33.4 C
Jakarta
Tuesday, August 26, 2025
HomeBeritaViral & Mengusik Nurani: Kampung Tongkol di Bawah Rel dan Pekerjaan Rumah...

Viral & Mengusik Nurani: Kampung Tongkol di Bawah Rel dan Pekerjaan Rumah Ibu Kota

Date:

Related stories

“Suara Jalanan Menggema”: Dukung Palestina di Brisbane Menyulut Gaung Global

Lintas Fokus - Brisbane kembali memadati ruang publik: spanduk,...

Honor X7d Review: Kuat, Irit, dan (Akhirnya) Masuk Akal untuk Pemakaian Harian

Lintas Fokus - Tanpa gimik berlebihan, Honor X7d datang...

28 Agustus 2025: Gelombang Besar dengan Taruhan Kebijakan

Lintas Fokus - Satu tanggal mengerucut di linimasa: 28...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Nama Kampung Tongkol tiba-tiba meledak di linimasa. Video terbaru yang tayang hari ini memperlihatkan deretan rumah berdempetan di bawah dan sisi jalur kereta aktif penghubung Stasiun Jakarta Kota–Ancol. Kamera menangkap lorong-lorong sempit yang tak pernah benar-benar terang, debu yang beterbangan tiap rangkaian lewat, hingga akses getek yang dipakai warga menyeberang sungai untuk mencapai jalan utama. Konten ini memantik diskusi besar: bagaimana memastikan keselamatan tanpa memutus mata pencaharian warga di pesisir Jakarta Utara.

Di luar sorotan warganet, Kampung Tongkol punya jejak panjang kebijakan. Pada Januari 2025, sebagian warga Kampung Tongkol Dalam mengalami penertiban dan memilih bertahan di kolong Tol Wiyoto Wiyono karena bingung hendak tinggal di mana. Cerita itu memotret problem klasik: rusun tersedia, tetapi jaraknya dari sumber nafkah sering menjadi batu sandungan.

Potret Lapangan yang Tak Terekam Brosur Kota

Siang hari di Kampung Tongkol terasa seperti senja permanen. Rel melintang di atas kepala; getaran dan deru besi menjadi ritme harian. Warga yang bekerja di sektor informal sekitar Ancol—pelabuhan kecil, area wisata, pasar—menyukai kedekatan lokasi ini dengan pekerjaan mereka. Namun kedekatan itu dibayar mahal: kebisingan kronis, kualitas udara rendah, kabel-kabel padat di ruang sempit, dan risiko kebakaran yang tinggi. Beberapa akses menuju kampung masih mengandalkan getek tradisional di atas aliran sungai, sehingga mobilitas warga lanjut usia, ibu hamil, dan anak sekolah kerap terhambat. Visual faktual soal rumah menempel bantalan rel dan jalur air dengan getek terekam jelas dalam laporan video yang sedang viral.

Bagi banyak keluarga, alasan bertahan juga psikologis: jejaring sosial—tetangga, kerabat, langganan usaha—terbangun di sini. Ketika mereka diminta pindah jauh, biaya transportasi melonjak dan waktu kerja terpotong; penghasilan harian bisa rontok hanya karena ongkos dan jarak. Di titik ini, perdebatan “pindah atau tidak” bukan lagi hitam-putih, melainkan persoalan bertahan hidup.

Rantai Kebijakan: Dari Penertiban ke Opsi Hunian

Kisah penertiban Kampung Tongkol Dalam pada Januari lalu menegaskan bahwa urusan relokasi tak selesai dengan membongkar bangunan. Sejumlah keluarga mengaku tidak ditawari pilihan rusun yang dekat, sehingga tetap bertahan di kolong tol usai digusur. Pemerintah kota menyatakan tengah menyiapkan penanganan dan memindahkan warga ke hunian sementara, tetapi transisi di lapangan tidak mudah. Di saat bersamaan, DPRD DKI pernah mendesak percepatan solusi agar warga tidak berlarut tinggal di lokasi rawan.

Pelajarannya jelas: kebijakan harus lintas-instansi. Operator perkeretaapian memerlukan koridor steril; dinas perumahan perlu memastikan ketersediaan rusun dekat nafkah; dinas sosial memegang kunci pendampingan; otoritas sungai dan jalan tol menyangkut keselamatan. Tanpa orkestrasi, berita viral akan berputar seperti siklus: ditertibkan → mengungsi liar → muncul kantong hunian baru di ruang marginal lainnya.

Wajib Tahu:

Video resmi menjelaskan Kampung Tongkol berada di Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, tepat di bawah jalur aktif Jakarta Kota–Ancol, dan salah satu aksesnya adalah getek melintasi sungai. Pernyataan ini dipublikasikan hari ini oleh Kompas Video dan diperkuat unggahan kanal resmi mereka.

Jalan Tengah yang Mungkin: Aman, Dekat, dan Manusiawi

Bagaimana menangani Kampung Tongkol tanpa mengulangi kegagalan masa lalu?

1) Audit keselamatan koridor rel + pemasangan proteksi sementara.
Petakan jarak bangunan ke sumbu rel, kondisi kabel listrik, jalur evakuasi. Di titik paling riskan, lakukan evakuasi bertahap dan pasang pagar keselamatan, penerangan, serta rambu larangan bermain di dekat bantalan rel. Ini bukan pembenaran tinggal di zona bahaya, melainkan langkah mitigasi sambil menunggu hunian pengganti tersedia. Visual rumah “menempel rel” pada video yang viral menggarisbawahi urgensinya.

2) Rusun berprinsip “dekat nafkah”.
Banyak keluarga menolak pindah bukan karena anti-rusun, melainkan karena lokasi terlalu jauh dari pekerjaan. Data lapangan pascapenertiban menunjukkan beberapa warga memilih bertahan di kolong tol ketimbang pindah jauh. Karena itu, prioritasnya adalah rusun dalam radius terjangkau ke Ancol–Pademangan plus akses transportasi publik yang pasti. Tanpa ini, perpindahan berisiko gagal berkelanjutan.

3) Paket transisi sosial-ekonomi.
Sediakan sewa bersubsidi sementara, subsidi transportasi untuk bulan-bulan awal, dan penempatan kerja/inkubasi usaha mikro di lokasi baru. Sertakan paralegal komunitas agar warga paham hak dan kewajiban; kurangi ruang miskomunikasi yang kerap memicu resistensi.

4) Perbaikan akses aman pengganti getek.
Selama warga masih bergantung pada getek, sediakan rute pejalan kaki sementara yang cukup cahaya, punya pagar pelindung, dan meniadakan lintasan berbahaya. Setelah relokasi bergulir, akses ini bisa ditutup atau dialihkan untuk kepentingan umum yang lebih aman. Rujukan visual akses getek ada di video yang sama.

Mengapa Publik Harus Ikut Mengawal?

Viralnya Kampung Tongkol bukan sekadar konten dramatis; ia adalah alarm kebijakan. Di satu sisi, negara wajib menegakkan regulasi ruang dan keselamatan. Di sisi lain, realitas ekonomi warga menuntut empati dan kalkulasi yang membumi. Tugas kita bersama adalah mendorong solusi yang terukur: menutup celah bahaya di koridor rel sekaligus mengantar keluarga ke hunian yang layak, terjangkau, dan dekat sumber nafkah.

Kabar baiknya, topik hunian terjangkau dan relokasi warga rentan memang terus dibahas di berbagai kanal pemerintahan dan liputan media. Namun, pengalaman penertiban Kampung Tongkol Dalam pada Januari lalu menunjukkan tantangan implementasi masih besar. Momentum viral hari ini mestinya dipakai untuk mempercepat koordinasi, mengumumkan timeline relokasi yang transparan, dan melibatkan warga sejak perencanaan. Jika tiga hal itu berjalan, Kampung Tongkol bisa berubah dari simbol gelapnya kolong rel menjadi contoh transformasi yang adil di Jakarta.

Sumber: Kompas

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img