27.3 C
Jakarta
Wednesday, November 26, 2025
HomeNasionalAlarm Serius TPPO Kamboja: Sinyal Bahaya dari Krisis Kerja di Indonesia

Alarm Serius TPPO Kamboja: Sinyal Bahaya dari Krisis Kerja di Indonesia

Date:

Related stories

Manuver Mengejutkan: Hotman Paris Tersingkir dari Panggung Hukum Nadiem

Lintas Fokus - Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook...

Tragedi Alvaro: Fakta Mengerikan di Balik Hilangnya Sang Bocah

Lintas Fokus - Kasus Alvaro Kiano Nugroho mengoyak hati...

Blunder Cucun Ahmad Syamsurijal Soal Ahli Gizi: Mengguncang MBG dan Profesi Gizi

Lintas Fokus - Nama Cucun Ahmad Syamsurijal tiba-tiba menjadi...

Indonesia Berduka: Rugaiya Usman Wafat

Lintas Fokus - Kabar duka datang pada Minggu, 16...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyeret warga negara Indonesia ke Kamboja bukan lagi kasus sporadis. Dalam beberapa tahun terakhir, pola yang sama terus berulang: iming-iming pekerjaan dengan gaji tinggi di luar negeri, mayoritas di sektor digital seperti customer service, pemasaran investasi, atau pekerjaan “online” lain, berakhir menjadi jeratan kerja paksa di pusat penipuan daring dan judi online. Pemerintah Indonesia dan Kamboja bahkan membangun kerja sama khusus untuk memberantas perdagangan orang dan penyelundupan manusia karena kasus di Kamboja begitu sering melibatkan WNI yang direkrut lewat iklan lowongan kerja di media sosial.

Di sisi lain, kondisi pasar tenaga kerja di Indonesia masih menyisakan ruang kosong yang besar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2024 sebesar 4,91 persen dengan sekitar 7,47 juta orang menganggur. Angka ini sedikit membaik pada Agustus 2025 menjadi 4,85 persen, namun jumlah pengangguran per Februari 2025 justru naik menjadi sekitar 7,28 juta orang. Secara persentase tampak menurun, tetapi jutaan orang masih berebut pekerjaan layak dan bergaji cukup, terutama di kota-kota besar.

Kombinasi antara kebutuhan ekonomi, impian mobilitas sosial yang cepat, serta banjir informasi lowongan kerja luar negeri di media sosial membuat koridor migrasi ke Kamboja makin padat. BBC News Indonesia mencatat jumlah WNI di Kamboja melonjak drastis, dari sekitar 2.330 orang pada 2020 menjadi 19.365 orang pada 2024. Di tengah arus besar inilah TPPO menyusup, memanfaatkan celah desperation dan minimnya literasi ketenagakerjaan lintas negara.

Gelombang Pekerja Migran ke Kamboja dan Bayang Kelam TPPO

Sejumlah data resmi menunjukkan bahwa Kamboja telah menjadi salah satu episentrum baru kasus TPPO yang melibatkan WNI, khususnya yang dikaitkan dengan penipuan daring dan judi online. Direktorat Jenderal Imigrasi menjelaskan bahwa perdagangan orang di Kamboja sering melibatkan penipuan lowongan kerja untuk posisi customer service atau pemasaran investasi. Sesampainya di lokasi, para pekerja dipaksa menjual investasi palsu atau menjalankan skema penipuan lain secara online.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) merujuk data Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri yang mencatat sedikitnya 1.699 korban TPPO di Kamboja sepanjang 2020 sampai 2023. Mayoritas korban mengaku tergiur oleh tawaran pekerjaan dengan gaji besar yang disebar lewat media sosial dan grup pesan. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri RI mencatat secara keseluruhan ada 4.730 kasus online scam yang melibatkan WNI di delapan negara sejak 2020 hingga September 2024, dengan mayoritas negara tujuan berada di kawasan Asia Tenggara seperti Myanmar, Kamboja, Laos, dan Filipina.

Tekanan kasus terus meningkat. KBRI Phnom Penh melaporkan bahwa hanya dalam tiga bulan pertama 2025 saja, mereka telah menangani 1.301 kasus WNI bermasalah di Kamboja, mayoritas terkait penipuan daring dan aktivitas yang beririsan dengan praktik TPPO. Laporan perdagangan manusia yang dirilis Pemerintah Amerika Serikat juga mencatat bahwa Kemlu RI mengidentifikasi dan memberi layanan perlindungan kepada 798 korban perdagangan orang di luar negeri pada 2023.

Data-data ini mengkonfirmasi bahwa TPPO bukan kasus individu yang berdiri sendiri. Ia terhubung dengan arsitektur ekonomi digital, pusat operasi penipuan lintas negara, dan rantai perekrutan yang sistematis, mulai dari agen di Indonesia hingga perusahaan “online” di Kamboja.

Mengapa Lapangan Kerja di Indonesia Mendorong WNI Mencari Peluang di Luar Negeri

Secara statistik, pemerintah Indonesia berhak menyebut ada perbaikan. BPS menunjukkan tren penurunan TPT dalam beberapa tahun terakhir, dan Agustus 2024 menjadi salah satu titik terendah pasca pandemi. Namun, angka makro sering kali tidak mencerminkan pengalaman individu di lapangan. Dengan lebih dari 146 juta penduduk bekerja pada Agustus 2025, persaingan untuk memperoleh pekerjaan formal yang stabil dan bergaji layak tetap sangat ketat.

Beberapa faktor yang mendorong WNI melirik Kamboja antara lain:

  1. Upah yang dianggap lebih tinggi
    Banyak iklan lowongan kerja ke Kamboja menjanjikan gaji belasan juta rupiah per bulan untuk posisi di sektor “online”. Dalam bayangan pencari kerja, angka ini jauh di atas upah minimum di berbagai daerah di Indonesia.

  2. Kerja kantoran berbasis digital yang terkesan prestisius
    Narasi “kerja di perusahaan teknologi luar negeri” terdengar jauh lebih menarik dibanding realitas kerja informal di dalam negeri. Bagi lulusan baru yang melek teknologi, tawaran seperti ini seolah menjanjikan karier global yang modern.

  3. Keterbatasan informasi dan literasi migrasi aman
    Tidak semua pencari kerja memahami bedanya penempatan kerja resmi dan nonprosedural. Banyak yang tidak mengecek izin perusahaan penyalur, tidak memverifikasi kontrak, serta tidak mengetahui kanal pengaduan jika terjadi masalah.

Di Indonesia sendiri, meskipun TPT turun tipis menjadi 4,85 persen pada Agustus 2025, jumlah pengangguran justru naik menjadi 7,28 juta orang pada Februari 2025 jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tekanan ekonomi pasca pandemi, beban cicilan, dan budaya konsumsi digital yang tinggi membuat sebagian orang mencari jalan pintas lewat pekerjaan dengan janji “gaji instan” di luar negeri. Dalam konteks ini, TPPO menjadi risiko nyata yang menempel pada setiap klik iklan lowongan kerja yang terlalu indah untuk dipercaya.

Penting digarisbawahi bahwa tidak semua pekerja migran ke Kamboja menjadi korban TPPO. Namun, ketika basis ekonomi domestik belum sepenuhnya mampu menyediakan pekerjaan formal yang stabil dan upah yang cukup, tawaran kerja di luar negeri yang minim verifikasi akan selalu menemukan pasar.

Modus Rekrutmen Berkedok Lowongan Kerja Digital

Pola perekrutan yang berujung pada TPPO di Kamboja umumnya memiliki ciri yang mirip. Imigrasi Indonesia menggambarkan bahwa calon korban sering direkrut lewat iklan lowongan di media sosial atau disebar di grup chat, dengan tawaran posisi customer service, penjual investasi, atau pekerjaan pemasaran online. Biaya keberangkatan sering disebut “gratis” atau “sudah ditanggung perusahaan”, yang pada praktiknya menjadi pintu masuk praktik kerja paksa karena korban dianggap punya “utang” yang harus dibayar dengan kerja.

Begitu tiba di lokasi, alih-alih mengerjakan tugas customer service biasa, korban dipaksa mengoperasikan situs judi online, mengelola akun penipuan investasi, atau menjalankan skema penipuan cinta dan berbagai modus online scam. Dalam banyak kasus, paspor mereka disita, jam kerja bisa melampaui 12 jam per hari tanpa hari libur, dan ancaman kekerasan menjadi alat kontrol jika korban menolak.

Pemerintah Indonesia merespons dengan membentuk Satgas TPPO, menerbitkan Perpres Nomor 19 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta memperkuat kerja sama bilateral dengan negara-negara tujuan termasuk Kamboja. Studi terbaru menunjukkan bahwa implementasi Perpres ini mulai menekan jumlah kasus yang tercatat di tingkat nasional, meskipun tantangan di lapangan masih besar, terutama untuk modus online scam yang sangat dinamis.

Wajib Tahu:

Kemenlu RI mencatat lonjakan tajam penanganan kasus WNI bermasalah di Kamboja dari hanya 56 kasus pada 2020 menjadi 3.310 kasus pada 2024, mayoritas terkait penipuan daring dan praktik yang beririsan dengan TPPO.

Langkah Darurat yang Bisa Dilakukan Pencari Kerja dan Pemerintah

Korelasi antara TPPO di Kamboja dan dinamika lapangan kerja di Indonesia seharusnya dibaca sebagai peringatan bersama. Selama jutaan orang masih berjuang mendapatkan pekerjaan layak, ruang gerak jaringan perekrut ilegal akan tetap terbuka. Untuk memutus mata rantai ini, diperlukan langkah paralel di hulu dan hilir.

1. Memperkuat kualitas dan akses lapangan kerja di dalam negeri
Penurunan TPT tidak boleh membuat semua pihak lengah. Pemerintah pusat dan daerah perlu mempercepat penciptaan lapangan kerja formal, terutama di sektor yang menyerap tenaga kerja muda seperti industri manufaktur bernilai tambah, ekonomi kreatif, dan digital yang sehat. Upah yang kompetitif, perlindungan sosial, dan kepastian status kerja akan mengurangi daya tarik tawaran kerja berisiko tinggi di luar negeri.

2. Literasi migrasi aman sebagai “tameng pertama”
Setiap calon pekerja migran idealnya mendapatkan edukasi mengenai:

  • cara mengecek legalitas agen penyalur dan perusahaan pengguna,

  • hak dasar pekerja migran,

  • perbedaan penempatan resmi dan nonprosedural,

  • kanal pengaduan resmi jika menjadi korban TPPO.

Informasi ini perlu hadir di kanal yang memang digunakan calon korban, mulai dari media sosial hingga aplikasi chat. Kemenko Polhukam sudah mendorong pertukaran informasi Indonesia – Kamboja untuk penanganan TPPO, namun literasi di tingkat akar rumput sama pentingnya agar warga tidak terlanjur berangkat lewat jalur berisiko.

3. Penegakan hukum dan pemutusan rantai rekrutmen di dalam negeri
TPPO tidak hanya terjadi di Kamboja. Rantainya berawal dari perekrut di Indonesia yang memanfaatkan celah ekonomi dan minimnya pengawasan. Satgas TPPO perlu didukung dengan penindakan yang konsisten, termasuk terhadap oknum penyedia jasa perjalanan, agen kerja, dan pihak yang secara sadar menyalurkan pekerja ke perusahaan online scam.

4. Transparansi data dan layanan pemulihan korban
Konsistensi pelaporan, transparansi data korban, serta layanan pemulihan yang memadai akan membantu publik memahami skala bahaya TPPO. Laporan tahunan pemerintah dan lembaga internasional sudah mulai mengangkat angka korban secara lebih sistematis, namun belum semua sampai ke telinga calon pekerja yang paling rentan.

Pada akhirnya, TPPO di Kamboja adalah cermin yang memantulkan dua hal sekaligus: keganasan sindikat kejahatan lintas negara dan pekerjaan rumah Indonesia dalam menyediakan lapangan kerja yang layak di dalam negeri. Selama jarak antara harapan dan kenyataan ekonomi masih selebar sekarang, fokus pada pemberantasan TPPO tidak boleh hanya berhenti di operasi penyelamatan. Ia harus disertai kebijakan ketenagakerjaan yang membuat rakyat tidak perlu mempertaruhkan hidup mereka dalam tawaran kerja yang tampak menggiurkan, tetapi ternyata berujung pada jerat perdagangan orang.

Sumber: CNA

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img