29.5 C
Jakarta
Monday, July 21, 2025
HomeBeritaMengapa Fantastic Four 2025 Jadi Penyelamat Fase 6

Mengapa Fantastic Four 2025 Jadi Penyelamat Fase 6

Date:

Related stories

Konser G‑Dragon Jakarta: Rundown, Tiket, & Tips Lengkap

Lintas Fokus - Sehari sebelum lampu panggung menyala di Indonesia Arena,...

Tarif Melejit! Demo Ojol 21 Juli Guncang Jantung Ibu Kota

Lintas Fokus - Sebagaimana langit mendung sebelum hujan besar,...

Gerakan Hijau Hari Anak Nasional di Sekolah dan Desa

Lintas Fokus - Setiap 23 Juli, gema Hari Anak...

Talise Horror: Kronologi Kapal Terbakar KM Barcelona V

Lintas Fokus - Kepanikan pecah di perairan Pulau Taliase, Minahasa Utara,...

Kabar Duka: Sleeping Prince Wafat, Akhiri 20 Tahun Koma

Lintas Fokus - Seluruh Timur Tengah berduka setelah Sleeping...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Setelah dua adaptasi lawas yang sempat membuat fans kecewa, Marvel Studios akhirnya merilis Fantastic Four 2025 di bioskop Indonesia pada 24 Juli. Seketika, empat pahlawan tertua Marvel itu kembali bersinar lewat tangan sutradara Matt Shakman. Pembukaan film bersetting tahun 2033 dan langsung menghentak—tanpa panjang lebar—dengan tim yang sudah memiliki kekuatan hanya 10 menit setelah logo Marvel Studios bergulir.

Reed Richards (Diego Calva) digambarkan sebagai ilmuwan neurodivergen, Sue Storm (Vanessa Kirby) tampil tegas sekaligus empatik, Johnny Storm (Mason Gooding) penuh karisma jenaka, sedangkan Ben Grimm (Alan Ritchson) memadukan trauma perang dan sentuhan humor khas New York. Kekuatan mereka lahir dari kecelakaan kuantum di Negative Zone, dimensi yang pada komik lama lebih mirip neraka, tetapi di film ini berwarna neon ala kelopak bunga kosmik. Konflik utama? Annihilus, penguasa dimensi itu, menganggap Bumi mencuri “energi primal” miliknya. Doom memang menampakkan diri—sekilas—namun hanya seperti kucing yang menunggu untuk menerkam pada sekuel nanti.

Visual & Ritme Cerita yang Menggugah tanpa Melupakan Hati

Kelebihan terbesar Fantastic Four ialah perpaduan nyata antara drama keluarga dan pesta efek visual. Industrial Light & Magic memanfaatkan StageCraft generasi ke‑4 sehingga gedung‑gedung Negative Zone tampak mengambang di depan mata penonton. Anda akan teringat nuansa Guardians of the Galaxy versi lebih rapi. Momen terbaik hadir saat Johnny berubah jadi living nova—kobaran oranye di jarinya divisualisasikan seolah cat air yang meleleh, lalu membeku di udara tanpa menafikan unsur api realistis.

Tetapi Shakman tak terjebak parade CGI. Di babak kedua, naskah Josh Friedman memberi ruang untuk Sue Storm duduk di balkon Institut Baxter, berbicara jujur pada Reed tentang rasa takut menjadi “orang tak terlihat” bagi publik. Adegan ini hanya ditemani string lembut Ludwig Göransson dan lampu kota Manhattan yang temaram. Perbincangan itu menambatkan film pada fondasi emosional kuat—sesuatu yang sering hilang di film superhero kontemporer.

Akting, Humor, dan Detil yang Membuat Betah Re‑Watch

Chemistry keempat aktor jadi tulang punggung Fantastic Four. Calva memerankan Reed dengan kerap meringis gugup sambil memainkan karet gelang—simbol kecemasannya. Kirby memadukan kelembutan dan determinasi ketika membentuk perisai cahaya ultraviolet di sekitar anak‑anak sekolah yang terjebak reruntuhan. Gooding sukses menjadi adik yang menyebalkan namun menawan; sedangkan Ritchson, terbungkus prostetik Thing setinggi 2,6 meter, memancarkan empati ketika menolong seekor kucing di tengah kepanikan—adegan yang disambut sorak penonton studio saya.

Humor film bukan slapstick berlebihan. Contoh: Johnny menyebut ide Reed “lebih rumit dari jadwal KRL” dan Ben menambahkan “setidaknya KRL tepat waktu, Richards!” Ruang teater pun dipenuhi tawa, menegaskan bahwa tawa lahir dari dialog pintar, bukan hanya objek jatuh.

Nilai re‑watch‑nya tinggi. Ada detail Easter‑egg seperti logo X‑Men terpampang di majalah sains yang dibaca Sue, atau papan reklame Stark Resilient di skyline Negative Zone. After‑credit berjumlah dua: siluet Galactus mengunyah satelit Xandar dan variant Kang ber‑toga Romawi, jelas menyiapkan Multiverse Saga fase 7.

Kelemahan yang Masih Bisa Dimaafkan

Tentu film ini tak luput dari cela. Alur perekrutan Johnny di NASA terasa melambatkan ritme, seperti iklan pariwisata Florida 10 menit di tengah konser rock. Motif Annihilus pun dangkal: ia marah karena Bumi “mencuri kekuatan primordial”, argumen yang sudah klise sejak Man of Steel. Dan walau Göransson menghadirkan leitmotif gagah, musik terkadang menenggelamkan dialog, termasuk saat Ben mengucap doa Ibrani sebelum bertarung—momen emosional jadi berkurang efeknya.

Fantastic Four juga masih memikul beban fan service. Adegan cameo Doom mungkin bikin hype, tetapi kehadirannya setengah hati. Beberapa penonton merasa lebih baik Doom absen total agar fokus Annihilus tak terbelah.

Wajib Tahu:

RottenTomatoes mencatat skor awal kritik 87%, tertinggi kedua di MCU fase 6, hanya sedikit di bawah Guardians Vol. 3 (91%). Dengan angka itu, Fantastic Four menyalip Spider‑Man: No Way Home dalam rating penonton internasional hari pertama.


Secara keseluruhan, Fantastic Four 2025 menepati janji reboot: spektakuler, berkarakter, sekaligus sarat hati. Ia mengobarkan harapan bagi penonton yang sempat lelah oleh formula superhero berulang. Jika Anda ragu, pikirkan begini: sejak kapan terakhir kali film Marvel membuat Anda keluar studio sambil berdiskusi hangat tentang etika eksplorasi dimensi, bukan sekadar cameo? Untuk pengalaman maksimal, pilihlah layar IMAX atau Dolby Atmos—karena suara dentuman Negative Zone memang pantas dirasakan, bukan sekadar didengar.

Film ini layak menyandang predikat must‑watch dan menjanjikan masa depan cerah bagi keluarga super tertua Marvel. Tiket Anda bukan cuma jaminan dua jam hiburan, melainkan investasi perasaan bagi fase MCU berikutnya.

Sumber: Marvel Studios

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here