27.9 C
Jakarta
Monday, July 21, 2025
HomeBeritaPanas! Kasus Ijazah Jokowi Diambang Pembuktian Hukum

Panas! Kasus Ijazah Jokowi Diambang Pembuktian Hukum

Date:

Related stories

Konser G‑Dragon Jakarta: Rundown, Tiket, & Tips Lengkap

Lintas Fokus - Sehari sebelum lampu panggung menyala di Indonesia Arena,...

Tarif Melejit! Demo Ojol 21 Juli Guncang Jantung Ibu Kota

Lintas Fokus - Sebagaimana langit mendung sebelum hujan besar,...

Mengapa Fantastic Four 2025 Jadi Penyelamat Fase 6

Lintas Fokus - Setelah dua adaptasi lawas yang sempat...

Gerakan Hijau Hari Anak Nasional di Sekolah dan Desa

Lintas Fokus - Setiap 23 Juli, gema Hari Anak...

Talise Horror: Kronologi Kapal Terbakar KM Barcelona V

Lintas Fokus - Kepanikan pecah di perairan Pulau Taliase, Minahasa Utara,...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Isu Kasus Ijazah Jokowi seolah tidak pernah padam. Awal Juli 2025, dua lembaga penegakan hukum—pengadilan dan kepolisian—mengambil keputusan yang mendefinisikan ulang arah polemik: Pengadilan Negeri (PN) Surakarta menolak gugatan perdata ihwal keaslian ijazah Presiden Joko Widodo, sedangkan Polda Metro Jaya justru menaikkan laporan pidana pencemaran nama baik ke tahap penyidikan. Kedua langkah itu melesatkan perdebatan baru, mulai dari tafsir hukum tata usaha negara hingga kalkulasi reputasi menjelang kontestasi Pilkada 2025.


Putusan PN Surakarta: Gugur Tapi Belum Usai

Hakim ketua Putu Gde Hariadi bersama dua anggota majelis—Sutikna dan Fatarony—mengetok palu perkara 99/Pdt.G/2025/PN Skt pada 7 Juli 2025. Intinya, PN Surakarta tidak berwenang mengadili sengketa Kasus Ijazah Jokowi karena objeknya menyasar dokumen negara; ranahnya dialihkan ke peradilan tata usaha negara. Penggugat, advokat Muhammad Taufiq, diwajibkan membayar biaya perkara Rp 506 ribu, namun ia sudah menegaskan siap kasasi sambil menyiapkan gugatan baru ke PTUN.

Keputusan ini direspons dingin kubu Istana. Kuasa hukum Presiden, Ardhias Ardhi, menyebut putusan tersebut sebagai “kemenangan prosedural” karena memblokir upaya delegitimasi personal di jalur perdata. Pakar administrasi negara dari UGM, Prof. Susi Dwi Harijanti, memandang vonis Surakarta sebagai preseden jelas: dokumen kenegaraan tak dapat diujikan lewat gugatan perdata, sehingga langkah hukum berikutnya harus tunduk pada hukum administrasi.

Meski begitu, tim penggugat tidak kehilangan amunisi. Mereka mengklaim memiliki saksi baru yang pernah bekerja di unit arsip Universitas Gadjah Mada (UGM). Biro Humas UGM segera menepis klaim itu seraya menyatakan seluruh salinan ijazah yang beredar telah diverifikasi keasliannya oleh kampus sejak 2022.


Peningkatan Penyidikan dan Kontroversi Publik

Berbeda dari jalur pengadilan, meja pidana justru melaju kencang. Pada 13 Juli 2025, Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, membeberkan bahwa gelar perkara 10 Juli menghasilkan keputusan peningkatan status laporan Presiden ke penyidikan. Itu artinya penyidik kini dapat memanggil terlapor dan menetapkan tersangka dugaan pencemaran nama baik serta penyebaran hoaks tentang Kasus Ijazah Jokowi.

Roy Suryo—mantan Menpora yang menjadi salah satu terlapor—menilai langkah polisi janggal. Ia menyoroti dokumen yang diajukan tim Presiden berupa fotokopi pudar di map tertekuk, menurutnya tidak mungkin dianggap bukti asli. Di sisi lain, Direktur Eksekutif Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Khozinudin Manaf meminta gelar perkara khusus demi menguji keaslian dokumen secara terbuka.

Sebaliknya, kuasa hukum Presiden, Rivai Kusumanegara, menafsirkan kenaikan status sebagai “indikator awal validitas” karena penyidik telah melihat dokumen asli berikut legalisir UGM. Ia menyebut tuduhan lama soal ijazah palsu “akan tumbang secara hukum” setelah saksi ahli forensik dokumen dan pejabat UGM bersaksi.


Strategi Hukum dan Politik dalam Kasus Ijazah Jokowi

Pertarungan hukum ini memiliki lapisan politik tebal. Presiden Jokowi, saat kunjungan kerja di Semarang pada 14 Juli, menyinggung adanya “agenda besar” di balik isu ijazah palsu, tetapi menyerahkan pembuktian kepada aparat hukum. Pernyataan singkat itu justru membuka ruang spekulasi baru: apakah kasus ini terkait manuver memakzulkan Wapres Gibran atau sekadar serangan reputasi di tahun terakhir masa jabatan?

Di Parlemen, fraksi oposisi menggulirkan wacana hak angket. Meski peluangnya kecil—mengacu ke peta koalisi—isu Kasus Ijazah Jokowi memberi bahan bakar retorika menjelang Pilkada serentak 2025. Pengamat komunikasi politik UI, Dr. Retno Wahyuningtyas, menilai setiap kali tudingan ijazah mencuat, sentimen negatif terhadap pemerintah meningkat sekitar 3 poin pada pemilih digital. Ia memproyeksikan potensi “snowball effect” jika polisi gagal mengumumkan hasil penyidikan sebelum September.

Bambang Tri Mulyono—terpidana empat tahun atas hoaks serupa—juga masuk panggung. Ia mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) di PN Surakarta pada 3 Juli, memasukkan novum berupa perbedaan tanda tangan dekannya. Hakim Halomoan Sianturi menunda putusan PK hingga Agustus demi mengumpulkan bukti tambahan.


Resonansi Media Digital dan Dampaknya bagi Demokrasi

Drone Emprit merekam 1,35 juta mention frasa Kasus Ijazah Jokowi dalam 48 jam pasca-putusan PN Surakarta—lebih tinggi ketimbang puncak kontroversi Rempang tahun lalu. Distribusi platform menunjukkan Facebook dan Instagram didominasi narasi pro-pemerintah, sedangkan X (Twitter) dan TikTok menampung konten skeptis.

Tagar #IjazahAsli berada di puncak tren X selama 11 jam, diikuti #IjazahGate empat jam kemudian. Video Roy Suryo yang mempersoalkan “map tertekuk” menembus 3,2 juta tampilan di TikTok; di sisi lain, akun resmi Setneg merilis infografik “5 Fakta Dokumen UGM” yang memperoleh 740 ribu impresi di Instagram. Unit Komunikasi Istana menggencarkan program Fact-Check Friday—strategi yang terbukti meningkatkan click-through rate ke situs setneg sebesar 18 persen pekan lalu.

Ekonom politik Paramadina, Pande Laeha, menyoroti korelasi tipis antara puncak perbincangan Kasus Ijazah Jokowi dan pelemahan rupiah di pasar spot: setiap lonjakan 100 ribu mention, rupiah melemah rata-rata 6 poin. Investor global, kata Pande, “tidak menyukai ketidakpastian simbolik” yang bisa menurunkan persepsi stabilitas.

Pengaruh Gen Z tak kalah penting. Survei Indikator Politik tanggal 12–14 Juli menemukan 29 persen responden berusia 17–24 masih ragu atas keaslian ijazah, berbeda dari 57 persen pemilih dewasa yang percaya dokumen asli. Jika keraguan ini tidak segera dijawab bukti otentik, oposisi berpotensi mengeksploitasinya sebagai narasi underdog di media sosial.

Sumber: Detik

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here