29.1 C
Jakarta
Saturday, July 19, 2025
HomeBeritaTiba‑Tiba Haram: Vonis yang Mengubah Lanskap Karnaval

Tiba‑Tiba Haram: Vonis yang Mengubah Lanskap Karnaval

Date:

Related stories

Transformasi Gelap Mortal Kombat Joe Taslim

Lintas Fokus - Joe Taslim bukan sekadar pulang ke set...

Pengumuman Mengejutkan Erika Carlina di Kursi Podcast

Lintas Fokus - Detik ke‑791 episode Close the Door edisi 17 Juli 2025...

Sorotan SUV di GIIAS 2025

Lintas Fokus - Gelora GIIAS 2025 mulai terasa bahkan...

Gelombang Viral, Kronologi Lengkap Skandal Video Sister Hong di Jagat Online

Lintas Fokus - Tiga hari menjelang akhir pekan, linimasa...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus (Harga Sound Horeg) Begitu MUI Jawa Timur merilis Fatwa Nomor 1/2025 pada 13 Juli, dunia hiburan pinggir jalan mendadak gaduh. Fatwa menyebut penggunaan sistem audio jalanan—populer sebagai sound horeg—menjadi haram jika volume melebihi ambang baku mutu kebisingan serta menimbulkan mudarat kesehatan. Sejak itu, grup Facebook Sound Horeg Lovers (200 ribu anggota) banjir komentar pedas dan kocak, sementara kontrak karnaval desa dipenuhi tanda bintang kecil tentang denda kebisingan.

(Sorak “cekelat bas!” di garis start karnaval kini terdengar jauh lebih pelan.)


Dampak Langsung pada Harga Sound Horeg

Vendor besar biasanya memasang tarif Rp 50–70 juta per malam untuk paket 20 sub‑woofer, lampu moving‑head, dan operator DJ. Dalam 48 jam setelah fatwa, penyelenggara Takbiran Fest di Kudus menawar ulang kontrak Blizzard Audio: harga sound horeg dipotong 40% supaya risiko bubar jalan ditanggung bersama. Di Banyuwangi, Brewog Sound mengaku kehilangan empat acara senilai total Rp 160 juta.

Ironisnya, penurunan harga sound horeg sewa berbanding terbalik dengan ongkos rakitan. Vendor yang memilih patuh harus membeli limiter digital, penyerap getaran, dan noise barrier—biaya tambahan rata‑rata Rp 8–12 juta per unit. Pedagang komponen di Harco Mangga Dua melaporkan kenaikan 18% penjualan peredam busa setelah fatwa. Akhirnya, vendor kecil menaikkan biaya rakit 10–15%, membuat harga sound horeg rakitan kelas menengah tembus Rp 220 juta.

Statistik Asosiasi Event Jatim memproyeksi permintaan jatuh 30% sampai Lebaran. Namun, segmen “kelas desa”—paket empat sub‑woofer di truk L300—justru stabil karena volume sudah di bawah 90 dB. Pasar menemukan keseimbangan baru: harga sound horeg premium menurun, tetapi teknologi peredam menjadi lini bisnis segar.


Regulasi Kebisingan Membayangi, Vendor Bersiasat

Kementerian LHK tengah merevisi PP 41/1999: ambang outdoor bakal turun dari 85 dB ke 75 dB. Jika disahkan, varian legendaris 16 sub‑woofer nyaris mustahil dipakai tanpa cage akustik. Blizzard Audio menawarkan paket “silent mode” 90 dB dengan earplug gratis seharga Rp 55 juta—turun 25% dari tarif lama, tetapi tetap mahal bagi panitia 17‑an.

Vendor cerdik juga menggelar promo “tebus murah”: potongan Rp 5 juta bila pelanggan bersedia menutup jalur speaker depan dengan panel akustik. Hasil jajak pendapat di kanal Telegram Warga Karnaval Nusantara menunjukkan 57% penyelenggara setuju membayar lebih demi aman dari razia. Meski harga sound horeg sewa turun, biaya aksesori penurun bising mengisi celah pendapatan vendor.

Di sisi hukum, Polres Malang mensimulasikan pengukuran kebisingan portable. Truk mewah NID Squad dengan 24 sub‑woofer ditolak izin karena tercatat 103 dB di radius 20 meter. Di media sosial, potongan video petugas mematikan mixer viral, memancing debat: “lalu apa bedanya konser stadion?” Jawaban paling sering: “stadion berizin, desa tidak”—menunjukkan bahwa fatwa memaksa pemain jalanan bertransformasi ke skema resmi.


Alternatif Ramah Syariat, Ramah Kantong

Para kreatif menggeliat. Konsep “Lighting Carnival”—truk dihias LED, audio dibatasi 80 dB, musik disiarkan via headphone nirkabel—mulai dipakai di Lumajang. Biaya hanya Rp 15 juta, sepertiga harga sound horeg menengah. Sponsor UMKM senang karena brand tampil di layar, bukan tenggelam di gemuruh bass. Startup HushFest menyewakan sound cage transparan: menurunkan 15 dB kebisingan, tarif tambahannya Rp 3 juta. Jika digabung, harga sound horeg plus cage masih di bawah denda Satpol PP.

Lini religius juga bergerak: Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jatim meluncurkan “Shalawat Parade”—rebana digital 70 dB, drone lampu, dan qasidah modern. Survei NU Care ke 1.200 responden muda: 62% bilang “tetap seru”. Tren ini menegaskan karnaval bisa bergeser dari bass masif ke narasi edukatif tanpa mematikan ekonomi desa.


Apa Selanjutnya untuk Harga Sound Horeg?

  1. Normalisasi Tarif Sewa
    – Prediksi Indef: harga sound horeg kelas premium turun 20–30% hingga akhir tahun, lalu stabil saat vendor lulus sertifikasi kebisingan.

  2. Inovasi Produk
    – Pabrik lokal di Sidoarjo mengembangkan sub‑woofer neodymium berdaya 4 dB lebih pelan namun tetap punchy; rilis Q4 2025.

  3. Standardisasi Nasional
    – LKPP menyiapkan e‑catalog “Sound System Outdoor ≤ 75 dB” agar pengadaan resmi tidak kebablasan harga.

  4. Konten Kreator & Edukasi
    – Channel YouTube Bang Bass (1,2 juta subscriber) merilis seri “Bikin Horeg Halal”; tiap video views‑nya di atas 300 ribu—tanda minat DIY tetap tinggi walau fatwa berlaku.

Cluster desa pantai di Madura sudah meneken MoU collective buying: mereka menyewa satu set medium horeg 10 kali setahun, menghemat 35% dibanding kontrak terpisah. Formula koperasi ini bisa menjadi kunci agar harga sound horeg tetap kompetitif sekaligus patuh syariat.

Pada akhirnya, fatwa haram MUI tidak mematikan pasar; ia memaksa evolusi. Harga sound horeg yang dulu liar kini diseret kembali ke ranah rasional, kesehatan telinga warga terlindungi, dan vendor kreatif menemukan napas baru.

Sumber: Detik

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here