Lintas Fokus – Malam 26 Juni 2025, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi datang tanpa sirene—hanya lampu strobo redup yang berhenti di halaman Gedung Pusat Bank BRI Sudirman dan Menara BRI Gatot Subroto. Dari pukul 18.30 hingga lewat tengah malam, petugas terlihat menenteng CPU, rekaman CCTV, dan bundel kontrak elektronik. Juru bicara KPK, Tessa Mahardika, mengungkap misi mereka: memburu bukti penggelembungan harga 65 000 unit Electronic Data Capture bernilai total Rp 1,2 triliun .
Pengadaan yang seharusnya mendukung percepatan cashless UMKM justru dicurigai menguras kas negara. Harga katalog —sekitar USD 170 per mesin—ditulis USD 250 di kontrak akhir. Selisih tipis di atas kertas mewakili potensi “fee” ratusan miliar yang diduga dibagikan berlapis lewat rekening vendor, exchanger kripto, hingga deposito emas di luar negeri.
Di satu sisi jalan, lampu gedung ikon BUMN bercahaya biru; di sisi lain, lampu darurat KPK menyoroti bayang hitam praktek rente.
Menelusuri Rantai Tender Bank BRI yang Diselidiki
Dokumen awal lelang April 2023—disita KPK—menyatakan spesifikasi alat wajib memori 128 MB dan dual-encryption chip. Dokumen revisi September 2023, yang juga ditemukan, menurunkan standar jadi 64 MB plus single encryption tanpa rasionalisasi teknis. Perubahan mencurigakan itu diteken panitia dan disetujui Wakil Dirut saat itu, Catur Budi Harto .
Sumber internal lembaga antikorupsi menyebut metode “sprindik umum” dipakai: penyidik memeriksa transaksi 27 rekening pribadi, vendor, dan konsultan. Lapisan pencucian dana terdeteksi—vendor A mentransfer ke vendor B, lalu dana diputar ke Monero Exchange agar hilang jejak . Tim forensik digital mengekstrak pesan Signal berisi kata sandi “FastLaneEDC” dan catatan komisi 7 %.
Auditor internal Bank BRI rupanya sempat mengeluarkan peringatan dini. Laporan BRI Internal Memo Januari 2024 menyebut 38 % mesin masih tertahan di gudang Cikarang karena “kabel power tidak sesuai standar PLN”. Fakta bahwa sebagian alat kini berdebu—tanpa segel resmi—menguatkan dugaan pembelian buru-buru demi target semu “enam juta merchant onboarding” pada RUPST 2024.
Strategi Krisis Bank BRI Menghadapi Sorotan Publik
Usai penggeledahan, Direktur Utama Sunarso menggelar konferensi pers kilat. Ia menegaskan “BRI governance tetap tiga garis pertahanan,” sembari menunjuk KPMG untuk audit forensik independen, dan menonaktifkan empat pejabat pengadaan. Manajemen membuka hotline whistle-blowing dengan hadiah Rp 50 juta bagi pelapor data valid—upaya meredam opini bahwa bank pelat merah kebal hukum. Bursa Efek Indonesia sempat menghentikan transaksi BBRI; harga saham jeblok 2,4 % lalu pulih menjadi minus 0,8 % di penutupan, menandakan kepercayaan investor belum tergerus habis.
Kementerian BUMN tak tinggal diam. Staf Khusus Menteri Erick Thohir membisikkan rencana surat edaran yang mewajibkan laporan pengadaan kuartalan bisa diunduh publik. Langkah itu dianggap “obat pahit” tetapi perlu agar kejadian Bank BRI tak berulang di bank pelat merah lain.
Ketua KPK Setyo Budiyanto langsung menandai pernyataan tegas, “Kasus ini diuji pidana perorangan, tidak ada istilah beli bersih bagi siapapun.” Frasa itu menutup ruang spekulasi bahwa perkara hanya akan berakhir pada ganti rugi administratif.
Dampak Industri Setelah Kasus Bank BRI Meledak
Efek domino mulai terasa. Asosiasi Fintech Indonesia meminta pengecualian tender EDC diganti model reverse auction agar seluruh vendor berlomba menurunkan harga. Himbara—kelompok bank BUMN—menggagas platform belanja bersama yang mengumumkan harga real-time, mirip e-catalog LKPP, untuk menghindari mark-up terselubung.
Ekonom Indef Abra Talattov menaksir beban biaya dana Bank BRI berpotensi naik 10–15 basis poin karena premi risiko. Namun ia optimistis dana pihak ketiga tak lari: “Nasabah mikro menilai Bank BRI terlalu besar untuk ambruk.”
Di sisi lain, target Pemerintah menjadikan seluruh transaksi bansos nontunai pada 2026 terancam molor. Kementerian Keuangan menimbang jeda distribusi EDC ke UMKM hingga audit selesai. Startup pembayaran daring bersiap menambal celah dengan menawarkan QRIS sederhana berbasis ponsel—yang justru berpotensi mempercepat peralihan ke pembaca kode QR daripada EDC fisik.
Regulator OJK turut bergerak; mereka merancang ketentuan uji kepatutan vendor TI sebelum memenangkan proyek bank BUMN. “Kami belajar dari Bank BRI—proses yang harusnya transparan bisa bobol jika vendor dummy mudah lolos verifikasi,” tegas Deputi Komisioner IT OJK.
Kesimpulan
Kasus pengadaan EDC Bank BRI menelanjangi lubang dalam tata kelola transformasi digital BUMN. KPK bergerak cepat, memeriksa mantan eksekutif dan menelusuri aliran dana kripto, sedangkan manajemen bank melakukan langkah penyejuk—audit independen, skors pejabat, serta hotline pelapor. Industri perbankan boleh berharap insiden ini menjadi momen lahirnya standar transparansi baru; publik, pada sisi lain, menunggu vonis yang setimpal agar jargon “Revolusi BRI” tidak keburu berubah jadi “ironi sistemik”.
Sumber: Tempo