Lintas Fokus – Per Juni 2025, outstanding hutang Indonesia tercatat Rp9.138,05 triliun. Jika dibandingkan ukuran ekonomi nasional, rasionya berada di kisaran 39,86 persen terhadap PDB. Angka ini diumumkan di kanal resmi pengelola pembiayaan negara dan menegaskan posisi utang kita mendekati 40 persen, bukan melebihi. Data ini penting sebagai dasar diskusi, karena perbandingan nominal semata sering menyesatkan tanpa melihat konteks PDB dan kemampuan bayar.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai posisi tersebut masih aman, merujuk pada standar nasional dan referensi internasional. Dalam sejumlah pernyataan ke media, ia menekankan bahwa yang utama adalah rasio terhadap PDB, bukan besaran nominal, dan Indonesia masih berada di bawah 40 persen. Pernyataan ini relevan karena kebijakan fiskal bertumpu pada batasan hukum dan disiplin anggaran yang dijaga.
Sebagai pembanding, pada akhir 2024 rasio utang pemerintah berada sekitar 39,4 persen terhadap PDB, sehingga tren menuju 40 persen ini bukan lonjakan mendadak, melainkan kenaikan bertahap seiring pembiayaan program dan dinamika ekonomi.
Apa Batas Aman Menurut Aturan dan Praktik Global
Indonesia memiliki rambu tegas: batas maksimal kumulatif utang pemerintah pusat dan daerah adalah 60 persen dari PDB, serta batas defisit APBN 3 persen PDB. Rambu ini tercantum dalam regulasi pemerintah yang masih berlaku, dan menjadi pagar penjaga kehati-hatian fiskal. Artinya, rasio utang sekitar 39–40 persen masih berada jauh di bawah batas hukum 60 persen.
Secara internasional, kriteria Maastricht yang kerap dijadikan referensi juga menggunakan ambang 60 persen untuk rasio utang terhadap PDB, sementara defisit dijaga maksimal 3 persen. Walau konteks Eropa berbeda dengan Indonesia, angka ini memberi gambaran bahwa posisi Indonesia yang di bawah 40 persen secara statistik berada pada zona yang lazim dianggap moderat. Tentu, “aman” versi akademik bukan sekadar angka, tetapi juga kemampuan menjaga rasio agar tidak naik terus-menerus.
Dari sisi disiplin fiskal, Menkeu Purbaya menyatakan pemerintah tetap akan menjaga defisit di bawah 3 persen sesuai undang-undang, yang pada praktiknya mengerem percepatan kenaikan utang. Kebijakan ini penting untuk menjaga kepercayaan pasar, rating kredit, dan biaya bunga.
Faktor yang Mendukung Klaim “Masih Aman”, dan Risikonya
Pertama, struktur utang Indonesia relatif didominasi instrumen berjangka menengah–panjang dan porsi rupiah yang besar, sehingga lebih tahan terhadap guncangan nilai tukar. Selain itu, likuiditas pasar SBN domestik yang dalam membantu pembiayaan ulang ketika surat utang jatuh tempo. Data resmi pengelolaan pembiayaan menegaskan posisi dan dinamika portofolio tersebut.
Kedua, buffer regulasi berupa aturan 60 persen PDB dan defisit 3 persen berfungsi sebagai pagar jarak aman. Selama kebijakan fiskal konsisten, rasio utang yang berada di bawah 40 persen cenderung masih moderat. Namun, literatur IMF mengingatkan: utang menjadi “tidak aman” bila ada risiko non-sepele bahwa rasio utang terus meningkat di bawah kebijakan saat ini dan akhirnya mengarah pada gagal bayar. Artinya, disiplin fiskal, kualitas belanja, dan pertumbuhan ekonomi menjadi kunci agar rasio tidak merayap naik tanpa kendali.
Ketiga, prospek pertumbuhan dan efektivitas belanja. Pemerintah tengah mendorong kredit dan penyerapan likuiditas untuk mengangkat pertumbuhan. Ini dapat memperbaiki rasio utang jika PDB nominal tumbuh lebih cepat daripada penambahan utang. Di sisi lain, beberapa analisis memperingatkan penipisan buffer kas dan tantangan kualitas penyaluran yang harus dikelola hati-hati agar tidak memicu inflasi atau risiko kredit.
Kesimpulan: Aman Bersyarat, Bukan Cek Kosong
Berdasarkan data resmi dan rambu hukum, rasio Hutang Indonesia yang mendekati 40 persen PDB masih tergolong moderat. Klaim “aman” yang disampaikan Menkeu Purbaya valid bila ditopang disiplin defisit di bawah 3 persen, kualitas belanja yang produktif, serta pertumbuhan ekonomi yang mampu mengimbangi kebutuhan pembiayaan. Di titik ini, kata “aman” berarti aman bersyarat: inflasi harus terjaga, pendapatan negara meningkat berkelanjutan, dan ruang fiskal tidak dihabiskan untuk belanja yang tidak menghasilkan efek pengganda.
Dengan menjaga tiga hal tersebut—defisit, kualitas belanja, dan pertumbuhan—Hutang Indonesia di kisaran <40 persen dapat tetap dalam jalur moderat. Namun, jika defisit melebar atau belanja tidak efektif sehingga rasio utang bergerak naik secara persisten, label aman bisa cepat berubah. Karena itu, transparansi, evaluasi proyek prioritas, dan komunikasi kebijakan yang konsisten menjadi syarat utama agar persepsi pasar tetap positif dan biaya utang terjaga.
Wajib Tahu:
Rasio Hutang Indonesia sekitar 39,86 persen PDB per Juni 2025, masih jauh dari batas hukum 60 persen dan didukung komitmen defisit di bawah 3 persen, tetapi status aman bergantung pada disiplin fiskal dan kualitas belanja ke depan.
Sumber: Kontan Nasional