Kemajuanrakyat.co.id – Viral di media sosial sebuah pernikahan anak smp-smk di gelar di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Prosesi pernikahan dilakukan menggunakan adat Sasak, ‘nyongkolan’ yang melibatkan R (16), siswa SMK, dan Y (15), siswi SMP.
Berbagai komentar datang dari warganet, bahkan kecaman terhadap pernikahan ini juga terjadi.
Selain itu, gelagat Y dalam video prosesi nyongkolan atau pernikahan adat Sasak yang beredar luas juga menimbulkan keprihatinan.
Dalam video yang diunggah akun Facebook @Dyiok Stars, tampak mempelai perempuan berjoget sambil berjalan menuju kuade atau pelaminan.
Terlihat Y ditandu oleh dua perempuan dewasa dimana tingkah lakunya itu dinilai janggal oleh sejumlah warganet.

Baca juga; Letjen Djaka Budi Utama Resmi Dilantik Menjadi Dirjen Bea Cukai
Orang Tua Dipolisikan Usai Menggelar Pernikahan Anak SMP-SMK
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataran, Joko Jurnadi telah melaporkan kasus pernikahan anak SMP-SMK tersebut ke Polres Lombok Tengah.
Joko menjelaskan, laporan ditujukan kepada semua pihak yang diduga terlibat dalam memfasilitasi pernikahan anak tersebut, termasuk orang tua dan penghulu.
“Yang dilaporkan adalah pihak-pihak yang kemudian memfasilitasi perkawinan anak ini. Di situ pasti ada orang-orang yang terlibat dalam pernikahan siapa. Bisa saja orang tua, bisa saja penghulu yang menikahkan,” ujarnya.
Diketahui bahwa pernikahan itu disebut sempat dicegah oleh perangkat desa dari kedua belah pihak. Namun upaya tersebut gagal karena keluarga tetap berkukuh.
“Kalau dari informasi, Kades dan Kadus sudah berusaha melakukan pencegahan. Tetapi para pihak ini tetap ngotot untuk dinikahkan sehingga yang kita soroti di sini orang tua, kami belum tahu apakah ada penghulunya,” ujarnya.
Pernikahan tersebut tidak terjadi secara instan. Sebelumnya, sudah ada beberapa upaya kawin lari sejak April 2025. Bahkan ada upaya oleh pemerintah desa.
“April itu sudah ada upaya pernikahan, tetapi saat itu dibela. Kemudian selang satu minggu setelahnya lagi ada upaya pernikahan lagi. Sampai terakhir di bulan Mei ini ada pernikahan,” ungkap Joko.
Dirinya juga menerima informasi bahwa dalam pelarian terakhir, kedua anak tersebut juga sempat dibawa ke Pulau Sumbawa selama dua hari.
Namun berakhir dengan pasrahnya pihak keluarga dan membiarkan pernikahan tersebut berlangsung.
Kemudian Joko juga menekankan bahwa pernikahan anak berdampak serius, tidak hanya dari sisi pendidikan dan ekonomi, tetapi juga kesehatan dan sosial.
Misalnya berdampak putus sekolah, kemiskinan, stunting, hingga kematian ibu dan bayi.
Bahkan memiliki peluang kekerasan dalam rumah tangga dan prostitusi juga seringkali berakar dari perkawinan anak.