Site icon Lintas Fokus

Ketua KPK dan Amnesti Hasto: Megawati Vs. Istana

Ketua KPK, Setyo Budiyanto

Ketua KPK, Setyo Budiyanto

Lintas Fokus Peta kekuasaan di Jakarta kembali bergetar. Ketua KPK Setyo Budiyanto mendadak berada pada garis tembak ketika Megawati Soekarnoputri mempertanyakan kelambanan KPK sehari setelah Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan amnesti bagi mantan sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Sindiran tajam itu—diucapkan di Kantor DPP PDIP, 9 Agustus 2025—menggiring diskursus tentang batas wewenang KPK, kekuatan politik partai lama, dan kalkulasi strategis Istana.

Setyo, yang belum genap setahun menjabat, menjawab dengan kalimat bernada tenang tapi menandaskan prinsip: “KPK tidak pernah tawar-menawar integritas.” Namun, di balik pernyataan itu mengendap pertanyaan publik: benarkah lembaga antikorupsi mampu berdiri tegak saat keputusan presiden dan sinyal partai besar seakan menekan dari dua sisi sekaligus?


Megawati Menohok Ketua KPK di Tengah Polemik Amnesti

Saat acara konsolidasi internal, Megawati menampilkan salinan putusan PK Mahkamah Agung terkait kasus Hasto. Di depan kamera ia menyelipkan kalimat tajam, “Ada pimpinan penegak hukum yang kerjanya seperti siput.” Meski tak menyebut nama, semua paham arah kritiknya—Ketua KPK.

Bagi PDIP, amnesti adalah “langkah pemulihan politik” bagi kader senior. Bagi oposisi, keputusan justru memunculkan kesan impunitas. Megawati memanfaatkan momen untuk menegaskan kedudukan partainya sekaligus mengirim pesan pada Setyo: penegakan hukum sebaiknya tidak memancing konflik terbuka dengan kekuatan partai penguasa.


Ketua KPK Setyo Budiyanto: Kronologi, Mandat, dan Dilema

Setyo menanggapi lewat jumpa pers di Gedung Merah Putih. Ia merunut empat tanggal kunci: tanggal kasasi inkrah, penyerahan salinan ke KPK, voting DPR, dan finalisasi Keppres. “KPK siap mengeksekusi, tetapi amnesti mengalihkan jalur hukum,” tegasnya. Pengacara publik menilai argumentasi Setyo sah secara yuridis; problemnya bukan prosedur, melainkan persepsi publik bahwa KPK ‘diam’ selagi proses politik melaju.

Setyo lantas memerintahkan Biro Hukum membuat pedoman baru: bagaimana KPK bergerak saat objek perkara diberi grasi atau amnesti. Jika disetujui, aturan ini akan menjadi preseden pertama di era pasca-revisi UU KPK.


Istana Prabowo: Rasionalisasi Amnesti, Efek Kepercayaan Publik

Juru bicara presiden menjelaskan, amnesti diberikan atas rekomendasi DPR (271 suara menyetujui) setelah Hasto membayar ganti rugi dan “mendukung pembenahan tata kelola partai”. Istana berdalih, langkah ini mempercepat rekonsiliasi nasional menjelang pembahasan RUU Etika Pejabat.

Namun survei Litbang Kompas terbaru memperlihatkan hal lain: kepercayaan publik pada KPK merosot ke 58%, sedangkan kecurigaan bahwa “keputusan politik mematahkan upaya antikorupsi” melonjak ke 41%. Data itu menunjukkan manuver politik berisiko menghantam reputasi eksekutif, lebih-lebih bila KPK tak diberi ruang bergerak.


Puncak Persimpangan: Masa Depan KPK dan Amnesti sebagai Preseden

Reformasi 1998 menempatkan KPK sebagai benteng antikorupsi independen. Amnesti Hasto, disertai kritik Megawati pada Ketua KPK, menguji ulang bangunan independensi itu. Di sisi lain, Setyo membutuhkan dukungan publik untuk melawan narasi “KPK lamban”. Survei Populix mencatat 62% pemilih kota besar menganggap KPK masih paling dipercaya dibanding partai ataupun eksekutif—modal sosial yang krusial bila KPK harus berseberangan dengan kekuasaan.

Apakah polarisasi ini akan memantik revisi undang-undang lagi, atau justru mendorong perbaikan internal KPK? Jawabannya tergantung pada dua hal: konsistensi Setyo menjalankan investigasi kasus lain tanpa tebang pilih, dan kesediaan Istana menahan diri menggunakan hak prerogatif demi kepentingan politik jangka pendek.


Wajib Tahu:

Sejak 1999, hanya tiga terpidana non-ideologi yang memperoleh amnesti; Hasto adalah yang pertama terkait korupsi, menandai pergulatan baru antara landasan moral antikorupsi dan kompromi politik di Istana.


Kesimpulan
Sindiran Megawati, amnesti Presiden Prabowo, dan respons Ketua KPK Setyo Budiyanto membentuk “segitiga tekanan” yang memperlihatkan rapuhnya ekosistem penegakan hukum ketika kepentingan partai dan strategi kekuasaan berkelindan. Masa depan kredibilitas KPK—dan mungkin iklim antikorupsi nasional—bergantung pada langkah Setyo menegakkan integritas tanpa tunduk pada atmosfer politik yang tengah membara.

Sumber: CNN Indonesia

Exit mobile version