33.4 C
Jakarta
Tuesday, August 26, 2025
HomeBeritaViral tapi Bikin Paham: Royalti Musik Bukan Momok, Asal Tahu Mainnya

Viral tapi Bikin Paham: Royalti Musik Bukan Momok, Asal Tahu Mainnya

Date:

Related stories

“Suara Jalanan Menggema”: Dukung Palestina di Brisbane Menyulut Gaung Global

Lintas Fokus - Brisbane kembali memadati ruang publik: spanduk,...

Honor X7d Review: Kuat, Irit, dan (Akhirnya) Masuk Akal untuk Pemakaian Harian

Lintas Fokus - Tanpa gimik berlebihan, Honor X7d datang...

28 Agustus 2025: Gelombang Besar dengan Taruhan Kebijakan

Lintas Fokus - Satu tanggal mengerucut di linimasa: 28...
spot_imgspot_img

Lintas Fokus Polemik Royalti Musik kembali menyambar linimasa. Ada yang mendadak panik menurunkan volume di kafe, ada pula yang berpikir mengganti playlist menjadi suara alam bisa “bebas biaya”. Tenang dulu. Ketika kita membedah aturan resminya secara jernih, Royalti Musik justru gampang ditata: siapa membayar, kepada siapa, dan bagaimana bukti legalnya disimpan agar usaha tetap aman audit. Artikel ini mengurai hal mendasar—dengan contoh yang relevan untuk pemilik kafe/resto, barbershop, gym, hotel, penyelenggara event, hingga komunitas kreator yang ingin karyanya dibayar layak.

Debunk Mitos di Lapangan Usaha

Pertama, pahami prinsip umumnya: setiap penggunaan lagu/musik di ruang komersial—memutar dari speaker, televisi, live band, sampai musik latar di lobi—termasuk pengumuman/komunikasi kepada publik. Karena ada nilai komersial (mencipta suasana, menarik pelanggan, memperpanjang waktu tinggal), pemilik usaha wajib berizin dan membayar Royalti Musik melalui jalur resmi. Ini bukan “pajak baru”, melainkan implementasi hak ekonomi pencipta dan pemilik hak.

Kedua, mitos “asal tidak memungut tiket, tak perlu bayar” juga tidak tepat. Banyak tempat tanpa tiket (kafe kecil sekalipun) tetap komersial, sebab musiknya melekat pada layanan yang menghasilkan pendapatan. Solusi paling sederhana justru blanket license tahunan dari LMK/penyedia musik berlisensi untuk bisnis—tarif jelas, cakupan repertoar luas, dan Anda memegang bukti legal.

Ketiga, soal “pakai musik bebas royalti di internet”. Hati-hati dengan istilah. “Royalty-free” tidak selalu berarti gratis; umumnya tetap butuh pembelian lisensi komersial dan mematuhi syarat penggunaan. Bacalah lisensinya: apakah boleh untuk ruang fisik? apakah ada pembatasan jumlah lokasi? Simpan invoice dan metadata file.

Royalti Musik: Aturan & Siapa Saja yang Wajib Bayar

Bagian ini inti dan sekaligus pengaman reputasi bisnis Anda. Kerangka umumnya:

  • UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta memberikan hak ekonomi bagi pencipta/pemegang hak lagu/musik atas pengumuman dan komunikasi kepada publik.

  • PP No. 56/2021 menugaskan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mengelola penarikan dan pendistribusian Royalti Musik.

  • Permenkumham No. 9/2022 mengatur teknis pelaksanaannya: mekanisme lisensi, pelaporan, sampai distribusi ke LMK (KCI, WAMI, RAI, dll.).

Siapa yang wajib membayar? Setiap tempat komersial yang memanfaatkan lagu/musik: kafe, restoran, hotel, gym, toko, bus pariwisata, tempat hiburan, event berbayar, hingga ruang tunggu layanan. Pola yang paling efisien adalah blanket license: satu lisensi menutup repertoar luas setahun penuh. Keuntungan lain, bila kemudian ada inspeksi, Anda tinggal menunjukkan sertifikat lisensi dan catatan pemakaian (playlist/area/durasi).

Wajib Tahu:

  • Royalti Musik berlaku untuk lagu/musik.

  • Untuk rekaman non-musik (misalnya ambience alam), rezim hukumnya adalah hak terkait milik produser fonogram/pelaku pertunjukan. Jika Anda memutar rekaman pihak lain secara komersial, tetap butuh lisensi komersial—tetapi jalurnya tidak otomatis lewat skema Royalti Musik LMKN.

  • Cara termudah: gunakan layanan musik berlisensi untuk bisnis atau urus lisensi ke LMK resmi; simpan semua buktinya rapi.

Suara Hewan & Ambience: Kapan Wajib Lisensi?

Pertanyaan yang lagi ramai: “Kalau kafe saya memutar suara burung atau ombak, apakah tetap kena Royalti Musik?” Jawabannya bergantung pada asal audio dan tujuan penggunaan:

  1. Memutar rekaman pihak ketiga (paket ambience dari marketplace/label audio). Ini tetap fonogram dilindungi. Menggunakannya di ruang usaha termasuk komunikasi ke publik untuk tujuan komersial, sehingga izin dibutuhkan. Jalurnya adalah lisensi komersial dari pemilik rekaman atau penyedia stok audio yang terang-terangan memberi izin untuk pemakaian di tempat fisik. Ini bukan Royalti Musik (karena bukan lagu/musik), tetapi tetap kewajiban hukum di bawah hak terkait.

  2. Merekam sendiri suara alam di lokasi Anda. Dalam kasus ini, Anda menjadi produser fonogram atas rekamannya. Selama tidak mengambil karya/rekaman orang lain, Anda tidak membayar siapa pun untuk memutarnya di tempat usaha. Namun, Anda tetap sebaiknya menyimpan dokumentasi internal (tanggal rekaman, perangkat, dan file master) sebagai bukti asal-usul.

  3. Suara alam langsung (bukan rekaman)—misalnya air mancur di dalam ruang atau kandang burung hidup. Tidak ada fonogram yang digunakan, sehingga tidak ada objek lisensi rekaman. Pastikan saja aspek kebisingan dan izin lingkungan Anda beres.

Kesimpulannya: mengganti musik dengan suara hewan bukan “jalan pintas”. Prinsip hukumnya sederhana—cek asal audio dan cek lisensinya. Untuk lagu/musik, taati skema Royalti Musik; untuk rekaman non-musik, patuhi hak terkait pemilik rekaman atau gunakan rekaman milik Anda sendiri.

Taktik Hemat untuk UMKM & EO (Tanpa Mengorbankan Legalitas)

Ingin patuh aturan tanpa menguras kas? Ini formula yang bisa langsung dipraktikkan:

  • Audit kebutuhan audio per zona. Tidak semua area butuh volume tinggi atau playlist berbeda. Dengan memetakan “zona musik”, biaya lisensi dari penyedia legal dapat dioptimalkan.

  • Pilih jalur paling ringkas. Untuk lagu/musik, ambil blanket license melalui LMK/penyedia musik berlisensi bisnis. Untuk ambience non-musik, pakai rekaman milik sendiri atau beli paket commercial-use yang jelas klausulnya (jumlah lokasi, durasi, revisi konten).

  • Simpan bukti & catatan. Sertifikat lisensi, invoice, metadata file, dan daftar putar berkala—semuanya bukti itikad baik dan mempermudah audit.

  • Branding lewat original track. Pertimbangkan memesan lagu jingle orisinal dari musisi lokal. Selain memperkuat identitas merek, Anda bisa mengatur lisensi internal yang lebih fleksibel dan menghindari sengketa.

  • Edukasi staf. Larang playlist pribadi pegawai di jam operasional. Sekali musik personal diputar, tanggung jawab hukum melekat pada pemilik tempat.

Musik Lokal vs. Mancanegara: Cara Lisensi di Indonesia & di Luar Negeri

  • Di Indonesia, putar lagu asing. Umumnya cukup berlisensi lewat LMK/penyedia resmi. Repertoar mancanegara tercakup melalui perjanjian resiprokal antarsociety (model CISAC), sehingga royalti yang Anda bayar akan diteruskan ke organisasi negara asal karya.

  • Di luar negeri, putar lagu Indonesia. Jika Anda punya cabang restoran/event di negara lain, urus lisensi ke CMO setempat (misal ASCAP/BMI/SESAC di AS, PRS di Inggris, SOCAN di Kanada). Melalui jejaring global PRO/CMO, royalti dan data pemakaian akan dikirim balik ke society mitra di Indonesia agar sampai ke pencipta/penerbit kita.

  • Mengapa bisa saling mengakui? Indonesia telah bergabung dengan Konvensi Bern dan meratifikasi WCT serta WPPT, sehingga prinsip perlakuan nasional berlaku: karya kita dilindungi di luar, karya luar dilindungi di sini.

Rujukan: BPKDGIP

Subscribe

- Never miss a story with notifications

- Gain full access to our premium content

- Browse free from up to 5 devices at once

Latest stories

spot_img