Site icon Lintas Fokus

Serangan Israel ke Iran: Babak Paling Berbahaya & Tarung Pengaruh

Serangan Israel ke Iran: Dari Perang Bayangan ke Konfrontasi Terbuka

Ilustrasi konfrontasi yang meningkat antara Israel dan Iran.

Lintas Fokus Dalam dua bulan terakhir, Serangan Israel ke Iran naik kelas dari “perang bayangan” menjadi fase terbuka yang menguji nyali semua pihak. Pada 13–15 Juni 2025, sumber keamanan Israel menyebut Tel Aviv mengirim komando Mossad masuk jauh ke wilayah Iran untuk menghancurkan sistem senjata—bagian dari operasi yang juga menyasar fasilitas nuklir, pabrik rudal, radar, dan peluncur pertahanan udara. Seorang pejabat Israel bahkan mengakui adanya tipu-muslihat (false briefing) untuk mengecoh kesiapsiagaan Iran. Visual peta Reuters memperlihatkan sebaran titik serangan dan balasan lintas kota strategis di Iran.

Iran tidak tinggal diam. Rudal balistik dan drone diarahkan ke Yerusalem serta Tel Aviv; sebagian besar dicegat, namun fakta bahwa tembakan balasan menembus langit Israel menandai eskalasi nyata. Sehari-hari, kedua pihak memang terbiasa “menyangkal terukur” untuk mencegah perang besar. Tapi rangkaian Juni melewati pagar kewaspadaan itu—membuat Serangan Israel ke Iran tak lagi bisa disederhanakan sebagai insiden sporadis.

Tak kalah penting, pada 22 Juni 2025 Amerika Serikat ikut menghantam tiga situs nuklir utama Iran. Penilaian intelijen awal menyebut serangan AS tidak menghancurkan kemampuan nuklir Iran secara permanen—hanya mengundur beberapa bulan—namun pesan politiknya keras: bila kalkulasi di Teheran melewati batas, respons Barat tidak lagi berhenti di sanksi. Inilah konteks yang membuat Serangan Israel ke Iran bergaung ke meja diplomasi P5+1 dan pasar energi global sekaligus.



Wajib Tahu:

Laporan IAEA (31 Mei 2025) memotret status pemantauan dan pengayaan Iran; tiap gangguan akses verifikasi atau percepatan aktivitas sensitif akan langsung memperburuk persepsi risiko—dan kerap jadi amunisi retorika pada narasi Serangan Israel ke Iran di forum internasional. IAEA

Eskalasi Regional: Proksi, Jalur Laut, dan Opini Publik Israel

Dengung Serangan Israel ke Iran tidak berhenti di dua ibu kota. Di utara, Lebanon mencuatkan langkah bersejarah: kabinet menugaskan militer menyusun rencana monopoli senjata oleh negara—sebuah tantangan langsung pada Hezbollah. Kelompok yang disokong Iran itu merespons keras, menyebut keputusan pemerintah sebagai “dosa besar”. Terlepas dari implementasinya nanti, garis besar pesan Beirut jelas: mengurangi risiko Israel–Hezbollah berubah menjadi perang lintas-batas jangka panjang.

Di Yaman, Houthi—sekutu Iran—berulang kali mengancam jalur pelayaran. Mereka terang-terangan memperingatkan akan menyerang kapal AS jika Washington kembali ikut campur menyerang Iran. Pada 17 Agustus 2025, militer Israel menyatakan menghantam fasilitas energi yang digunakan Houthi di dekat Sana’a sebagai respons atas rentetan rudal-drone kelompok itu ke Israel. Bab el-Mandeb dan Laut Merah pun kembali menjadi jalur berisiko tinggi: ongkos asuransi kapal naik, rute beralih, dan potensi shock harga energi membayangi. Semua ini adalah gema tak terhindarkan dari Serangan Israel ke Iran.

Sementara itu di dalam negeri Israel, protes nasional membesar pada 17 Agustus 2025: massa menuntut akhir perang Gaza dan pembebasan sandera, memaksa kabinet Netanyahu menakar ulang biaya politik eskalasi berlarut. Di sinilah paradoks muncul: pemerintah perlu menunjukkan efek gentar terhadap Iran dan proksinya, tetapi juga menghadapi publik yang menuntut “hasil nyata” di isu sandera dan stabilitas ekonomi. Ruang gerak kebijakan menyempit, sementara siklus Serangan Israel ke Iran tetap menekan.

Bidak di Papan: Politik Dalam Negeri Israel vs Arsitektur Kekuasaan Iran

Di Tel Aviv, tujuan resmi—sering digarisbawahi—adalah membatasi kapasitas Iran (nuklir, rudal, proksi) lewat serangan presisi dan operasi intelijen yang berulang. Perbedaan nada dengan Washington tampak: AS mendorong jalur diplomasi sempit yang fokus pada nuklir; Israel menekankan opsi militer berkala plus kampanye intelijen untuk menekan biaya ekspansi Iran. Meski demikian, ada sinyal bahwa Jerusalem membuka celah “rem tangan”: kampanye dapat diperlambat bila Teheran menahan diri—sebuah komunikasi krisis yang lazim di fase eskalasi terkendali.

Di Tehran, kemenangan Presiden Masoud Pezeshkian (2024) berhaluan lebih moderat tidak otomatis mengubah haluan keamanan. Supreme Leader Ali Khamenei dan IRGC tetap menjadi poros pengambil keputusan strategis. Reuters menulis Pezeshkian hendak meredakan isolasi ekonomi, tetapi garis keras menentukan ranah nuklir, rudal, dan proksi. Wacana balasan Iran berkisar dari serangan rudal terbatas hingga manuver hukum—bahkan ekstrem seperti keluar dari NPT—namun opsi terakhir berisiko diplomatik tinggi. Pada saat yang sama, kanal negosiasi nuklir tetap dijajaki sebagai instrumen survival ekonomi. Di ruang senyap, duel intelijen berlanjut: Iran mengeksekusi terpidana mata-mata pro-Israel; Israel menuntut prajurit yang diduga memata-matai untuk Iran. Semua ini menegaskan konflik akan menyala-padam meski headline Serangan Israel ke Iran mereda sementara.

Ekonomi–Energi & Jendela Diplomasi: Siapa Menekan Siapa?

Gelombang Serangan Israel ke Iran memukul tiga sumbu global: diplomasi nuklir, sanksi–kepatuhan, dan energi. Pertama, setiap sinyal Iran mengurangi transparansi dengan IAEA akan mendorong siklus sanksi—langsung terasa ke inflasi domestik Tehran dan persepsi risiko investor. Kedua, korporasi pelayaran–asuransi merespons bukan hanya pada kebijakan, melainkan persepsi bahaya; itu cukup untuk mengubah rute kapal dan premium polis. Ketiga, pembukaan front proksi (Yaman, Lebanon) berpotensi mengganggu chokepoints logistik. Kombinasi ini menciptakan “pajak ketidakpastian” bagi ekonomi global—dan Indonesia pun terdampak jika minyak melonjak akibat tensi yang tak kunjung surut.

Apa jalan keluarnya? Ada dua skenario de-eskalasi minimal. Skenario 1: De-confliction teknis—penahanan diri Israel pada serangan dalam negeri Iran yang berskala besar, dibarter pembatasan aktivitas pengayaan dan akses verifikasi IAEA yang lebih baik dari pihak Iran. Skenario 2: Paket regional bertahap—koridor Lebanon untuk menekan aktivitas non-negara, jalur Laut Merah yang lebih aman, plus komitmen Iran menahan Houthi; imbalannya, Israel mereduksi tempo serangan lintas-batas dan membuka celah kompromi di Gaza. Keduanya sulit, tetapi bukan mustahil. Dalam jangka pendek, probabilitas terbesar tetap “perang terbatas berkepanjangan”: serangan presisi, operasi intelijen, dan diplomasi zig-zag melalui mediator. Dan selama itu, frase Serangan Israel ke Iran akan berulang dalam berita—meski intensitasnya naik-turun sesuai kalkulasi biaya politik di Yerusalem dan Tehran.

Sumber: Reuters

Exit mobile version