Kemajuanrakyat.co.id – Sritex, perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang lewat putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin (21/10) lalu.
Sementara, perkara tersebut mengadili para termohon yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mendirijaya.
Para termohon tersebut dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022.
“Menyatakan bahwa para termohon (termasuk Sritex) pailit dengan segala akibat hukumnya,” bunyi patitum perkara tersebut, dikutip Rabu (23/10/2024 ).
Dengan demikian, putusan tersebut sekaligus membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi).
Dilansir dari laman resminya, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) memulai perjalanannya sebagai sebuah usaha kecil yang didirikan oleh H.M. Lukminto di Pasar Klewer, Solo, pada tahun 1966.
Berawal dari perusahaan perdagangan tradisional yang fokus pada kain, Sritex segera berkembang dan membuka pabrik cetak pertama pada thaun 1986, menghasilkan kain putih dan berwarna.
Baca juga; Titiek Soeharto Jadi Ibu Negara, Status Cerai Dengan Prabowo Jadi Sorotan
Pada saat memasuki dekade 1970-an, tepatnya pada tahun 1978, Sritex terdaftar sebagai perseroan terbatas di Kementerian Perdagangan.
Perkembangan ini menjadi langkah awal bagi pertumbuhan yang lebih siknifikan, termasuk pendirian pabrik tenun pertama pada tahun 1982.
Sejarah Perusahaan Sritex juga tidak bisa lepas dari sosok pendirinya, yaitu haji Muhammad Lukminto (H.M Lukminto).
Lukminto alias Le Djie Shin adalah peranakan Tionghoa yang lahir pada 1 Juni 1946. Dia memulai karir sebagai pedagang dengan berjualan tekstil di Solo pada usia 20-an.
Dalam isi buku Local Champion, Solo sebagai pusat tekstil di Jawa sejak masa kolonial membuat bisnis Lukminto tumbuh subur. Hingga akhirnya pada 1966 atau di usia 26 tahun dia berani menyewa kios di Pasar Klewer. Dimana kios tersebut diberi nama UD Sri Redjeki.
Satu hal yang menarik dari dirinya adalah kedekatannya dengan Presiden Indonesia Ke-2, Soeharto. Rupanya ada tangan dingin penguasa itu dalam perkembangan Sritex.
Selain itu juga, Sritex adalah ikon penguasa karena disinyalir berada di bawah perlindungan Keluarga Cendana, sebutan bagi keluarga Soeharto.
Fakta ini juga tak lepas dari kedekatan Lukminto dengan tangan kanan Cendana, yakni Harmoko yang selama Orde Baru dikenal sebagai Menteri Penerangan dan Ketuan Umum Golkar. Harmoko adalah sahabat kecil Lukminto.
[…] Baca juga; Sritex, Perusahaan Tekstil Raksasa Secara Resmi Pailit […]
[…] Baca juga; Sritex, Perusahaan Tekstil Raksasa Secara Resmi Pailit […]