Lintas Fokus – Ketika sirene pagi 18 Juli 2025 bergaung di Shizuoka, Jepang, dunia hobi kehilangan jantung kreatifnya: Shunsaku Tamiya dinyatakan wafat pada usia 90 tahun. Bagi banyak orang Indonesia—dari anak tongkrongan Jogja hingga kolektor di Surabaya—nama Shunsaku Tamiya bukan sekadar merek mainan, melainkan pintu gerbang imajinasi: suara roda Mini 4WD menderu di lintasan PVC, aroma cat enamel, dan sensasi memotong sprue plastik dengan tang kecil. Artikel ini mengupas sosok di balik fenomena itu, menelusuri dari bengkel kayu keluarga hingga menjadi raksasa model kit global.
Visi Shunsaku Tamiya di Balik Revolusi Mini 4WD
Lahir di Kota Aston—eh, maksud kami Kota Shizuoka—Shunsaku muda sebenarnya mewarisi bengkel kayu sederhana milik sang ayah, Yoshio Tamiya. Krisis pascaperang membuat kayu kian mahal; ia berani bertaruh pada plastik polistirena—bahan yang kala itu dianggap “murahan”. Terobosan pertama datang 1960 lewat tank 1/35 yang detailnya bikin kagum veteran Perang Pasifik.
Namun gebrakan paling monumental hadir 1982: seri Mini 4WD Racing Buggy. Mobil mungil bertenaga baterai AA ini menembus 1 juta unit penjualan setahun di Jepang. Shunsaku tak puas. Ia menginisiasi Japan Cup 1986—kejuaraan nasional yang mempertemukan ribuan anak di stadion terbuka; setengah dekade kemudian, kompetisi ini menular ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia lewat acara Tamiya Race di mal‑mal besar.
Magnetnya sederhana: biaya terjangkau, modifikasi tanpa batas, dan budaya komunitas yang erat. Shunsaku bahkan “mengurapi” manga Bakusō Kyōdai Let’s & Go!! sebagai medium promosi lintas media. Karakter Magnum Saber dan Brocken Gigant masih terpajang di etalase toko hobi Tanah Abang hingga hari ini—empat puluh tahun setelah dirilis!
Dari Bengkel Kayu ke Korporasi Dunia: Strategi Bisnis Tamiya
Visi Shunsaku Tamiya tak hanya mencakup desain, tetapi juga rantai pasok. Ia memindahkan produksi ke pabrik bersertifikasi ISO di Shizuoka sehingga presisi cetakan terjaga. Pada 1976 ia meluncurkan kit Porsche 934 RSR skala 1/12—produk pertama dengan colored sprue, revolusi yang memangkas kebutuhan cat untuk pemula.
Kebijakan lain yang visioner adalah pendirian Tamiya USA (1986). Langkah ini memotong layer distributor, mendongkrak laba ekspor 30% dalam tiga tahun. Forbes Asia mencatat omzet Tamiya Inc. menyentuh USD 170 juta 2003, 60% berasal dari luar Jepang.
Di tangan Shunsaku, Tamiya mendapat Japan Media Arts Festival Merit Award, Shizuoka Distinguished Service Medal, serta pengakuan resmi Porsche AG karena akurasi kit klasiknya dianggap “dokumentasi industri yang tak ternilai”. Semangat detail itulah yang membuat slogan “First in Quality Around the World” nyata, bukan sekadar tempelan kotak.
Inovasi, Teknologi, dan Edukasi yang Membentuk Ekosistem
Tak puas sekadar menjual kit, Shunsaku Tamiya mengedukasi. Majalah Tamiya News (terbit sejak 1967) memuat tutorial airbrush dan weathering yang kemudian diterjemahkan fans Indonesia. Pada 1995 ia mendirikan Tamiya Scholarship Foundation, menggelontorkan beasiswa desain industri ke universitas Jepang.
Di sisi teknologi, Shunsaku memperkenalkan slide‑mold tooling 1983—teknik cetak satu kali untuk bagian kompleks. Untuk RC, ia bekerja sama dengan Mabuchi Motor, melahirkan motor brushless 02S (2009) yang memotong friksi 30% dan dipakai di kejuaraan IFMAR. Inovasi‑inovasi ini menjadikan Tamiya bukan sekadar merek, tapi laboratorium teknik miniatur.
Wajib Tahu:
Tamiya Inc. menyiapkan “Shunsaku Memorial Collection”: re‑release empat kit klasik dengan tanda tangan emas, terbatas 90.000 unit. Portal preorder dibuka Desember 2025—siap‑siap rebutan!
Lima Kit Ikonik Warisan Shunsaku Tamiya
Panther Ausf. G 1/35 (1970) – standar emas tank skala, track satu potong presisi.
Porsche 934 RSR 1/12 (1976) – pelopor sprue berwarna, panel interior super detail.
Hotshot 1/10 RC (1983) – suspensi monoshock, ikon balap off‑road listrik.
Dash‑1 Emperor Mini 4WD (1994) – maskot manga yang membuat Mini 4WD global.
F‑14 Tomcat 1/32 (2017) – kombinasi plastik + photo‑etched, surga pemodelan modern.
Kelima kit itu tak hanya laris; mereka mendefinisikan standar industri. Marketplace Indonesia mencatat lonjakan harga Dash‑1 Emperor 250% pascakabarnya wafat—indikasi kuat betapa pengaruh Shunsaku Tamiya masih memompa nostalgia dan nilai koleksi.
Sekarang, roda Mini 4WD di lintasan mungkin berputar sedikit lebih pelan, seolah memberi jeda hening untuk sang inovator. Namun visi Shunsaku Tamiya—bahwa sepotong plastik bisa menyalakan mimpi mekanik cilik di seluruh dunia—akan terus berpacu. Setiap “zzzz” motor AA, setiap lem Tamiya yang mengering di telapak tangan, adalah salam hormat abadi untuk pria yang membuktikan: kreativitas dan presisi dapat bersatu, dan mainan pun sanggup menggerakkan industri, komunitas, serta kenangan lintas generasi.