, serta akses air bersih yang terbatas. CDC menambahkan, pada fase migrasi, cacing bisa keluar melalui mulut atau hidung—persis gambaran yang menyertai kasus Raya.

Dalam kasus Raya, dokter juga menyebut koinfeksi/komplikasi tuberkulosis sebagai faktor pemberat—sebuah kombinasi yang menurunkan daya tahan tubuh dan memperparah risiko fatal. Ini menjelaskan mengapa infeksi cacing yang lazimnya dapat ditangani, berubah menjadi serangan mematikan ketika datang terlambat dan menumpuk dengan masalah gizi serta penyakit lain.

Alarm Sanitasi, Gizi, dan Respons Layanan

Tragedi ini menyentil tiga sumbu kerentanan. Pertama, sanitasi dan perilaku: daerah dengan akses jamban layak dan air minum aman yang terbatas akan menyuburkan siklus telur cacing di tanah. Telur menempel di tangan dan kuku, lalu tertelan saat anak makan atau memasukkan jari ke mulut. Kedua, gizi: Raya tercatat BGM, menandakan masalah malnutrisi yang membuat tubuh sulit melawan parasit. Ketiga, akses layanan & perlindungan sosial: laporan lapangan menyinggung hambatan administratif (termasuk persoalan kepesertaan jaminan kesehatan keluarga) yang membuat respons awal tidak ideal. Potret ini menggambarkan infeksi cacing sebagai masalah struktural, bukan sekadar urusan klinis di ruang IGD.

Di level kebijakan, WHO merekomendasikan deworming preventif (albendazole/mebendazole) tahunan atau dua kali setahun pada komunitas dengan prevalensi STH tinggi—terutama anak prasekolah dan usia sekolah—untuk menurunkan beban cacing secara populasi. Edukasi cuci tangan sabun, potong kuku, cuci/masak pangan dengan benar, dan penggunaan alas kaki adalah pilar perilaku yang tak bisa ditawar.

Wajib Tahu:

Infeksi cacing bukan “penyakit kampung” yang sepele. Larva Ascaris bermigrasi lewat paru & saluran napas, cacing dewasa bisa keluar lewat mulut/hidung, dan pada beban tinggi dapat mematikan—terutama bila datang terlambat dan disertai gizi buruk.

Langkah Pencegahan: Dari Rumah Hingga Kebijakan

1) Deworming teratur untuk anak. Ikuti jadwal albendazole 400 mg atau mebendazole 500 mg sesuai panduan fasyankes daerah—utamanya di wilayah dengan prevalensi STH tinggi. Program ini terbukti menurunkan beban infeksi cacing secara bermakna pada populasi anak.

2) Air minum aman & kebersihan pangan. Rebus air, cuci sayur–buah, dan masak daging/ikan hingga matang untuk memutus jalur telur cacing dari lingkungan ke mulut. WHO/CDC menjelaskan telur dapat menempel pada bahan pangan dan tangan.

3) Cuci tangan & potong kuku. Kebiasaan sederhana ini mencegah tangan menjadi “kendaraan” telur Ascaris. Terapkan sebelum makan, setelah dari toilet, dan sepulang bermain—disiplin pada anak kecil adalah kunci memutus infeksi cacing berulang.

4) Alas kaki & area bermain bersih. Minimalkan kontak langsung dengan tanah yang mungkin terkontaminasi tinja. Untuk keluarga yang tinggal di rumah panggung atau dekat tanah terbuka, kebersihan lantai dan halaman perlu perhatian ekstra.

5) Perbaiki sanitasi dasar & jaminan layanan. Pembangunan jamban sehat, pengelolaan tinja, serta kemudahan akses pembiayaan kesehatan menjadi fondasi supaya kasus infeksi cacing berat tidak berulang. Penguatan lintas-sektor (kesehatan–sosial–tata ruang) mutlak diperlukan agar anjuran klinis tidak berhenti di poster.

Sumber: CNN Indonesia

Exit mobile version