Lintas Fokus – Gelombang konten bertanda tengkorak — topi jerami khas bajak laut Monkey D. Luffy — menguasai linimasa Indonesia sejak akhir Juli. Berbagai video memperlihatkan warga menggantung Bendera One Piece di balkon, teras kafe, bahkan tiang halaman rumah sambil menulis caption “Pemanasan 17-an ala Nakama!”. Dalam hitungan dua hari, tagar #BenderaOnePiece menembus 12 juta tayangan di TikTok dan memuncaki trending X. Namun viralitas itu segera bertemu tembok undang-undang: Pasal 24 huruf c UU No 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara (UU BBLN) menegaskan larangan mengganti Merah Putih pada tiang utama selama masa peringatan nasional. Perdebatan pun mengemuka: ekspresi fandom atau pelanggaran pidana?
Legalitas Bendera One Piece Menurut UU BBLN
UU BBLN mengenal konsep tiang utama — sarana luar ruang yang ditujukan khusus untuk Bendera Negara selama 1–31 Agustus. Direktorat Jenderal Politik dan PUM Kemendagri menafsirkan halaman rumah, sekolah, serta kantor pemerintah sebagai area wajib Merah Putih. Mengibarkan Bendera One Piece di lokasi itu, apalagi tanpa Merah Putih setinggi atau lebih tinggi, berpotensi melanggar Pasal 24 dan terancam sanksi Pasal 67: penjara paling lama satu tahun atau denda hingga Rp 100 juta.
Ahli hukum tata negara Prof. Zainal Abidin menerangkan bahwa UU tidak melarang simbol fiksi di ruang privat, asalkan tidak menggeser posisi bendera resmi. Itu artinya, pemasangan Jolly Roger di dalam kamar, studio streaming, atau kafe indoor aman secara hukum—selama Merah Putih tetap dikibarkan di luar. Ia menambahkan, pasal ITE bisa menjerat konten yang memodifikasi Merah Putih menjadi tengkorak atau warna lain karena dianggap merendahkan simbol negara.
Kepolisian RI sejauh ini memilih langkah persuasif. Kapolres Kotabaru misalnya hanya menegur pemilik rumah yang tertangkap kamera memasang Bendera One Piece tanpa Merah Putih. Langkah pidana baru ditempuh jika ada unsur penistaan atau sengaja merobek, membakar, dan menyiarkan tindakan itu di media sosial.
Viralitas Bendera One Piece di TikTok dan X
Lonjakan konten bermula dari video @grandlinestore (20 Juli 2025) yang menancapkan Jolly Roger satin di balkon apartemen Bandung dengan backsound “We Are!” versi remix. Berkat algoritme FYP, dalam 24 jam video itu di-duet 1.900 kali. Data Meltwater periode 25–27 Juli menunjukkan engagement challenge “#StrawHatFlag” tumbuh 312% dibanding hashtag Hari Kemerdekaan lain. Fandom One Piece di Indonesia—diperkirakan 6,8 juta akun aktif menurut Pop Asia Insight—menjadi mesin awal ledakan.
Faktor pemicu lainnya adalah momentum: anime One Piece baru merayakan episode 1.200 pada 21 Juli, serempak dengan gerakan pemasyarakatan Merah Putih Kementerian Dalam Negeri. Kontras visual bendera hitam-putih di tengah dominasi merah-putih membuat konten mudah dikenali dan disebarluaskan. Psikolog media Dr. Ratih Izza memaparkan, “Generasi Z mencari cara unik mengekspresikan nasionalisme; simbol pop culture menjadi jembatan yang relatable.”
Respons Pemerintah, Brand, dan Komunitas Manga
Kementerian Kominfo merilis imbauan 29 Juli: “Tidak menurunkan, menutupi, atau mengganti Merah Putih dengan simbol apa pun pada tiang utama.” Surat edaran itu mendorong edukasi alih-alih blokir masif. Di sisi lain, beberapa brand menunggangi tren. Platform e-commerce meluncurkan filter AR yang memadukan Merah Putih dan Bendera One Piece, sedangkan jaringan kopi waralaba menawarkan diskon “Straw Hat Drink” bila pelanggan berfoto dengan Merah Putih di outlet.
Reaksi publik terbelah. Nationalism Watch, sebuah ormas veteran, menilai promosi bertema bajak laut menjelang 17 Agustus sebagai bentuk tone-deaf terhadap sejarah perjuangan. Sebaliknya, komunitas Wibu United menegaskan bahwa memasang Bendera One Piece di bawah Merah Putih justru menunjukkan ketaatan sembari mempromosikan kreativitas.
Solusi Aman Memasang Bendera One Piece
Pakar etika budaya pop Dr. Ignatius Yulianto menawarkan tiga langkah kompromi:
-
Dual Flag Etiquette
Tempel Jolly Roger di balkon dalam posisi lebih rendah dari Merah Putih, jaga ukuran maksimal 70% luas bendera negara agar tidak mendominasi visual. -
Indoor-Only Display
Pindahkan Bendera One Piece ke ruang tamu, studio konten, atau jendela kaca. Merah Putih tetap berkibar di luar; hukum terpenuhi, kreativitas terjaga. -
Caption Edukatif
Kreator konten sebaiknya menyertakan ajakan hormat: “Nakama, jangan lupa kibarkan Merah Putih 1–31 Agustus.” Algoritme platform cenderung mengangkat konten dengan CTA positif.
Trik ini sesuai Surat Edaran Mendagri 003.1/4397/SJ/2024 yang mendorong partisipasi warga mengibarkan 10 juta Bendera Negara—tanpa mengekang ekspresi budaya pop di ruang privat.
Wajib Tahu:
Di Jepang, bendera fiksi Gensokyo pernah disita otoritas taman nasional (2016) karena dipasang di lokasi upacara resmi Hari Konstitusi. Kasus berakhir pada teguran, tetapi menciptakan preseden bahwa simbol fiksi di ruang publik bisa dianggap pelanggaran ringan.
Kesimpulan
Kontroversi Bendera One Piece menjelang 17 Agustus memberi pelajaran bahwa kreativitas digital tidak boleh mengabaikan batas hukum. Fandom dapat bersanding dengan nasionalisme—syaratnya, Merah Putih tetap mendapat tempat tertinggi secara fisik maupun simbolik. Dengan mematuhi aturan tiang utama, menempatkan bendera bajak laut pada ruang privat, dan menambahkan caption edukatif, warganet bisa terus berlayar bersama Luffy tanpa terjebak gelombang pidana. Tren mungkin mereda setelah tanggal 18, tetapi diskusi tentang keseimbangan budaya pop dan penghormatan pada simbol negara akan selalu relevan di era konten real-time.
Sumber: Kemenkumham