Site icon Lintas Fokus

Sidang Perdana yang Menguji Nalar Publik: Kasus Pagar Laut Masuk Babak Baru

Pagar Laut masuk sidang perdana.

Pagar Laut masuk sidang perdana.

Lintas Fokus Sidang perdana perkara Pagar Laut akhirnya dipasang di kalender peradilan. Pengadilan Negeri Serang menetapkan agenda pembacaan dakwaan pada Selasa, 30 September 2025, dengan majelis dipimpin hakim ketua Hasanuddin dan anggota Arwin Kusmanta serta Ewirta Lista. Perkara telah diregister dengan nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Srg. Empat nama tercantum sebagai terdakwa: Arsin bin Asip (Kepala Desa Kohod), Ujang Karta (Sekretaris Desa), Septian Prasetyo, dan Chandra Eka Agung Wahyudi. Informasi resmi ini dikonfirmasi lintas media dan juru bicara PN Serang.

Bagi pembaca Indonesia, inilah momen krusial. Setelah berbulan-bulan berputar di ruang opini, perkara Pagar Laut bergerak ke ruang sidang yang terang benderang. Agenda hukum ini bukan sekadar soal pasal dan nomor berkas, melainkan tentang akses nelayan, kepastian tata ruang laut, serta akuntabilitas kebijakan daerah dan pusat.

Apa Yang Diadili, Siapa Saja Terlibat, dan Mengapa Ini Penting

Sidang perdana menandai dimulainya proses pembuktian di perkara Pagar Laut yang selama ini dikaitkan dengan dugaan korupsi dan pemalsuan dokumen pertanahan di pesisir Kabupaten Tangerang. PN Serang mengonfirmasi tanggal, komposisi majelis, serta nomor register perkara yang menjadi rujukan publik untuk mengikuti jalannya persidangan. Beberapa media arus utama menambahkan bahwa berkas sempat berliku sebelum dilimpahkan ke kejaksaan wilayah Banten, sebuah detail yang memperlihatkan sensitifnya kasus ini.

Di luar teknis peradilan, perkaranya menyentuh hulu-hilir ekonomi pesisir. Pemagaran laut dituding menutup akses tradisional nelayan dan memicu ketegangan sosial. Itulah mengapa perkara Pagar Laut tidak bisa dibaca sebagai kasus umum belaka. Ia adalah cermin tata kelola ruang laut: siapa berhak menggunakan, bagaimana izin dikeluarkan, dan sejauh mana pengawasan dilakukan saat praktik di lapangan tak sejalan dengan aturan.

Rantai Peristiwa: Dari Pencabutan Pagar hingga Penyegelan KKP

Untuk memahami konteks sidang, kita perlu menoleh ke rangkaian tindakan aparat sejak awal tahun. TNI Angkatan Laut turun ke lapangan dan mencabut pagar bambu yang menutup jalur tangkap di pesisir Tangerang. Catatan lapangan menunjukkan operasi pembongkaran menembus puluhan kilometer, melibatkan ratusan personel, perahu karet, RHIB, dan partisipasi nelayan. Aksi ini membuka sementara jalur melaut yang sebelumnya tersumbat oleh struktur pagar.

Di sisi regulasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan pagar laut di Bekasi yang dinilai tidak memiliki Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Penyegelan ditandai spanduk merah di lokasi dan dinarasikan sebagai komitmen menindaklanjuti keresahan masyarakat soal pemanfaatan ruang laut tanpa dasar izin. Praktik penertiban ini menjadi rujukan penting karena menegaskan prasyarat hukum yang seharusnya melekat pada proyek serupa di wilayah lain.

Rantai kebijakan dan tindakan ini menyusun latar belakang mengapa publik menaruh atensi lebih pada sidang Pagar Laut. Di pengadilan, isu izin, tata ruang, dan dampak sosial akan berpadu dengan pembuktian dokumen dan saksi.

Pagar Laut di Mata Hukum: Jalur Dakwaan dan Titik Kritis

Secara garis besar, pembacaan dakwaan yang dijadwalkan pekan ini akan menjawab dua pertanyaan publik: apa unsur pidananya dan siapa yang paling bertanggung jawab. Laporan pengadilan dan media menyiratkan fokus pada dugaan pemalsuan dokumen pertanahan dan penyalahgunaan kewenangan, termasuk hubungan sebab-akibat antara tindakan administratif dan lahirnya pagar di ruang laut. Pagar Laut menjadi istilah payung bagi praktik pemagaran yang mengubah jalur tangkap, memaksa nelayan berputar jauh, serta menimbulkan biaya operasional tambahan. Jadwal sidang dan daftar terdakwa memberi kepastian proses hukum yang selama ini ditagih publik.

Titik kritisnya ada pada dokumen dan kesaksian. Jika dakwaan menegaskan adanya rekayasa dokumen, maka rantai pertanggungjawaban akan diuji dari level desa sampai jejaring swasta. Sebaliknya, bila pembuktian gagal, perkara Pagar Laut berisiko dibaca sebagai konflik administrasi belaka. Di sinilah majelis, jaksa, dan penasihat hukum memainkan peran pamungkas: menyajikan berkas yang rapi, saksi yang kredibel, dan argumentasi yang terukur.

Wajib Tahu:

Sidang perdana Pagar Laut di PN Serang dijadwalkan Selasa, 30 September 2025, perkara teregister 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Srg, dipimpin hakim ketua Hasanuddin, anggota Arwin Kusmanta dan Ewirta Lista. Empat terdakwa: Arsin bin Asip, Ujang Karta, Septian Prasetyo, dan Chandra Eka Agung Wahyudi.

Dampak Nyata: Nelayan, Kebijakan, dan Reputasi Tata Ruang

Di lapangan, perdebatan soal Pagar Laut bukan abstraksi. Setiap pagar yang memanjang di pesisir menambah waktu tempuh, mengubah pola arus, dan mengancam keselamatan saat ombak tinggi. Itu sebabnya pembongkaran oleh TNI AL dipuji nelayan karena memulihkan jalur historis mereka. Data pembongkaran yang menyentuh puluhan kilometer menggarisbawahi skala persoalan yang tidak kecil untuk sebuah kabupaten pesisir.

Pada level kebijakan, sidang ini mengirim sinyal ke pemerintah daerah dan pusat: prosedur izin ruang laut harus tertib, penataan reklamasi harus transparan, dan pengawasan mesti efektif. Langkah KKP menyegel pagar di Bekasi karena tiadanya PKKPRL memperlihatkan standar minimum yang seharusnya berlaku di mana-mana. Jika pengadilan berhasil mengurai simpul masalah, perkara Pagar Laut bisa menjadi preseden perbaikan tata ruang laut di daerah lain.

Dari sisi reputasi, sidang akan menakar integritas layanan publik. Apakah perangkat desa bekerja dalam koridor hukum, apakah jejaring swasta taat pada izin, dan apakah aparat penegak hukum responsif terhadap keresahan warga. Jawaban akhirnya akan lahir dari pembuktian di ruang sidang, bukan dari ramainya kolom komentar.

Sumber: Keadilan.id

Exit mobile version