Lintas Fokus – Riset lintas negara terbaru menampilkan jurang besar peringkat biaya internet tetap (fixed broadband) jika dihitung per Mbps. Uni Emirat Arab berada di posisi teratas sebagai yang paling mahal dengan biaya rata-rata sekitar US$4,31 per Mbps. Di sisi lain, Eropa Timur seperti Rumania berada di level sangat murah dengan kisaran US$0,01 per Mbps menurut rangkuman Visual Capitalist atas data 2025. Temuan sejenis juga mampir di berbagai ringkasan media yang mengutip sumber yang sama dan/atau laporan Digital 2025.
Selaras dengan itu, beberapa daftar komparatif menyebut deret negara mahal lain seperti Ghana, Swiss, Kenya, dan Maroko yang rata-rata berkisar US$0,5–2,6 per Mbps. Secara garis besar, negara Teluk dan Afrika terlihat lebih mahal, sementara banyak negara Eropa Timur dan sebagian Asia tampil jauh lebih murah per Mbps.
Peringkat Indonesia: Mengapa Biaya Per Mbps Terasa Tinggi?
Beberapa publikasi 2025 menempatkan Indonesia di kelompok teratas dunia dalam hal mahalnya biaya per Mbps, dengan rata-rata sekitar US$0,41 per Mbps. Ada artikel yang secara eksplisit menyebut Indonesia berada di urutan ke-12 termahal global, menyalip Inggris dan Amerika Serikat, meskipun angka pastinya dapat sedikit berbeda antar kompilasi. Kesejalanannya: biaya per Mbps Indonesia memang tinggi bila dibanding tetangga regional seperti Malaysia, Filipina, atau Singapura pada daftar yang sama.
Perlu dicatat, angka US$0,41 per Mbps ini adalah metrik “biaya per Mbps”, bukan harga paket bulanan secara langsung. Metrik ini mengkaitkan harga paket dan kecepatan untuk mengukur “nilai per megabit” yang diterima pengguna. Karena itulah, meski paket bulanan Indonesia bisa terlihat “terjangkau” dalam nominal, Peringkat per Mbps menjadi tinggi jika kecepatan yang diperoleh relatif lebih rendah dibanding sebagian negara lain.
Faktor Penentu: Struktur Pasar, Kecepatan, dan Biaya Jaringan
Ada setidaknya tiga faktor yang menjelaskan posisi Peringkat Indonesia pada ukuran biaya per Mbps:
Struktur kompetisi dan model paket
Pasar yang cenderung terkonsentrasi atau penawaran yang tidak terlalu variatif dapat menahan laju penurunan harga per Mbps. Beberapa ringkasan global juga menyoroti kaitan antara struktur pasar, kualitas jaringan, dan tarif akhir di pelanggan.Kesenjangan kecepatan efektif vs. harga paket
Dalam metrik per Mbps, negara dengan kecepatan tinggi dan harga paket kompetitif akan tampak “murah”. Sebaliknya, jika kecepatan rata-rata tertahan sementara harga paket tidak turun sebanding, biaya per Mbps naik dan Peringkat menjadi buruk. Visualisasi 2025 yang banyak dibagikan memperlihatkan pola ini secara jelas di global.Biaya backhaul dan last-mile
Negara kepulauan seperti Indonesia menghadapi tantangan geografis dan biaya pembangunan last-mile yang besar. Ketika belanja modal tinggi belum sepenuhnya diimbangi skala ekonomi atau efisiensi operasi, biaya per Mbps yang dirasakan konsumen bisa tetap tinggi. Ringkasan laporan industri 2025 tentang biaya dan kualitas internet di beberapa kawasan menekankan peran infrastruktur ini.
Dampaknya ke Konsumen dan Arah Perbaikan
Bagi pengguna, angka per Mbps yang relatif tinggi berarti dua hal:
Jika Anda berlangganan paket kecepatan menengah, nilai per megabit yang didapat lebih mahal dibanding negara yang kecepatannya lebih tinggi pada harga sebanding.
Untuk pelaku usaha digital, biaya konektivitas dapat memengaruhi TCO (total cost of ownership) layanan daring, terutama yang padat data seperti video, komputasi awan, dan kolaborasi real-time.
Apa yang bisa memperbaiki Peringkat Indonesia?
Pertama, mendorong kompetisi sehat dan diferensiasi paket yang memberi ruang harga per Mbps turun. Kedua, akselerasi fiberisasi dan perluasan jangkauan berkecepatan tinggi, sehingga denominasi Mbps yang Anda dapatkan benar-benar besar, menekan metrik biaya per Mbps. Ketiga, transparansi kualitas layanan yang konsisten, agar kompetisi tidak sekadar di label kecepatan, tetapi pada throughput nyata. Sejumlah ringkasan dan indeks 2025 menunjukkan pasar dengan penetrasi fiber tinggi cenderung tampil lebih baik dalam metrik biaya per Mbps.
Wajib Tahu:
Metrik biaya per Mbps bukan tarif paket bulanan. Negara dengan paket murah tapi kecepatan rendah bisa tampak “mahal” per Mbps, sehingga Peringkat globalnya buruk meski iuran bulanannya terasa terjangkau.
Kesimpulan Redaksi: Peringkat Tinggi Bukan Vonis Final
Secara global, 2025 menegaskan jurang harga internet per Mbps yang ekstrem, dari UAE paling mahal hingga Rumania yang sangat murah. Peringkat Indonesia yang masuk kelompok mahal bukan berarti biaya absolut kita selalu lebih tinggi, melainkan nilai per megabit yang belum sekompetitif kawasan terbaik. Kombinasi kebijakan untuk memperluas fiber, meningkatkan kompetisi efektif, serta mendorong kualitas kecepatan riil berpotensi menurunkan biaya per Mbps dan memperbaiki Peringkat dalam 12–24 bulan ke depan.
Sumber: Visual Capitalist