Lintas Fokus – A menjulangnya bendera Merah-Putih di penjuru tanah air seharusnya jadi simbol persatuan, namun di Papua hal ini berubah menjadi momen menegangkan. TPNPB-OPM (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka) mengeluarkan ultimatum tegas: warga asli Papua dan pendatang dilarang mengibarkan bendera Merah-Putih menjelang HUT ke-80 RI pada 17 Agustus 2025. Surat edaran elektronik yang ditandatangani juru bicara pusat, Sebby Sambom, menyebut bahwa setiap atribut nasional akan dibubarkan, kecuali digelar oleh aparat TNI–Polri. Ancaman ini menambah kerisauan warga yang selama ini hidup di bawah bayang-bayang konflik bersenjata dan menunjukkan eskalasi politik yang kian memanas .
Latar Belakang Ancaman TPNPB-OPM
Sejak berdirinya Organisasi Papua Merdeka pada 1965, kelompok bersenjata ini menuntut kemerdekaan dari NKRI. TPNPB-OPM yang kini dipimpin Sebby Sambom, kerap terlibat bentrokan dengan aparat keamanan. Pada 2 Agustus 2025, peringatan larangan pengibaran Merah-Putih disebar melalui WhatsApp ke seluruh komandan wilayah. Isinya tegas:
Warga di sembilan kabupaten konflik hanya boleh mengibarkan bendera Bintang Kejora.
Upacara 17 Agustus diganti dengan ritual Bintang Kejora pada 1 Desember.
Bendera Merah-Putih yang dipasang akan dibubarkan tanpa kekerasan, kecuali petugas keamanan menyamar .
Ancaman ini bukan sekadar retorika. Laporan Human Rights Watch mencatat peningkatan insiden intimidasi dan serangan terhadap warga sipil oleh kelompok bersenjata di Papua sejak awal 2025 . Kondisi ini memaksa banyak keluarga menunda pemasangan tiang bendera di depan rumah, demi menghindari konfrontasi.
Zona Larangan TPNPB-OPM & Instruksi Tegas
Dalam edaran resminya, TPNPB-OPM menetapkan sembilan wilayah “larangan” bagi warga untuk mengibarkan Merah-Putih:
Kabupaten Yahukimo
Kabupaten Pegunungan Bintang
Kabupaten Nduga
Puncak Jaya
Intan Jaya
Maybrat
Dogiyai
Paniai
Deiyai
Di wilayah-wilayah tersebut, semua atribut kenegaraan Indonesia dianggap ilegal. Masyarakat diinstruksikan mengibarkan Bintang Kejora saja, tanpa melibatkan aparat keamanan. Jika penduduk tetap memasang bendera nasional, bendera itu akan dibubarkan oleh kelompok bersenjata. Menurut Sebby Sambom, langkah ini diambil untuk menegaskan klaim kedaulatan Papua Barat sebelum dialog damai dapat dimulai.
Respons Pemerintah dan Aparat
Aparat TNI-Polri sejauh ini menahan diri memberikan pernyataan publik. Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Kolonel Candra Priatna, menyebut sedang “verifikasi fakta” sebelum merilis statemen resmi . Sedangkan Polda Papua mengerahkan personel Brimob dan Babinsa untuk patroli, menjaga ketertiban publik menjelang 17 Agustus.
Pemerintah Daerah Papua menunggu instruksi pusat via Kementerian Dalam Negeri. Gubernur Lukas Enembe, melalui juru bicara, mengimbau warga tenang dan menyerahkan penanganan keamanan pada TNI-Polri. Namun sebagian warga melaporkan kesulitan mengakses informasi resmi, karena jaringan internet yang sering padam di kawasan konflik.
Dampak Ancaman TPNPB-OPM bagi Warga Papua
Larangan TPNPB-OPM membawa dampak serius:
Psikologis: Ketakutan warga membuat semangat kemerdekaan tertahan di rumah.
Sosial: Keretakan hubungan antarwarga pro– dan anti–kebijakan LSM pro-kemerdekaan.
Budaya: Upacara sekolah terpaksa digelar di ruang kelas, bukan lapangan terbuka.
Ekonomi: Event pariwisata lokal terhenti, penginapan dan pelabuhan sepi.
Keamanan: Patroli militer meningkat, warga sipil diminta ponselnya dimatikan saat lomba.
Di Timika, misalnya, sekolah dasar di Distrik Kuala Kencana memindahkan upacara ke aula tertutup. Ketua panitia, Ibu Maria Kogoya, mengaku “takut saat melihat pohon bendera Merah-Putih yang biasanya jadi kebanggaan kini bisa jadi sasaran.”
Wajib Tahu:
TPNPB-OPM pada 2018 pernah mengeluarkan edaran serupa untuk menolak pembangunan jalan Trans-Papua. Upaya tersebut memicu pertemuan bipartit antara pemerintah dan perwakilan OPM di Port Moresby, Papua Nugini.
Dengan ancaman TPNPB-OPM yang menolak pengibaran Merah-Putih, perayaan HUT RI di Papua menghadapi krisis identitas dan keamanan. Ke depan, dialog damai dan jaminan perlindungan bagi warga sipil menjadi kunci agar bendera kebangsaan kembali berkibar dengan khidmat.
Sumber: Indonews