30.2 C
Jakarta
Thursday, October 2, 2025
HomeBeritaPidato yang Mengguncang: Netanyahu Menghajar Isu Palestina, Sekaligus Menyebut Presiden Indonesia

Pidato yang Mengguncang: Netanyahu Menghajar Isu Palestina, Sekaligus Menyebut Presiden Indonesia

Date:

Related stories

Shutdown AS 2025: Layanan Terganggu, Siapa Salah dan Apa Artinya?

Lintas Fokus - Pemerintah Amerika Serikat resmi memasuki Shutdown...

Ahok dan Skandal LNG: Sinyal Besar, Fakta Keras, dan Arah Kasus

Lintas Fokus - Nama Ahok kembali mengemuka di ruang...

Munas PKS: Pidato Prabowo yang Mengguncang Ruang Rapat dan Kalkulasi Politik Nasional

Lintas Fokus - Pidato Presiden Prabowo Subianto di penutupan...

West Ham vs Everton: Prediksi Paling Masuk Akal atau Kejutan Pahit?

Lintas Fokus - Liga Inggris kembali menghadirkan duel beraroma...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Pidato Benjamin Netanyahu di Sidang Umum PBB memantik gelombang reaksi di dalam dan luar ruang sidang. Saat banyak delegasi memilih walk out, perdana menteri Israel tetap menegaskan garis kerasnya terhadap pengakuan negara Palestina, menyebut langkah pengakuan sepihak oleh negara Barat sebagai pesan buruk bagi dunia. Di sela retorika itu, ia juga menyinggung Presiden Indonesia, sebuah momen langka yang langsung menyedot perhatian publik Tanah Air. Narasi tajam, panggung diplomasi yang panas, dan konteks konflik yang terus berdarah membuat orasi kali ini menjadi salah satu yang paling diperbincangkan sepanjang pekan.

Menurut laporan media internasional, Netanyahu menolak dorongan pengakuan negara dan menyebut kebijakan tersebut “memalukan” serta memberi sinyal bahwa kekerasan dibenarkan. Pernyataan itu ia barengi dengan pembelaan atas operasi militer Israel dan penolakan tuduhan genosida, sementara data korban sipil dari Gaza kembali menghantui pembacaan publik. Sejumlah delegasi bangkit dan meninggalkan ruangan, sementara protes memadati jalanan New York.

Menariknya bagi audiens Indonesia, Netanyahu menyinggung pidato Presiden RI Prabowo Subianto di forum yang sama. Dalam pidatonya, Prabowo menekankan pentingnya jaminan keamanan Israel sekaligus menegaskan keharusan mewujudkan negara Palestina. Netanyahu menyebut pernyataan Presiden Indonesia sebagai sinyal positif soal pengakuan atas kebutuhan keamanan Israel, dan menyiratkan bahwa dinamika baru mungkin lahir di kawasan.

Walk Out, Peta Kekuatan, dan Tarik-Ulur Pengakuan

Derasnya walk out adalah potret retaknya konsensus global atas perang Gaza dan masa depan Palestina. Beberapa pemimpin dan menteri luar negeri memilih keluar saat pidato dimulai. Di luar gedung PBB, massa pro-Palestina meneriakkan seruan gencatan senjata dan keadilan, sementara para pendukung Israel mengangkat isu sandera yang belum pulang. Pada saat yang sama, Netanyahu menegaskan klaim bahwa pidatonya disiarkan langsung ke Gaza melalui pengeras suara di sisi perbatasan dan pesan telepon, langkah yang memantik perdebatan etis dan strategis.

Mengapa pengakuan negara Palestina menjadi begitu sensitif? Jawabannya bertumpu pada dua hal: legitimasi politik dan kalkulasi keamanan. Negara-negara yang mengakui berargumen bahwa jalan dua negara perlu ditopang langkah konkret. Netanyahu menampik, menyebutnya sebagai hadiah bagi kekerasan dan menyatakan Israel “harus menuntaskan pekerjaan” terhadap Hamas. Dengan kata lain, panggung PBB kembali memperlihatkan jurang narasi yang kian melebar.

Sorotan Indonesia: Apa Makna Penyebutan Presiden RI di Panggung PBB

Penyebutan Presiden Indonesia di podium dunia bukan kejadian sehari-hari. Ketika Netanyahu merujuk pidato Prabowo yang mengakui kebutuhan keamanan Israel, ia sekaligus mengirim pesan geopolitik ke Asia Tenggara. Indonesia secara tradisional konsisten mendukung kemerdekaan Palestina dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Karena itu, pengakuan atas aspek keamanan Israel yang disampaikan Presiden RI dibaca sebagian media Israel sebagai kejutan yang “positif” bagi ruang dialog, selama jalan dua negara dan kedaulatan Palestina tetap menjadi prasyarat.

Bagi publik Indonesia, momen ini mengundang dua refleksi. Pertama, diplomasi kita menegaskan posisi klasik: dukung dua negara, dorong gencatan senjata berkelanjutan, dan jaminan akses kemanusiaan bagi warga Palestina. Kedua, penyebutan oleh Netanyahu memperlihatkan bahwa suara Jakarta di forum internasional diperhatikan, terutama ketika menyentuh isu keamanan regional yang lebih luas.

Narasi Besar di Balik Angka: Hostage, Korban Sipil, dan Uji Moral Global

Pidato keras di podium tidak bisa dilepaskan dari realitas lapangan. Netanyahu mengangkat isu sandera Israel, sementara laporan kemanusiaan menyebut puluhan ribu korban di pihak Palestina sejak perang meletus pasca serangan 7 Oktober 2023. Ketegangan moral itulah yang membuat pidato di forum PBB selalu dipelototi, bukan sekadar sebagai pidato, melainkan barometer kemauan politik dunia untuk menekan penyelesaian. Ketika sebagian negara mendorong pengakuan Palestina sebagai cara menghidupkan kembali solusi dua negara, Tel Aviv menilai langkah itu justru memberi insentif kekerasan. Antara keduanya, keluarga korban dan jutaan warga sipil masih menunggu langkah nyata.

Dalam konteks komunikasi strategis, Israel bahkan menyebarkan pidato tersebut ke wilayah Gaza melalui pengeras suara. Kritik menyebut inisiatif itu tidak sensitif dan tidak membawa manfaat nyata, sementara pendukungnya menyatakan ini cara langsung “berbicara” ke warga Gaza. Terlepas dari pro-kontra, fakta penyiaran itu menunjukkan betapa perang narasi kini sama panasnya dengan perang di medan tempur.

Wajib Tahu:

Pidato Netanyahu di PBB diwarnai walk out delegasi, penolakan tegas atas pengakuan negara Palestina, klaim siaran pidato ke Gaza, serta penyebutan Presiden Indonesia yang dianggap mengakui kebutuhan keamanan Israel di samping dukungan pada solusi dua negara.

Ke Mana Arah Setelah Panggung PBB?

Pertanyaannya kini bukan lagi siapa paling lantang, melainkan siapa paling efektif menggerakkan proses politik. Dukungan terhadap Palestina dalam bentuk pengakuan negara sedang melebar, sementara Israel bersikukuh bahwa keamanan harus lebih dulu terjamin. Di titik ini, diplomasi Indonesia berpeluang memainkan peran jembatan: menjajaki kanal kemanusiaan, mendorong konsistensi penghentian tembak-menembak, serta menautkan kembali inisiatif dua negara ke peta jalan yang realistis.

Bagi pembaca, hal paling penting adalah menyaring informasi. Pidato berapi-api selalu menggoda, tetapi kebijakan konkret yang menyusul jauh lebih menentukan nasib warga Palestina dan keamanan regional. Bila penyebutan Indonesia oleh Netanyahu menjadi pembuka kanal komunikasi, maka momentum PBB 2025 bisa menjadi batu loncatan menuju diskursus yang lebih substansial. Jika tidak, ia hanya akan menambah panjang deret kutipan tanpa perubahan di lapangan.

Pada akhirnya, panggung PBB kembali memperlihatkan betapa isu Palestina tetap menjadi sumbu utama politik global. Setiap kata di podium punya harga. Setiap keputusan di belakang layar punya dampak. Dan setiap kali Indonesia disebut, ada ekspektasi agar suara Jakarta bukan sekadar retorika, tetapi juga inisiatif yang menukik ke solusi.

Sumber: Reuters

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img