Site icon Lintas Fokus

Selamat Jalan, Suara yang Menyala: Obituari Nobuo Yamada dan Jejak Abadi “Pegasus Fantasy”

Nobuo Yamada

Nobuo Yamada

Lintas Fokus Dunia anison berduka. Nobuo Yamada—vokalis utama band hard rock MAKE-UP yang mengabadikan lagu pembuka legendaris “Pegasus Fantasy” untuk Saint Seiyameninggal dunia pada 9 Agustus 2025 dalam usia 61 tahun. Kabar ini dikonfirmasi agensi MOJOST bersama penjelasan bahwa sang penyanyi telah lama berjuang melawan kanker ginjal. Di Indonesia, nama Nobuo Yamada tak sekadar dikenal; ia menjadi suara kolektif masa kecil, pekik pembuka yang menyulut imajinasi ksatria zodiak di layar tabung hingga panggung festival.

Bahkan sebelum era streaming, chorus “Pegasus Fantasy!” sudah menjadi salam perkenalan budaya pop Jepang bagi banyak keluarga di Indonesia. Itulah mengapa berita wafatnya Nobuo terasa personal: kita kehilangan salah satu penggerak emosi terbesar dalam sejarah soundtrack anime.

Kronologi Resmi dan Fakta yang Tak Dibantah

Rangkaian informasinya jernih. MOJOST menyampaikan Nobuo Yamada wafat pada 9 Agustus 2025 pukul 13.39 JST di rumah sakit, setelah perjuangan panjang melawan kanker ginjal. Organisasi media kredibel seperti Oricon Group (US) dan CNA Lifestyle memuat detail usia, penyebab, serta pernyataan duka dari rekan industri. Toei Animation—rumah Saint Seiya—menyusul dengan penghormatan di X, menegaskan betapa penting kontribusi vokal Yamada bagi identitas serial tersebut.

Di tengah banjir unggahan, bagian terpenting tetap sama: Nobuo pergi dengan martabat, dikelilingi cinta para penggemar yang tumbuh bersamanya. Informasi seputar prosesi perpisahan publik masih menunggu pengumuman resmi; beberapa media mencatat keluarga memprioritaskan upacara internal sebelum membuka ruang penghormatan bagi fans.

Nobuo Yamada: Suara yang Membentuk Generasi

Bersama MAKE-UP, Nobuo Yamada menyanyikan “Pegasus Fantasy” (opening) dan “Blue Forever” (ending) untuk Saint Seiya. Dua karya ini menaikkan standar penulisan tema anime: gitar yang menderu, melodi yang mudah dinyanyikan, dan teknik vokal yang menggugah—perpaduan yang membuat jutaan anak 80–90-an beranjak dari sofa sambil berteriak mengikuti lirik. Banyak penyanyi besar datang dan pergi, tetapi sedikit yang menyegel rasa zaman seperti yang dilakukan Nobuo.

Dampak lintas batasnya terasa kuat di Indonesia. Di panggung cosplay, konser orkestra anime, hingga reuni teman lama, nada pembuka “Pegasus Fantasy” menjadi pemantik nostalgia. Tak berlebihan jika menyebut Nobuo Yamada sebagai jembatan emosional yang mempertemukan generasi VHS, VCD, sampai generasi platform digital.

Jejak di Luar Saint Seiya: Sentai, Kolaborasi, dan Panggung

Warisan Nobuo Yamada tidak berhenti di Saint Seiya. Ia mengisi lagu tema untuk waralaba Super Sentai—antara lain GoGo Sentai Boukenger (2006) dan kontribusi pada Tensou Sentai Goseiger (2010). Kehadiran itu penting karena memperlihatkan kelenturan musikal: dari hard rock yang teatrikal hingga gaya paduan pop-rock yang heroik, ia menjaga kredo yang sama—menyanyikan cerita. Diskografi solonya, kolaborasi panggung, sampai penampilan bertema anison di berbagai negara menegaskan reputasinya sebagai performer yang selalu hadir total.

Bagi teknisi dan musisi, ada pelajaran yang terus dikutip: proyeksi vokal Yamada, phrasing yang presisi, dan kontrol nada tinggi tanpa mengorbankan artikulasi. Itulah sebabnya banyak penyanyi cover Indonesia belajar dari cara Nobuo Yamada menahan konsonan dan melepas nada klimaks—detail kecil yang membedakan lagu biasa dan lagu yang membuat stadion menyala.

Wajib Tahu:

Upaya verifikasi lintas sumber menyebut Nobuo Yamada (lahir 20 Januari 1964) wafat 9 Agustus 2025 akibat kanker ginjal; konfirmasi datang dari agensi MOJOST, diliput Oricon Group (US) dan CNA Lifestyle, serta penghormatan terbuka dari Toei Animation.

Warisan, Dampak ke Indonesia, dan Agenda Perpisahan

Setiap generasi punya lagu kebangsaan yang tidak tertulis. Untuk sebagian besar penggemar anime di Indonesia, lagu itu adalah “Pegasus Fantasy”. Warisan Nobuo Yamada hadir dalam bentuk yang paling abadi: kebiasaan bernyanyi bersama—di kamar, di bus pariwisata, di arena konser. Bahkan ketika banyak dari kita tak menghafal seluruh lirik, tubuh ingat kapan harus berteriak, kapan tepuk tangan masuk, dan kapan gitar mendesis menuju reff.

Dalam kacamata industri, kepergian Nobuo Yamada mengukuhkan satu hal: anison adalah kultur, bukan sekadar pelengkap gambar bergerak. Studio, promotor, dan promosi budaya di kawasan Asia Tenggara bisa mengambil pelajaran: bangun program pertunjukan yang menghormati karya legacy—dengan arsip resmi, aransemen orkestra, dan kesempatan bagi musisi muda untuk menafsir ulang, selalu dengan kredit yang layak. Itulah cara terbaik menjaga api yang pernah dinyalakan Nobuo.

Ke depan, publik menunggu jadwal perpisahan publik yang rapi dan inklusif. Entah berlangsung di Tokyo, Osaka, atau dalam format memorial lintas negara, para penggemar Indonesia siap mengirimkan nyanyian—sebab sebagian dari kita tumbuh bersama suara itu. Dan bila nanti layar menampilkan montase perjalanan kariernya, kita tahu kalimat pembuka apa yang akan terdengar lebih dulu.

Kesimpulan
Tidak semua penyanyi memiliki lagu yang sanggup menyatukan lintas generasi. Nobuo Yamada memilikinya. Ia mungkin telah pergi, tetapi resonansi “Pegasus Fantasy” membuatnya hadir setiap kali kita butuh sedikit nyali untuk melangkah. Selamat jalan, maestro. Terima kasih sudah memberi bahasa universal berupa teriakan yang membuat dunia lebih berani.

Sumber: Oricon

Exit mobile version