Lintas Fokus – Kabar duka datang dari Lima, Peru. Seorang Diplomat Indonesia, Zetro Leonardo Purba (40), staf Penata Kanselerai Muda KBRI Lima, tewas ditembak saat bersepeda bersama istrinya di distrik Lince. Media Indonesia dan Peru menegaskan kronologi yang serupa: korban diserang dari jarak dekat, ditembak tiga kali, lalu dilarikan ke Klinik Javier Prado namun nyawanya tidak tertolong. Peristiwa ini sontak memantik kekhawatiran ihwal keamanan personal diplomat dan perlindungan WNI di Amerika Latin.
Kementerian Luar Negeri RI telah mengonfirmasi kejadian ini. Menlu Sugiono menyampaikan duka mendalam, menekankan koordinasi intensif dengan pemerintah Peru dan Policía Nacional del Perú untuk memastikan penyelidikan tuntas. Pesan kunci dari Jakarta: negara hadir, proses hukum dikawal, dan keluarga korban didampingi.
Kronologi Singkat: Detik-Detik Penembakan dan Penanganan Awal
Informasi paling konsisten menyebut Diplomat Indonesia itu tengah bersepeda dengan istrinya pada Senin malam (1 September 2025 waktu setempat), di area hunian Lince. Pelaku disebut mendekat dari jarak dekat—beberapa laporan Peru menyebut dua orang di atas sepeda motor—lalu melepaskan tembakan dan melarikan diri. Istri korban selamat dan kini menjadi saksi kunci. Aparat memeriksa rekaman CCTV di rute sekitar untuk memetakan lintasan pelaku dan pola pelarian. Korban sempat dievakuasi ke Klinik Javier Prado, namun dinyatakan meninggal.
Sejumlah media lokal dan nasional menyebut tiga tembakan mengenai tubuh korban. Hingga artikel ini ditulis, motif dan identitas pelaku belum diumumkan otoritas Peru. Karena itu, pernyataan Kemlu menegaskan sikap berbasis bukti sembari memperkuat langkah perlindungan bagi staf KBRI lainnya di Lima.
Siapa Korban dan Di Mana Kejadiannya Terjadi
Dalam struktur misi, Zetro Leonardo Purba bertugas sebagai Penata Kanselerai Muda—peran fungsional yang menopang layanan kekonsuleran dan operasional kedutaan. Aktivitas kerja yang banyak bersinggungan dengan layanan publik membuat Diplomat Indonesia terbiasa berada di ruang terbuka; sebab itu, protokol keamanan personal menjadi perhatian utama pascakejadian. Rangkaian laporan Peru menegaskan lokasi insiden berada di Lince, tepatnya di sekitar Avenida César Vallejo, hanya beberapa meter dari hunian korban.
Penulisan nama korban sempat bervariasi—Zetro Leonardo Purba dan Leonardo Zetro Purba—namun konsistensi pemberitaan terbaru di media Indonesia dan Peru cenderung merujuk pada “Zetro Leonardo Purba”. Ketepatan identitas ini krusial untuk keperluan dokumen resmi, komunikasi lintas lembaga, hingga proses pemulangan jenazah.
Jejak Penyidikan & Respons Resmi: Fokus pada “Full Cooperation”
Dari Jakarta, Menlu Sugiono menegaskan koordinasi erat dengan Kemenlu Peru dan kepolisian setempat. Prioritasnya: mengungkap pelaku, melindungi saksi kunci (istri korban), dan memastikan keselamatan jajaran KBRI pascainsiden. Media Indonesia mencatat frasa “penyelidikan tuntas” muncul berulang dalam pernyataan Menlu—indikasi bahwa perkara ini bukan sekadar kasus kriminal lokal, melainkan juga isu hubungan bilateral yang menuntut hasil transparan.
Dari sisi Peru, arus pemberitaan lokal (Panamericana TV, Peru21, El Comercio, Infobae) menyebut dua pelaku bertopeng/asing diduga terlibat, ciri tembakan tiga kali, serta lokasi serangan di depan gedung hunian. Meski detail lapangan mengerucut, aparat belum merilis kesimpulan resmi soal motif. Publik di kedua negara menunggu temuan CCTV dan hasil autopsi untuk menjernihkan spekulasi.
Wajib Tahu:
Korban Diplomat Indonesia ditembak tiga kali saat bersepeda di Lince; istri selamat dan jadi saksi kunci; polisi Peru menelaah rekaman CCTV dan jalur pelarian pelaku.
Dampak & Pelajaran: Keamanan Perwakilan, Perlindungan WNI, dan Komunikasi Krisis
Tragedi ini menegaskan tiga pelajaran penting. Pertama, pembaruan pemetaan risiko bagi korps diplomatik, tidak hanya di jam dinas tetapi juga aktivitas pribadi (olahraga, rute pulang–pergi, kebiasaan berbagi lokasi). Korban adalah Diplomat Indonesia yang berdomisili di kawasan hunian; detail seperti penerangan jalan, intensitas patroli, dan letak kamera menjadi variabel yang kini mesti diaudit. Kedua, perlindungan WNI dan keluarga diplomat perlu diperluas agar menyentuh pendampingan psikologis, pengaturan mobilitas, hingga opsi rute aman. Ketiga, komunikasi krisis harus cepat dan akurat; konfirmasi resmi Kemlu dan arahan Menlu Sugiono memberi pegangan informasi yang menekan ruang spekulasi, sembari mengarahkan perhatian pada proses hukum.
Pada level yang lebih luas, tragedi ini terjadi ketika perhatian publik Indonesia terhadap keselamatan insan diplomatik sedang tinggi (meski kasus-kasus sebelumnya berbeda konteks dan lokasi). Rangkaian peristiwa ini mempertegas urgensi audit keamanan menyeluruh: peninjauan SOP rute aman, kerja sama kepolisian lokal, dan pelatihan kewaspadaan personal agar Diplomat Indonesia bisa menjalankan misi negara tanpa rasa waswas.
Di tengah duka, satu hal jadi kompas bersama: bukti. Benang merah pemberitaan kredibel selaras—lokasi Lince, momen bersepeda, tembakan tiga kali, rujukan Klinik Javier Prado, dan komitmen full cooperation antara Indonesia–Peru. Sambil menanti hasil penyidikan, publik berharap tragedi ini memicu perbaikan sistemik—dari protokol keamanan sampai standar komunikasi lintas lembaga—agar nama baik korps dan keselamatan Diplomat Indonesia terjaga di mana pun mereka bertugas.
Sumber: CNBC Indonesia